tag:blogger.com,1999:blog-5468529944996875992024-02-28T15:44:48.244-08:00MesumPrimbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-78661656356256161882011-09-16T19:32:00.001-07:002011-09-16T19:32:51.402-07:00Perselingkuhan AiniSebagai pasangan suami istri muda yang baru setahun berumah tangga, kehidupan keluarga kami berjalan dengan tenang, apa adanya dan tanpa masalah.<br />
<span id="more-303"></span><br />
Saya, sebut saja namaku Aini (23), seorang sarjana ilmu pemerintahan. Usai tamat kuliah, saya bekerja pada kantor pemerintah daerah di Solo. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34b. Tubuh saya selalu tertutup dengan jilbab lebar dan baju yang tertutup rapat, lengkap dengan kaus kaki yang menutupi sepasang kaki saya yang halus putih menggiurkan.<br />
Sementara, suami saya juga ganteng. Rio namanya. Umurnya tiga tahun diatas saya atau 26 tahun. Bergelar insinyur, ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rio orangnya pengertian dan sabar.<br />
Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan ‘malam-malam di ranjang’ juga tidak ada masalah yang berarti. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali sepekan, Rio menunaikan tugasnya sebagai suami.<br />
Hanya saja , jika hasrat saya sedang meninggi ,dan Rio menolak berhubungan badan dengan alasan lelah , itu membuat saya kecewa. Memang saya akui kalau soal yang satu ini , saya lebih agresive .<br />
Bila Rio sudah berkata, “Kita tidur ya,” maka saya pun menganggukkan kepala meski saat itu mata saya masih belum mengantuk.<br />
<div style="float: right; margin: 0pt 10px 10px 0pt;"> <a href="http://gadguides.com/"><img src="http://kisahmalam.com/ads/vid.gif" /></a> </div>Akibatnya, tergolek disamping tubuh suami , dengan mata yang masih nyalang itu, saya sering , menghayal. Menghayalkan banyak hal. Tentang jabatan di kantor, tentang anak, tentang hari esok , sampai tentang ranjang.<br />
Seperti cerita Ani atau Indah di kantor, yang setiap pagi selalu punya cerita menarik tentang apa yang mereka perbuat dengan suami mereka pada malamnya.<br />
Kalau sudah begini , tanpa saya sadar , vagina saya mulai berlendir . Untuk mengobati kekecewaan dengan suami saya , saya melakukan mastubasi . Tak ada jalan lain , entah apa kah saya seorang hypersex .<br />
Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, entah mengapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah betul. Pria yang membawa sepedamotor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya.<br />
Namun, pria itu marah-marah. “Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!” bentak pria berkulit hitam , berperut buncit itu pada suami saya.<br />
Kulihat sorot matanya tajam memandang diriku . Ketika mataku sejajar dengan matanya , aku menerima sinyal sinyal , aneh . Matanya seperti mengirim , sinyal birahi ke otakku . Aku segera menghindar , memalingkan mukaku.<br />
Setelah bernegosiasi dengan suamiku , Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motornya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuh bengkel. Orang berperut buncit itu , yang kemudian kita ketahui bernama Karyo , pun setuju .<br />
Akhirnya kita melanjutkan , perjalanan dan tiba dirumah . Entah kenapa , sosok Karyo membayangiKu , dan membuatKu agak birahi . Aku masuk ke kamar mandi, untuk mencuci muka , dan menganti pakaian .<br />
Untuk mengoda suamiKu , aku mengenakan pakaian tidur tipis , tanpa bra . Lalu aku kembali ke kamar tidur . Aku memerima kekecewaan , suamiku terlihat sudah tertidur pulas .<br />
Aku dengan membawa rasa kecewa , berbaring di samping suamiku . mataku menerawang jauh . Tiba tiba ruangan tidurku menjadi gelap , tubuhku kehilangan gaya gravitasi , seakan tubuhku melayang .<br />
Dan aku meresa sesak , tubuhku di himpit sosok bertubuh besar , aku berusaha sekuat tenaga mendorongnya . Sosok itu mundur beberapa langkah , saat itu juga ruang kamarku kembali terang .<br />
Kudapati Karyo , dengan mimik muka , penuh nafsu menghapiriku . Tubuhku bagai kehilangan tenaga . Dia merambet baju tidurku , dan merobek begitu saja . Kemudian tangan tangannya yang kasar , meremas buah dadaku , aku merasa sakit sekali . “ lepaskan , tolong .. tolong… “ pekik panikKu .<br />
Lidahnya yang terlihat kasar , menjulur keluar , dan mengenai putting susuku . Saat itu juga , getaran getaran birahi merasuk tubuhku . Aku mendesah kenikmatan . Lidahnya turus berputar , memberi sensasi nikmat di puting susuKu yang mulai membesar.<br />
Tanpa kusadar , bagian bawah tubuhku mulai berlendir . Lidah Karyo terus turun dan turun , pusar ku pun di gelitik oleh lidah kasarnya . Lidah kasar itu tak bisa berhenti , dan terus memberiku rasa yang sangat nikmat .<br />
Makin kebawah , terus dan lidah itu mulai menjilati bagian paling pribadi di tubuhKu.<br />
Aku mengerang , merasakan nikmat yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya . Lidah itu terus menjilati selangkangan celana dalamku . Tapi rasanya lidah itu bersentuhan langsung ke kelentitku .<br />
Aku mendesah desah , dengan penuh nafsu . Pinggulku bergoyang seirama dengan jilatan Karyo . Dan terus begitu , sampai tubuhku mengeram , kejang . Aku menjerit sekeras mungkin “ Aghhh aku aku keluarrr “ .<br />
Tubuhku mengeliat , menikmati orgasme yang di berikan Karyo . Sesaat kemudian Karyo , hendak menarik turun celana dalamKu . Saat itu aku teringat suamiku tercinta . Segera Kakiku dengan kuat mendorong tubuhnya .<br />
Karyo hanya tersenyum , dan dia mengambil pentungannya . Pentungan yang selalu dibawanya . Pentungan hitam sepanjang 60 cm , di hantam keras ke perutku . Aku menjerit , menerima rasa sakitnya . Berkali kali Karyo memukulku dengan pentungan itu . Sampai tubuhku terasa lemas .<br />
Tak bisa kulawan lagi , saat dia menarik turun celana dalamku . Matanya jalang , menatap nonokKu dengan bukit berbulu , yang sangat berlendir itu . Dia segera membuka celananya dan aku bergidik .<br />
Pak Karyo tidak mempunyai penis . Yang tegak mengantung itu adalah pentungan hitam yang di gunakan memukul tubuhku tadi . Aku menjerit jerit , ini monster , bukan manusia . Karyo semakin mendekat , pentungan yang mengantung di selangkangannya itu terus mendekat ke liang nonokku . “ tolong , hentikan tolong , tolong “ jaritKu .<br />
Dan tiba , tiba aku merasakan sakit yang luar biasa di nonokKu . Dan ruang kamarku menjadi terang benderang menyilaukan.<br />
Aku terbangun dari mimpi yang aneh itu.<br />
Peluh membasahi tubuhKu . Kulihat suamiku masih terlelap . Perlahan Aku beranjak dari ranjang , dan mengambil air minumku . Aku meminum segela air , untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokanku .<br />
Aku ke kamar mandi , membuka celana dalamku , dan duduk di kloset . Aku mendapati celana dalamku basah sekali , begitu juga nonokku .<br />
Jari jariku menyentuh kelentitku , dan kembali sinyal sinyal birahi , aktif di otakku . Jari jari ku terus bermain di kelentitku , tubuhku menerima rasa nikmat . Terus dan terus , sampai aku mengejang , mencapai puncak birahiKu di atas kloset itu.<br />
Esoknya, setelah menjemput saya di kantor, Suami saya mengajak saya mampir ke rumah Karyo . “ untuk apa , mas ? “ tanyaku . “ yah , kita silaturami saja , kan tak enak rasanya , aku telah menabraknya “ kata suamiKu .<br />
Aku mengalah , sebenar aku tak mau ketemu Karyo , apalagi sejak mimpiku yang aneh itu . Dan Aku tak pernah menceritakan mimpi itu pada siapa pun , tak terkecuali suamiKu sendiri .<br />
kami pun pergi ke rumah Karyo . Setelah berbasa basi dan minta maaf, Suami saya mengatakan kalau sepedamotor Pak Karyo sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang.<br />
Sepanjang Rio bercerita, Pak Karyo tampak cuek saja. Ia menaikkan satu kaki ke atas kursi. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.<br />
Yang saya tahu matanya terus jelalatan menatap tubuhku . Dan tiap kali matanya , bertemu mataku , ada getaran aneh yang kurasakan . Tapi aku tak tahu apa itu . Yang jelas , aku sepertinya manjadi birahi.<br />
Kalau Memandang tubuh Karyo, saya bergidik juga. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara perutnya membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.<br />
Setelah suamiku ngobrol cukup lama , akhirnya kita pamitan . Suamiku segera menjalankan mobilnya dan pulang kerumah . Malam itu aku berencana mengajak suamiku bercinta , tapi begitu dia masuk kamar dia langsung berkata “ ayo kita bobo yuk , saya lelah sekali hari ini , banyak tugas ..”<br />
Aku tersenyum dalam kekecewaan . Dan ikut berbaring bersama suamiku .<br />
Di kantor ,esok harinya aku tak semangat bekerja . Jam makan siang aku gunakan untuk pergi ke Mall . Tapi apes , di perempatan lampu merah , aku kecopetan . Dompetku di gondol pencopet itu . Aku tak terlalu memikirkan uang di dompet itu.<br />
Tapi KTP dan SIM , mau tak mau aku harus lapor polisi.<br />
Setelah proses verbal selesai , aku pamit . Ketika berjalan di koridor kantor polisi itu aku berpapasan dengan Karyo. “ Bu Ranta, ngapain kesini “ kata Karyo . “ oh engak , cuma , lapor , saya habis kecopetan “ jawabku . Dan terus berjalan , mencoba menghindari dirinya.<br />
“ Eh , Bu Aini , kebenaran kemari , ayo kita makan di kantin sana “ ajak Karyo . Matanya yang tajam menatap wajahku . Aku diam sesaat , berpikir , namanya juga polisi , pasti minta di bayarin makan . “ baik ,lah pak , tapi saya gak bisa lama lama yah “ kataKu .<br />
Setelah memilih tempat duduk , aku memesan air jeruk . Karyo memesan nasi goreng. Sambil makan ia bercerita. Tentang tentang istri yang minta cerai, tentang dirinya yang disebut orang-orang suka menanggu istri orang. Saya hanya diam mendengarkan ceritanya.<br />
Kadang Karyo juga bercerita , tentang hal hal kehidupan sexnya . Saya mendengarkan, rasa birahi mulai timbul , dan rasanya tubuh saya mulai , menyukai Karyo . Setelah itu dia menyakan bagai mana kehidupan sex saya .<br />
Saya hanya bisa menjawab “ ah , biasa aja Pak Karyo , namanya juga suami istri “ . Pak karyo tersenyum , “ iyah maksud saya , bagaimana suami kamu di ranjang apa hot kayak saya engak ? “ . Aku hanya diam , aku berpikir , Karyo mulai kurang ajar , di lain pihak aku sepertinya tertarik bicara sama dia .<br />
Aku berusaha mengalihkan arah pembicaraan . “ suami saya dan saya sedang ikut program , kami ingin punya anak , jadi kita main pakai aturan . “ . Dan ini mendapat perhatian besar Pak Karyo. Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.<br />
“Oh ya. kalau yang itu mungkin saya bisa bantu,” katanya . “Bagaimana caranya?” tanya saya bingung.<br />
“Mudah-mudahan saya bisa bantu. Kalau mau kita kerumah saya . Saya beri obat,” kata Pak Karyo pula. Aku berpikir , dan melirik jam tanganku , baru pukul 3.00 sore . “ Naik apa kita “ tanyaku .<br />
Setelah motor yang aku tumpangi berhenti di rumah Karyo , dia segera mengajakku masuk kerumahnya . Tanpa bisa menolak , dia memegang tangan dan membawaku masuk kerumahnya.<br />
“Sekarang saja kita mulai pengobatannya,” ujarnya seraya membawa saya masuk kamarnya. Kamarnya kecil dan pengab. Jendela kecil disamping ranjang tidak terbuka. Sementara ranjang kayu hanya berasalan kasur yang sudah menipis.<br />
Aku masih berdiri , rasanya tubuhku kaku . “ loh koq bengong , ini minyak khusus untuk pengobatan , supaya cepat hamil “ katanya sambil memperlihat botol kecil berwarna hitam . “ Ayo , buka baju kamu ..” katanya lagi .<br />
Entah apa yang terjadi pada diriku , aku seperti kehilangan akal sehat . Perlahan kancing bajuku aku buka satu persatu . Kemudian , aku membuka baju panjangku ku sendiri . Kini tubuhku hanya memaki Bra dan celana dalam hitamku saja . berdiri terpaku di depan orang yang pantas manjadi ayahku .<br />
“ Oh , Aini , jilbabnya jangan dibuka “ kata Karyo lagi . Tanganku seperti di gerakan oleh pikirannya . Dengan gemetar , tidak jadi melepas jilbab kemudian tanganku melepas kait BH ku . Dan kini dia bisa melihat jelas buah dadaku yang mengantung bebas , besar dan montok<br />
“ Oh , Aini , suami kamu berutung bisa , memperoleh istri secantik kamu . “ guman pak Karyo , lalu memintaku berbaring terlentang di ranjangnya.<br />
Setelah aku berbaring , dia mengolesi tanganya dengan minyak yang ada di botol kecil itu , sebagian minyak itu di tuang di atas tubuhku . Perlahan tangan kasarnya mulai menyentuh tubuhku . Tangannya bergerak mengurut perutku .<br />
Tanganya sepertinya bukan mengurut , melainkan mengelus elus perutku . Makin lama gerakkan tanganya makin keatas , dan tangan itu kini memainkan buah dadaku Aku tak kuasa menolaknya . Aku memejamkan mata , merasakan nikmat sentuhan tangan kasarnya.<br />
Saya merasakan bibir nonok saya pun sudah mulai basah. Saya mulai merasakan birahi saya meningkat. Jari jari itu terus mamainkan buah dada saya , tak ketinggalan putting susu saya di sentuh lembut oleh jarinya .<br />
Sambil mengigit bibir saya , berusaha untuk tidak mengeluarkan desahan saya . Karyo terus memainkan buah dada saya. Perlahan tanganya turun kebawah , dan terus turun , jari jarinya menyentuh selangkangan celana dalam saya .<br />
Saya tak kuasa , tubuh saya bagai terkena segatan listrik “ ohh Karyo , apa yang kamu lakukan ..” . Jari jarinya terus menekan nekan selangkangan celana dalam saya , yang otomasis , menyentuh kelentit saya , yang berada di balik celana dalam saya.<br />
Lendir nikmat saya merember ke celana dalam saya , terus dan terus membasahi selangkangan celana dalam saya. Jari jari Karyo pun , terus bergetar di selangkangan celana dalam saya . “ oh , Karyo aku tak tahan .. aku tak kuat.. “.<br />
“ oh , ayo sayang , lepaskan nafsu kamu , lepaskan jangan di tahan “ katanya lembut , membuat tubuhku tak bisa lagi bertahan . Saat jarinya bergerak semakin liar , tubuhku mengejang hebat , pantatku terangkat , “ Karyo , a aku keluarrr “ .<br />
Pantatku kembali terhempas di kasur lusuhnya , tubuhku lunglai . Aku merasakan sensasi nikmat , hampir sama dengan mimpi anehku beberapa hari yang lalu.<br />
“ Aini sayang , itu baru jari saya bermain di celana dalam kamu , kamu bisa bayangkan kalau kamu , buka celana dalam kamu , dan rasakan lidah saya menjilati m-e-m-e-k kamu “ bisik karyo di telingaku .<br />
Tangan karyo memegang celana dalam saya , berusaha membukanya , tapi tangan saya segera menghalanginya “ jangan Karyo , saya malu .. jangan “ .<br />
Tapi karyo terus memaksa , dan lepaslah celana dalam saya , dia orang kedua yang melihat nonok saya . Saya sungguh merasa bersalah sama Rio , tapi tubuh saya , pikiran saya sudah di kuasi nafsu birahi yang tak bisa saya tolak .<br />
Saat jari jarinya , membuka bibir nonok saya , dan lidahnya menjulur , menjilati itil saya, tubuh saya , mangejang , merasakan nikmat sekali .<br />
“ Karyo ahhh , i-t-i-l saya , ohh i-t-i-l saya gatel sekali .. “ desahku yang tak lagi menghiraukan rasa malu . Lidah lidahnya terus menjilati kelentit saya . Membuat tubuh saya mengejang tak karuan . “ Karyo ohh .. enak enak ..” .<br />
Lidah karyo juga tak ke tinggalan menjulur julur seperti memasuki liang sagamaku. Berputar di dalam liang sagamaKu . Tubuhku terasa ringan , seluruh kulitku sensitif Saat , Karyo kembali menjilati kelentitku yang membesar , karena birahi , Aku tak tahan lagi “ ahh , gatel gatel banget , Karyo ..ahh…” .<br />
Memekku rasanya mau pecah . Tubuh terhentak , aku menjejang , mengejet beberapa kali . Aku mengalami orgasme yang , hebat .<br />
Karyo membiarkan aku , dia menatap tubuh bugil ku , yang sesekali masih mengejet Matanya yang jalang , tak melepaskan satu inci pun bagian tubuhKu. Seluruh tubuhku mengkilat karena keringat bahkan jilbabkupun kuyup.<br />
Puas menatap tubuh bugilku Karyo melepas pakaiannya . Aku bergidik , jika mengingat mimpiku . Apa iya , penis Karyo sebesar pentungan. Setelah penis hitamnya mencuat keluar aku baru tenang . Penis tak sebesar tongkat , tapi lebih besar dari milik suamiku .<br />
Dia mendekat . Aku merapatkan kakiku .” tolong , jangan yang satu ini Karyo, tolong..” . Karyo tersenyum “ Aini , aku sudah memberikan kamu nikmat , apa salahnya ganti kamu yang memberiku nikmat , sayang “ .<br />
“ jangan , tolong Karyo , aku masih punya suami , tolong lah “ pintaku . “ Hemm , oke deh , aku mengerti , kalo gitu pakai mulut kamu saja “ katanya .<br />
“ oh , aku tidak pernah , jangan ..” kataku , dan penis Karyo terus mendekati wajahKu . “ masa sih , kamu gak pernah ngisep k-o-n-t-o-l suami kamu “ tanya Karyo . Aku mengangguk “ Sumpah Karyo , aku tak pernah “ .<br />
“ Apa suami kamu pernah jilatin m-e-m-e-k kamu ? “ tanya Karyo lagi . Aku kembali mengeleng . “ gila , mana enak sih , jadi kalian , langsung aja buka baju , terus n-g-e-n-t-o-t .” katanya . Aku diam saja .<br />
Tapi seakan Karyo tak peduli , penis hitamnya terus di dekatkan ke wajah ku. Seakan tak mampu menolak , aku memejamkan mataku . Yang aku rasakan pipiku terasa hangat , dia menekan nekan penisnya di pipiku .<br />
Penis itu bergerak terus ke bibirku , dan berusaha masuk ke mulutku . Perlahan aku membuka mulutku . dan penisnya mulai masuk ke mulutku . Penis itu bergerak , Karyo seperti menzinai mulutku. Keluar masuk mulutku . KepalaKu di pegangnya.<br />
Karyo mendengus kenikmatan , dan terus bergerak . Lama kelaman aku pun merasa terbiasa. Dan rasanya aku mulai suka permainan ini . Karyo terus memainkan penisnya di mulutku , sampai dia mengeram , dan spermanya keluar di mulutku .<br />
Aku segera memuntahkan spermanya . Baru kali ini Aku merasakan sperma . Rasanya aku ingin muntah . Karyo tampak terduduk lemas. Saat itu aku segera memakai pakaianku kembali . Aku segera meninggalkan ruamahnya , tanpa permisi<br />
Hari sudah gelap saat aku keluar dari rumahnya . Dengan menyetop taksi Aku segera pulang kerumahKu . Aku melihat Opel Blazer suamiku sudah terpakir dengan rapi .<br />
Sial Aku ke duluannya. Jantung berdegup , aku takut suamiku curiga , otakku segera berpikir , mencari alasan yang tepat jika suamiku menayakan hal ini .<br />
Perlahan Aku membuka pintu , dan memasuki rumah ku . Tiba tiba suamiku memelukku dari belakang . Aku terkejut “ Ah .. mas bikin kaget aja ..” kataKu .<br />
“ ha ha ha , Aku gembira sayang , jabatanku di naikan , yang berarti gajiku juga di naik kan .. “ kata suamiku . Dia ingin menciumku . Tapi aku menghindar , mulutku kotor , aku malu terhadap diriku sendiri. “ Mas , yang benar ah , jangan bercanda “ kataKu untuk menhidari ciumannya .<br />
“ benar sayang , benar , kita harus rayakan “ kata suamiku . “ oh , rayakan di mana mas “ tanyaKu . “ karena sudah malam , kita rayakan di ranjang saja yah, sayang “ kata suamiku . Dan tangannya segera mengangkat rok ku , dan menyetuh selangkanganKu .<br />
Aku berusaha mengindar lagi , ih mas masa di sini , nanti kelihatan orang dong di kamar saja “ kataKu . “ loh , di rumah ini kan cuma kita berdua ..” kata suamiku . Yang jarinya segera meraba selangkangan ku . Jarinya menyelinap di balik celana dalamKu .<br />
Aku takut , suamiku curiga , karena Nonokku basah , akibat di buat Karyo tadi .<br />
“ Sayang , koq m-e-m-e-k kamu sudah basah benar sih , kamu horny yah “ kata suami ku . “ ih mas bisa aja , tadi aku habis pipis , di rumah bu Ani “ kataku berbohong . “ oh , kamu di rumah Ani , toh “ kata suamiku .<br />
“ aku mandi dulu yah “ kataku langsung lari ke kamar mandi . Aku segar membasuh mulutku , mencuci bersih nonokku . Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal ini terhadap suamiku. Walaupun selama setahun menikah dengannya tak pernah sekalipun aku merasa begitu nikmat dalam bercinta.<br />
Aku membutuhkan kenikmatan itu , tapi aku juga membutuhkan suamiku . Aku tak habis pikir , pikiranku menolak Karyo , tapi tubuhku sangat menginginkan Karyo .<br />
“ sayang , cepat dong ..” terdengar suara mesra suamiku .<br />
Malam itu kami bercinta . ada rasa hambur disitu . Aku mencintai suamiku , tapi rasanya sexku tak terpuaskan . Sekarang aku makin bisa membedakan . Benar kata Karyo , Aku seperti tempolong , suamiku hanya mempergunakan nonokku untuk mengeluarkan spermanya , tanpa bisa memuaskan diriku.<br />
Tapi biar bagaimanapun , Rio adalah pilihanKu , aku harus konsekuen . Aku mencintainya apa adanya. Aku lebih baik mengekang nafsu birahi . Aku memutuskan untuk tak menemui Karyo lagi .<br />
“ Aini , mas besok harus ke Jakarta , menemui dereksi darti kantor pusat “ kata Rio tiga hari setelah kenaikan jabatannya .<br />
“ ha , berapa hari mas , saya boleh ikut ? kataku.<br />
“ Ah cuma sehari koq , “ kata Rio . “ tapi mas , saya takut di rumah sendiran “ kata ku , dengan harapan suamiku mau mengajakku ke Jakarta . Tapi jawabannya , berbeda dengan yang kuharapkan .<br />
“ saya sudah minta Pak Karyo unutk mengawasi rumah kita , dia akan mengirim anak buahnya , untuk jaga di sini , kamu tenang aja deh “ kata suamiku. Jantung berdugup keras , Karyo lagi ..<br />
Pagi itu suamiku di jemput mobil dari kantornya , dan mobil itu segera membawa suamiku ke airport . Dangan melambaikan tangan aku melepas suami ku ke Jakarta.<br />
Belum sempat aku menutup pintu rumahku , sosok tubuh besar itu sudah berada di depan pintu rumahku . “ Karyo , mau apa pagi pagi begini ke rumah orang “ kataku ku buat ketus.<br />
“ loh , suami mu minta , aku menjaga rumah mu , juga menjaga dirimu he he he “ kata Karyo , yang terus masuk ke rumahku tanpa di persilakan.<br />
“ Karyo , tolong jangan ganggu aku , “ kataKu . Karyo menatapku , bola matanya bagaikan bersinar , yang menerobos ke mataku . “ Aini , ayo katakan dengan nurani kamu , kamu tak membutuhkan diriku “ kata Karyo .<br />
“ Aku , aku , aku “ lidahku seperti terkunci . Tangan karyo segera mengandeng tubuhku , membawaku masuk ke kamarku.<br />
“ sayang , aku tak bermaksud jahat sama kamu , aku cuma mau memberi kamu kenikmatan sayang . kita sama sama butuh itu “ kata Karyo .<br />
Perlahan Karyo melepas daster tidurku , yang di balik daster itu aku tak memakai bra . Dan buah dadaku langsung terpampang di hadapannya . Perlahan lidahnya menjilat puting susuku . “ ahh .. “ desahku.<br />
Pikiranku kosong melopong , aku lupa suamiku . aku hanya ingat kenikmat yang kudapat dari Karyo . Lidahnya terus bermain di putingku . Jari jarinya hinggap di selangkangan celana dalam merahku . “ ohh Karyo .. sudah tolong jangan bikin aku nafsu ” .<br />
Jari jari itu bergerak , dan nonokku mulai mengeluarkan lendir birahi . Mulutnya pun terus menyedot nyedot buah dadaku . Jarinya terus menari nari di selangkangan celana dalamku yang makin membasah .<br />
“ Ohh , Karyo kamu jahat ooh i-t-i-l saya jadi gatel .. “ desah saya . Karyo terus menaikkan birahi saya dengan permainannya. Saya sudah tak tahan , saya mendesah kenikmatan “ karyo , saya mau keluar “ . Saat itu , Karyo dengan sekuat tenaga , meremas buah dada saya .<br />
Saya menjerit kesakitan , otomatis , birahi saya menurun , orgasme saya menghilang . Tapi Karyo perlahan menjilati lagi putting susu saya . mengelitik . Membuat birahi saya berangsur naik kembali . Kembali saya mendesah kenikmatan .<br />
Saat saya hampir menuju puncak kenikmatan saya , Karyo mengigit putting susu saya , memberi saya rasa sakit . kembali saya gagal orgasme.<br />
Tapi Karyo segera menaikan birahi saya lagi ,dengan memainkan selangkangan saya “ Karyo tolonglah , saya mau orgasme buat saya orgasme . ” saya memohon orgasme pada dirinya setelah dia mengagalkan orgasme saya yang ke tiga kali .<br />
“ tenang sayang , saya pasti kasih kamu orgasme yang ternikmat yang pernah kamu rasakan “ . Sambil dia mendorong tubuh saya dan saya terduduk di pinggir ranjang.<br />
Celana dalan saya , sudah terlepas dari tubuh saya . dangan dua jarinya bibir nonok saya di buka . Lidahnya menjulur menjilati kelentit saya . Saya mengerang “ ohh , iyah terus buat saya orgasme , saya mau keluar …Karyo ..” .<br />
Lidahnya dengan cepat , terus merangsang kelentit saya yang semakin membesar ,<br />
“ oh.. karyo , gatel , enak sekali teruss “ . Lidah itu terus menjilati kelentit saya .<br />
Saya sudah dekat , dan seperti nya Karyo tahu , Dia sengaja , segera kelentit saya di sedotnya dengan kuat , saya merasakan sakit sekali , yang membuat orgasme saya pergi menjauh .<br />
“ Karyo , kamu jahat , kamu jahat , tolong saya mau keluarr “ kata saya mengiba , rasanya saya ingin menangis . Mengiba minta orgasme , dari orang seperti Karyo , sangat merendah kan diri saya. Tapi apa boleh buat , saya tengah di amuk birahi .<br />
“ Aini sayang , tenang kamu pesti mendapatkan orgasme “ katanya . Lidahnya kembali menjilati kelentit saya dengan lembut. Tiga buah jarinya di gunakan menekan perut saya di bawah pusar . Ini membuat saya merasa ingin pipis . Saya mencoba mengeser tanganya . Tapi saya seperti tak bertenaga.<br />
Lidahnya terus memberi kenikmatan di kelentit saya , sebentar saja , rasa ingin orgasme telah mendera tubuh saya . “ Ohh , Karyo , saya , oh i-t-i-l nya ..oh gatel sekali , saya tak kuatt .. oh kebelet.. mau pipis “ . Saya merasakan seperti nya sulit menahan rasa ingin pipis , tapi saya juga mau orgasme.<br />
“ Yah , lepaskan Aini , ayo keluarkan nafsu birahi kamu ..” kata Karyo . Tubuhku mengejang “ OOHHHH .. Karyo .. ahh gatell gatell aku tak tahan“ jeritku tak karuan .<br />
Tubuhku mengerang nikmat , dan Aku menyemburkan pipiku dengan kuat . Aku merasa kan setiap tetes air seniku , mengalir memberi sensasi kenikmatan , berbarengan orgasmeKu .<br />
Aku orgasme dangan begitu fantastik , tak aku perdulikan kamarku yang basah dengan air pipisku . Tubuhku sepertinya rontok , tulangku seperti lepas , aku terbaring dengan lemas.<br />
Karyo hanya melihatku dengan tersenyum . Dan membiarkan diriku beristirahat.<br />
Setelah itu tubuh Karyo yang bugil merangkang menaikki tubuhku , aku berusaha mendorong tubuhnya “ Karyo jangan , aku pakai mulutku saja “ kataKu , tak rela penisnya memasuki tubuhku .<br />
“ aku sudah pernah merasakan mulut kamu sayang , sekarang aku mau coba m-e-m-e-k kamu “ kata Karyo . Tubuh terasa lemas , seperti tak bertulang , Karyo dengan mudah membuka lebar kaki ku , kepala penisnya mulai menyetuh liang nonokku .<br />
Air mataku meleleh di pipiku saat itu aku teringat suamiku Rio . Aku memejamkan mata . Saat kurasa , penisnya mulai memasuki tubuhku .<br />
Getar getar nikmat mulai berkecamuk di diriku . Aku merasakan sentuhan penisnya yang menikmatkan. Tak pernah Sekalipun aku menemukan rasa ini pada penis Rio .<br />
Tat kala batang penis hitamnya bergerak keluar masuk , aku mulai merakan nikmat yang luar biasa , Karyo yang terus mengocok nonokku dengan penisnya mendengus “ m-e-m-e-k kamu luar biasa nikmatnya sayang “ katanya .<br />
Dalam hati aku pun berkata yang sama . “ Ahh Karyo .. ahhh “ desahku Goyangannya yang lembut, tapi mantap segera membawaku ke puncak orgasme . Tapi seperti sebelumnya Karyo menahannya . Dia membenamkan penis besar di dalam , nonokku , dan dia diam tak bergerak .<br />
“ Karyo , ayo goyang dong ..” pintaKu . Karyo tersenyum “ loh , tadi gak mau , koq sekarang minta “ . Wajahku sepertinya panas , birahiku melorot .<br />
Kembali Karyo mengoyang , dan membawaku kepuncak orgasmeku . Aku sudah tak tahan , aku harus mendapatkan orgasmeku . Dan lagi lagi Karyo dengan sengaja membatalkan orgasmeku . Penisnya di hentak keras ke dalam nonokku , rasanya kepala penisnya memukul rahimku .<br />
Aku mengerang sakit . “ Karyo , kamu jahat sekali ..” kataku . Karyo tersenyum . “ kalau mau ninta orgasme dari aku yah , kamu harus minta dengan mesra dan nafsu dong “ katanya.<br />
Aku seperti seorang cewek murahan tak bisa berpikir jernih . langsung aku berkata “ Ayo , mas Karyo e-n-t-o-tin Aini ,yah , Aini minta orgasme , ayo mas tolong “.<br />
Karyo tersenyum , “kamu merangsang sekali, perempuan alim berjilbab tetapi kata-katamu jorok dan cabul… ha ha ha”, dan dia mulai mengoyang batang penisnya. Penis itu membuat aku gila . Sebentar saja , rasa gatel di nonokku , membuat tubuhku mengerang dan menjerit “ ahhh , enak….aku keluarrr “ .<br />
Aku lemas , Karyo menahan gerakan penisnya sebentar , merasakan otot otot nonokku meremas batang penisnya , dan kemudian bergerak lagi . Sebentar saja , aku mencapai orgasme lagi .<br />
Entah hari itu berapa kali tubuhku , mengejang di buat orgasme oleh batang penis Karyo . Yang jelas aku sangat menikmati permainannya . Aku lupa siapa diriku , aku lupa siapa suamiku.<br />
Sejak saat itu, saya pun ketagihan dengan permainan Pak Karyo. Kami masih sering melakukannya. Kalau tidak di rumahnya, kami juga nginap di Tawangmangu. Selalu saya telanjang bulat tetapi jilbab tetap saya kenakan. Meski, kemudian Pak Karyo juga sering minta duit, saya tidak merasa membeli kepuasan sahwat kepadanya.<br />
Sebagai pasangan suami istri muda yang baru setahun berumah tangga, kehidupan keluarga kami berjalan dengan tenang, apa adanya dan tanpa masalah.<br />
<span id="more-303"></span><br />
Saya, sebut saja namaku Aini (23), seorang sarjana ilmu pemerintahan. Usai tamat kuliah, saya bekerja pada kantor pemerintah daerah di Solo. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34b. Tubuh saya selalu tertutup dengan jilbab lebar dan baju yang tertutup rapat, lengkap dengan kaus kaki yang menutupi sepasang kaki saya yang halus putih menggiurkan.<br />
Sementara, suami saya juga ganteng. Rio namanya. Umurnya tiga tahun diatas saya atau 26 tahun. Bergelar insinyur, ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rio orangnya pengertian dan sabar.<br />
Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan ‘malam-malam di ranjang’ juga tidak ada masalah yang berarti. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali sepekan, Rio menunaikan tugasnya sebagai suami.<br />
Hanya saja , jika hasrat saya sedang meninggi ,dan Rio menolak berhubungan badan dengan alasan lelah , itu membuat saya kecewa. Memang saya akui kalau soal yang satu ini , saya lebih agresive .<br />
Bila Rio sudah berkata, “Kita tidur ya,” maka saya pun menganggukkan kepala meski saat itu mata saya masih belum mengantuk.<br />
Akibatnya, tergolek disamping tubuh suami , dengan mata yang masih nyalang itu, saya sering , menghayal. Menghayalkan banyak hal. Tentang jabatan di kantor, tentang anak, tentang hari esok , sampai tentang ranjang.<br />
Seperti cerita Ani atau Indah di kantor, yang setiap pagi selalu punya cerita menarik tentang apa yang mereka perbuat dengan suami mereka pada malamnya.<br />
Kalau sudah begini , tanpa saya sadar , vagina saya mulai berlendir . Untuk mengobati kekecewaan dengan suami saya , saya melakukan mastubasi . Tak ada jalan lain , entah apa kah saya seorang hypersex .<br />
Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, entah mengapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah betul. Pria yang membawa sepedamotor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya.<br />
Namun, pria itu marah-marah. “Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!” bentak pria berkulit hitam , berperut buncit itu pada suami saya.<br />
Kulihat sorot matanya tajam memandang diriku . Ketika mataku sejajar dengan matanya , aku menerima sinyal sinyal , aneh . Matanya seperti mengirim , sinyal birahi ke otakku . Aku segera menghindar , memalingkan mukaku.<br />
Setelah bernegosiasi dengan suamiku , Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motornya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuh bengkel. Orang berperut buncit itu , yang kemudian kita ketahui bernama Karyo , pun setuju .<br />
Akhirnya kita melanjutkan , perjalanan dan tiba dirumah . Entah kenapa , sosok Karyo membayangiKu , dan membuatKu agak birahi . Aku masuk ke kamar mandi, untuk mencuci muka , dan menganti pakaian .<br />
Untuk mengoda suamiKu , aku mengenakan pakaian tidur tipis , tanpa bra . Lalu aku kembali ke kamar tidur . Aku memerima kekecewaan , suamiku terlihat sudah tertidur pulas .<br />
Aku dengan membawa rasa kecewa , berbaring di samping suamiku . mataku menerawang jauh . Tiba tiba ruangan tidurku menjadi gelap , tubuhku kehilangan gaya gravitasi , seakan tubuhku melayang .<br />
Dan aku meresa sesak , tubuhku di himpit sosok bertubuh besar , aku berusaha sekuat tenaga mendorongnya . Sosok itu mundur beberapa langkah , saat itu juga ruang kamarku kembali terang .<br />
Kudapati Karyo , dengan mimik muka , penuh nafsu menghapiriku . Tubuhku bagai kehilangan tenaga . Dia merambet baju tidurku , dan merobek begitu saja . Kemudian tangan tangannya yang kasar , meremas buah dadaku , aku merasa sakit sekali . “ lepaskan , tolong .. tolong… “ pekik panikKu .<br />
Lidahnya yang terlihat kasar , menjulur keluar , dan mengenai putting susuku . Saat itu juga , getaran getaran birahi merasuk tubuhku . Aku mendesah kenikmatan . Lidahnya turus berputar , memberi sensasi nikmat di puting susuKu yang mulai membesar.<br />
Tanpa kusadar , bagian bawah tubuhku mulai berlendir . Lidah Karyo terus turun dan turun , pusar ku pun di gelitik oleh lidah kasarnya . Lidah kasar itu tak bisa berhenti , dan terus memberiku rasa yang sangat nikmat .<br />
Makin kebawah , terus dan lidah itu mulai menjilati bagian paling pribadi di tubuhKu.<br />
Aku mengerang , merasakan nikmat yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya . Lidah itu terus menjilati selangkangan celana dalamku . Tapi rasanya lidah itu bersentuhan langsung ke kelentitku .<br />
Aku mendesah desah , dengan penuh nafsu . Pinggulku bergoyang seirama dengan jilatan Karyo . Dan terus begitu , sampai tubuhku mengeram , kejang . Aku menjerit sekeras mungkin “ Aghhh aku aku keluarrr “ .<br />
Tubuhku mengeliat , menikmati orgasme yang di berikan Karyo . Sesaat kemudian Karyo , hendak menarik turun celana dalamKu . Saat itu aku teringat suamiku tercinta . Segera Kakiku dengan kuat mendorong tubuhnya .<br />
Karyo hanya tersenyum , dan dia mengambil pentungannya . Pentungan yang selalu dibawanya . Pentungan hitam sepanjang 60 cm , di hantam keras ke perutku . Aku menjerit , menerima rasa sakitnya . Berkali kali Karyo memukulku dengan pentungan itu . Sampai tubuhku terasa lemas .<br />
Tak bisa kulawan lagi , saat dia menarik turun celana dalamku . Matanya jalang , menatap nonokKu dengan bukit berbulu , yang sangat berlendir itu . Dia segera membuka celananya dan aku bergidik .<br />
Pak Karyo tidak mempunyai penis . Yang tegak mengantung itu adalah pentungan hitam yang di gunakan memukul tubuhku tadi . Aku menjerit jerit , ini monster , bukan manusia . Karyo semakin mendekat , pentungan yang mengantung di selangkangannya itu terus mendekat ke liang nonokku . “ tolong , hentikan tolong , tolong “ jaritKu .<br />
Dan tiba , tiba aku merasakan sakit yang luar biasa di nonokKu . Dan ruang kamarku menjadi terang benderang menyilaukan.<br />
Aku terbangun dari mimpi yang aneh itu.<br />
Peluh membasahi tubuhKu . Kulihat suamiku masih terlelap . Perlahan Aku beranjak dari ranjang , dan mengambil air minumku . Aku meminum segela air , untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokanku .<br />
Aku ke kamar mandi , membuka celana dalamku , dan duduk di kloset . Aku mendapati celana dalamku basah sekali , begitu juga nonokku .<br />
Jari jariku menyentuh kelentitku , dan kembali sinyal sinyal birahi , aktif di otakku . Jari jari ku terus bermain di kelentitku , tubuhku menerima rasa nikmat . Terus dan terus , sampai aku mengejang , mencapai puncak birahiKu di atas kloset itu.<br />
Esoknya, setelah menjemput saya di kantor, Suami saya mengajak saya mampir ke rumah Karyo . “ untuk apa , mas ? “ tanyaku . “ yah , kita silaturami saja , kan tak enak rasanya , aku telah menabraknya “ kata suamiKu .<br />
Aku mengalah , sebenar aku tak mau ketemu Karyo , apalagi sejak mimpiku yang aneh itu . Dan Aku tak pernah menceritakan mimpi itu pada siapa pun , tak terkecuali suamiKu sendiri .<br />
kami pun pergi ke rumah Karyo . Setelah berbasa basi dan minta maaf, Suami saya mengatakan kalau sepedamotor Pak Karyo sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang.<br />
Sepanjang Rio bercerita, Pak Karyo tampak cuek saja. Ia menaikkan satu kaki ke atas kursi. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.<br />
Yang saya tahu matanya terus jelalatan menatap tubuhku . Dan tiap kali matanya , bertemu mataku , ada getaran aneh yang kurasakan . Tapi aku tak tahu apa itu . Yang jelas , aku sepertinya manjadi birahi.<br />
Kalau Memandang tubuh Karyo, saya bergidik juga. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara perutnya membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.<br />
Setelah suamiku ngobrol cukup lama , akhirnya kita pamitan . Suamiku segera menjalankan mobilnya dan pulang kerumah . Malam itu aku berencana mengajak suamiku bercinta , tapi begitu dia masuk kamar dia langsung berkata “ ayo kita bobo yuk , saya lelah sekali hari ini , banyak tugas ..”<br />
Aku tersenyum dalam kekecewaan . Dan ikut berbaring bersama suamiku .<br />
Di kantor ,esok harinya aku tak semangat bekerja . Jam makan siang aku gunakan untuk pergi ke Mall . Tapi apes , di perempatan lampu merah , aku kecopetan . Dompetku di gondol pencopet itu . Aku tak terlalu memikirkan uang di dompet itu.<br />
Tapi KTP dan SIM , mau tak mau aku harus lapor polisi.<br />
Setelah proses verbal selesai , aku pamit . Ketika berjalan di koridor kantor polisi itu aku berpapasan dengan Karyo. “ Bu Ranta, ngapain kesini “ kata Karyo . “ oh engak , cuma , lapor , saya habis kecopetan “ jawabku . Dan terus berjalan , mencoba menghindari dirinya.<br />
“ Eh , Bu Aini , kebenaran kemari , ayo kita makan di kantin sana “ ajak Karyo . Matanya yang tajam menatap wajahku . Aku diam sesaat , berpikir , namanya juga polisi , pasti minta di bayarin makan . “ baik ,lah pak , tapi saya gak bisa lama lama yah “ kataKu .<br />
Setelah memilih tempat duduk , aku memesan air jeruk . Karyo memesan nasi goreng. Sambil makan ia bercerita. Tentang tentang istri yang minta cerai, tentang dirinya yang disebut orang-orang suka menanggu istri orang. Saya hanya diam mendengarkan ceritanya.<br />
Kadang Karyo juga bercerita , tentang hal hal kehidupan sexnya . Saya mendengarkan, rasa birahi mulai timbul , dan rasanya tubuh saya mulai , menyukai Karyo . Setelah itu dia menyakan bagai mana kehidupan sex saya .<br />
Saya hanya bisa menjawab “ ah , biasa aja Pak Karyo , namanya juga suami istri “ . Pak karyo tersenyum , “ iyah maksud saya , bagaimana suami kamu di ranjang apa hot kayak saya engak ? “ . Aku hanya diam , aku berpikir , Karyo mulai kurang ajar , di lain pihak aku sepertinya tertarik bicara sama dia .<br />
Aku berusaha mengalihkan arah pembicaraan . “ suami saya dan saya sedang ikut program , kami ingin punya anak , jadi kita main pakai aturan . “ . Dan ini mendapat perhatian besar Pak Karyo. Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.<br />
“Oh ya. kalau yang itu mungkin saya bisa bantu,” katanya . “Bagaimana caranya?” tanya saya bingung.<br />
“Mudah-mudahan saya bisa bantu. Kalau mau kita kerumah saya . Saya beri obat,” kata Pak Karyo pula. Aku berpikir , dan melirik jam tanganku , baru pukul 3.00 sore . “ Naik apa kita “ tanyaku .<br />
Setelah motor yang aku tumpangi berhenti di rumah Karyo , dia segera mengajakku masuk kerumahnya . Tanpa bisa menolak , dia memegang tangan dan membawaku masuk kerumahnya.<br />
“Sekarang saja kita mulai pengobatannya,” ujarnya seraya membawa saya masuk kamarnya. Kamarnya kecil dan pengab. Jendela kecil disamping ranjang tidak terbuka. Sementara ranjang kayu hanya berasalan kasur yang sudah menipis.<br />
Aku masih berdiri , rasanya tubuhku kaku . “ loh koq bengong , ini minyak khusus untuk pengobatan , supaya cepat hamil “ katanya sambil memperlihat botol kecil berwarna hitam . “ Ayo , buka baju kamu ..” katanya lagi .<br />
Entah apa yang terjadi pada diriku , aku seperti kehilangan akal sehat . Perlahan kancing bajuku aku buka satu persatu . Kemudian , aku membuka baju panjangku ku sendiri . Kini tubuhku hanya memaki Bra dan celana dalam hitamku saja . berdiri terpaku di depan orang yang pantas manjadi ayahku .<br />
“ Oh , Aini , jilbabnya jangan dibuka “ kata Karyo lagi . Tanganku seperti di gerakan oleh pikirannya . Dengan gemetar , tidak jadi melepas jilbab kemudian tanganku melepas kait BH ku . Dan kini dia bisa melihat jelas buah dadaku yang mengantung bebas , besar dan montok<br />
“ Oh , Aini , suami kamu berutung bisa , memperoleh istri secantik kamu . “ guman pak Karyo , lalu memintaku berbaring terlentang di ranjangnya.<br />
Setelah aku berbaring , dia mengolesi tanganya dengan minyak yang ada di botol kecil itu , sebagian minyak itu di tuang di atas tubuhku . Perlahan tangan kasarnya mulai menyentuh tubuhku . Tangannya bergerak mengurut perutku .<br />
Tanganya sepertinya bukan mengurut , melainkan mengelus elus perutku . Makin lama gerakkan tanganya makin keatas , dan tangan itu kini memainkan buah dadaku Aku tak kuasa menolaknya . Aku memejamkan mata , merasakan nikmat sentuhan tangan kasarnya.<br />
Saya merasakan bibir nonok saya pun sudah mulai basah. Saya mulai merasakan birahi saya meningkat. Jari jari itu terus mamainkan buah dada saya , tak ketinggalan putting susu saya di sentuh lembut oleh jarinya .<br />
Sambil mengigit bibir saya , berusaha untuk tidak mengeluarkan desahan saya . Karyo terus memainkan buah dada saya. Perlahan tanganya turun kebawah , dan terus turun , jari jarinya menyentuh selangkangan celana dalam saya .<br />
Saya tak kuasa , tubuh saya bagai terkena segatan listrik “ ohh Karyo , apa yang kamu lakukan ..” . Jari jarinya terus menekan nekan selangkangan celana dalam saya , yang otomasis , menyentuh kelentit saya , yang berada di balik celana dalam saya.<br />
Lendir nikmat saya merember ke celana dalam saya , terus dan terus membasahi selangkangan celana dalam saya. Jari jari Karyo pun , terus bergetar di selangkangan celana dalam saya . “ oh , Karyo aku tak tahan .. aku tak kuat.. “.<br />
“ oh , ayo sayang , lepaskan nafsu kamu , lepaskan jangan di tahan “ katanya lembut , membuat tubuhku tak bisa lagi bertahan . Saat jarinya bergerak semakin liar , tubuhku mengejang hebat , pantatku terangkat , “ Karyo , a aku keluarrr “ .<br />
Pantatku kembali terhempas di kasur lusuhnya , tubuhku lunglai . Aku merasakan sensasi nikmat , hampir sama dengan mimpi anehku beberapa hari yang lalu.<br />
“ Aini sayang , itu baru jari saya bermain di celana dalam kamu , kamu bisa bayangkan kalau kamu , buka celana dalam kamu , dan rasakan lidah saya menjilati m-e-m-e-k kamu “ bisik karyo di telingaku .<br />
Tangan karyo memegang celana dalam saya , berusaha membukanya , tapi tangan saya segera menghalanginya “ jangan Karyo , saya malu .. jangan “ .<br />
Tapi karyo terus memaksa , dan lepaslah celana dalam saya , dia orang kedua yang melihat nonok saya . Saya sungguh merasa bersalah sama Rio , tapi tubuh saya , pikiran saya sudah di kuasi nafsu birahi yang tak bisa saya tolak .<br />
Saat jari jarinya , membuka bibir nonok saya , dan lidahnya menjulur , menjilati itil saya, tubuh saya , mangejang , merasakan nikmat sekali .<br />
“ Karyo ahhh , i-t-i-l saya , ohh i-t-i-l saya gatel sekali .. “ desahku yang tak lagi menghiraukan rasa malu . Lidah lidahnya terus menjilati kelentit saya . Membuat tubuh saya mengejang tak karuan . “ Karyo ohh .. enak enak ..” .<br />
Lidah karyo juga tak ke tinggalan menjulur julur seperti memasuki liang sagamaku. Berputar di dalam liang sagamaKu . Tubuhku terasa ringan , seluruh kulitku sensitif Saat , Karyo kembali menjilati kelentitku yang membesar , karena birahi , Aku tak tahan lagi “ ahh , gatel gatel banget , Karyo ..ahh…” .<br />
Memekku rasanya mau pecah . Tubuh terhentak , aku menjejang , mengejet beberapa kali . Aku mengalami orgasme yang , hebat .<br />
Karyo membiarkan aku , dia menatap tubuh bugil ku , yang sesekali masih mengejet Matanya yang jalang , tak melepaskan satu inci pun bagian tubuhKu. Seluruh tubuhku mengkilat karena keringat bahkan jilbabkupun kuyup.<br />
Puas menatap tubuh bugilku Karyo melepas pakaiannya . Aku bergidik , jika mengingat mimpiku . Apa iya , penis Karyo sebesar pentungan. Setelah penis hitamnya mencuat keluar aku baru tenang . Penis tak sebesar tongkat , tapi lebih besar dari milik suamiku .<br />
Dia mendekat . Aku merapatkan kakiku .” tolong , jangan yang satu ini Karyo, tolong..” . Karyo tersenyum “ Aini , aku sudah memberikan kamu nikmat , apa salahnya ganti kamu yang memberiku nikmat , sayang “ .<br />
“ jangan , tolong Karyo , aku masih punya suami , tolong lah “ pintaku . “ Hemm , oke deh , aku mengerti , kalo gitu pakai mulut kamu saja “ katanya .<br />
“ oh , aku tidak pernah , jangan ..” kataku , dan penis Karyo terus mendekati wajahKu . “ masa sih , kamu gak pernah ngisep k-o-n-t-o-l suami kamu “ tanya Karyo . Aku mengangguk “ Sumpah Karyo , aku tak pernah “ .<br />
“ Apa suami kamu pernah jilatin m-e-m-e-k kamu ? “ tanya Karyo lagi . Aku kembali mengeleng . “ gila , mana enak sih , jadi kalian , langsung aja buka baju , terus n-g-e-n-t-o-t .” katanya . Aku diam saja .<br />
Tapi seakan Karyo tak peduli , penis hitamnya terus di dekatkan ke wajah ku. Seakan tak mampu menolak , aku memejamkan mataku . Yang aku rasakan pipiku terasa hangat , dia menekan nekan penisnya di pipiku .<br />
Penis itu bergerak terus ke bibirku , dan berusaha masuk ke mulutku . Perlahan aku membuka mulutku . dan penisnya mulai masuk ke mulutku . Penis itu bergerak , Karyo seperti menzinai mulutku. Keluar masuk mulutku . KepalaKu di pegangnya.<br />
Karyo mendengus kenikmatan , dan terus bergerak . Lama kelaman aku pun merasa terbiasa. Dan rasanya aku mulai suka permainan ini . Karyo terus memainkan penisnya di mulutku , sampai dia mengeram , dan spermanya keluar di mulutku .<br />
Aku segera memuntahkan spermanya . Baru kali ini Aku merasakan sperma . Rasanya aku ingin muntah . Karyo tampak terduduk lemas. Saat itu aku segera memakai pakaianku kembali . Aku segera meninggalkan ruamahnya , tanpa permisi<br />
Hari sudah gelap saat aku keluar dari rumahnya . Dengan menyetop taksi Aku segera pulang kerumahKu . Aku melihat Opel Blazer suamiku sudah terpakir dengan rapi .<br />
Sial Aku ke duluannya. Jantung berdegup , aku takut suamiku curiga , otakku segera berpikir , mencari alasan yang tepat jika suamiku menayakan hal ini .<br />
Perlahan Aku membuka pintu , dan memasuki rumah ku . Tiba tiba suamiku memelukku dari belakang . Aku terkejut “ Ah .. mas bikin kaget aja ..” kataKu .<br />
“ ha ha ha , Aku gembira sayang , jabatanku di naikan , yang berarti gajiku juga di naik kan .. “ kata suamiku . Dia ingin menciumku . Tapi aku menghindar , mulutku kotor , aku malu terhadap diriku sendiri. “ Mas , yang benar ah , jangan bercanda “ kataKu untuk menhidari ciumannya .<br />
“ benar sayang , benar , kita harus rayakan “ kata suamiku . “ oh , rayakan di mana mas “ tanyaKu . “ karena sudah malam , kita rayakan di ranjang saja yah, sayang “ kata suamiku . Dan tangannya segera mengangkat rok ku , dan menyetuh selangkanganKu .<br />
Aku berusaha mengindar lagi , ih mas masa di sini , nanti kelihatan orang dong di kamar saja “ kataKu . “ loh , di rumah ini kan cuma kita berdua ..” kata suamiku . Yang jarinya segera meraba selangkangan ku . Jarinya menyelinap di balik celana dalamKu .<br />
Aku takut , suamiku curiga , karena Nonokku basah , akibat di buat Karyo tadi .<br />
“ Sayang , koq m-e-m-e-k kamu sudah basah benar sih , kamu horny yah “ kata suami ku . “ ih mas bisa aja , tadi aku habis pipis , di rumah bu Ani “ kataku berbohong . “ oh , kamu di rumah Ani , toh “ kata suamiku .<br />
“ aku mandi dulu yah “ kataku langsung lari ke kamar mandi . Aku segar membasuh mulutku , mencuci bersih nonokku . Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal ini terhadap suamiku. Walaupun selama setahun menikah dengannya tak pernah sekalipun aku merasa begitu nikmat dalam bercinta.<br />
Aku membutuhkan kenikmatan itu , tapi aku juga membutuhkan suamiku . Aku tak habis pikir , pikiranku menolak Karyo , tapi tubuhku sangat menginginkan Karyo .<br />
“ sayang , cepat dong ..” terdengar suara mesra suamiku .<br />
Malam itu kami bercinta . ada rasa hambur disitu . Aku mencintai suamiku , tapi rasanya sexku tak terpuaskan . Sekarang aku makin bisa membedakan . Benar kata Karyo , Aku seperti tempolong , suamiku hanya mempergunakan nonokku untuk mengeluarkan spermanya , tanpa bisa memuaskan diriku.<br />
Tapi biar bagaimanapun , Rio adalah pilihanKu , aku harus konsekuen . Aku mencintainya apa adanya. Aku lebih baik mengekang nafsu birahi . Aku memutuskan untuk tak menemui Karyo lagi .<br />
“ Aini , mas besok harus ke Jakarta , menemui dereksi darti kantor pusat “ kata Rio tiga hari setelah kenaikan jabatannya .<br />
“ ha , berapa hari mas , saya boleh ikut ? kataku.<br />
“ Ah cuma sehari koq , “ kata Rio . “ tapi mas , saya takut di rumah sendiran “ kata ku , dengan harapan suamiku mau mengajakku ke Jakarta . Tapi jawabannya , berbeda dengan yang kuharapkan .<br />
“ saya sudah minta Pak Karyo unutk mengawasi rumah kita , dia akan mengirim anak buahnya , untuk jaga di sini , kamu tenang aja deh “ kata suamiku. Jantung berdugup keras , Karyo lagi ..<br />
Pagi itu suamiku di jemput mobil dari kantornya , dan mobil itu segera membawa suamiku ke airport . Dangan melambaikan tangan aku melepas suami ku ke Jakarta.<br />
Belum sempat aku menutup pintu rumahku , sosok tubuh besar itu sudah berada di depan pintu rumahku . “ Karyo , mau apa pagi pagi begini ke rumah orang “ kataku ku buat ketus.<br />
“ loh , suami mu minta , aku menjaga rumah mu , juga menjaga dirimu he he he “ kata Karyo , yang terus masuk ke rumahku tanpa di persilakan.<br />
“ Karyo , tolong jangan ganggu aku , “ kataKu . Karyo menatapku , bola matanya bagaikan bersinar , yang menerobos ke mataku . “ Aini , ayo katakan dengan nurani kamu , kamu tak membutuhkan diriku “ kata Karyo .<br />
“ Aku , aku , aku “ lidahku seperti terkunci . Tangan karyo segera mengandeng tubuhku , membawaku masuk ke kamarku.<br />
“ sayang , aku tak bermaksud jahat sama kamu , aku cuma mau memberi kamu kenikmatan sayang . kita sama sama butuh itu “ kata Karyo .<br />
Perlahan Karyo melepas daster tidurku , yang di balik daster itu aku tak memakai bra . Dan buah dadaku langsung terpampang di hadapannya . Perlahan lidahnya menjilat puting susuku . “ ahh .. “ desahku.<br />
Pikiranku kosong melopong , aku lupa suamiku . aku hanya ingat kenikmat yang kudapat dari Karyo . Lidahnya terus bermain di putingku . Jari jarinya hinggap di selangkangan celana dalam merahku . “ ohh Karyo .. sudah tolong jangan bikin aku nafsu ” .<br />
Jari jari itu bergerak , dan nonokku mulai mengeluarkan lendir birahi . Mulutnya pun terus menyedot nyedot buah dadaku . Jarinya terus menari nari di selangkangan celana dalamku yang makin membasah .<br />
“ Ohh , Karyo kamu jahat ooh i-t-i-l saya jadi gatel .. “ desah saya . Karyo terus menaikkan birahi saya dengan permainannya. Saya sudah tak tahan , saya mendesah kenikmatan “ karyo , saya mau keluar “ . Saat itu , Karyo dengan sekuat tenaga , meremas buah dada saya .<br />
Saya menjerit kesakitan , otomatis , birahi saya menurun , orgasme saya menghilang . Tapi Karyo perlahan menjilati lagi putting susu saya . mengelitik . Membuat birahi saya berangsur naik kembali . Kembali saya mendesah kenikmatan .<br />
Saat saya hampir menuju puncak kenikmatan saya , Karyo mengigit putting susu saya , memberi saya rasa sakit . kembali saya gagal orgasme.<br />
Tapi Karyo segera menaikan birahi saya lagi ,dengan memainkan selangkangan saya “ Karyo tolonglah , saya mau orgasme buat saya orgasme . ” saya memohon orgasme pada dirinya setelah dia mengagalkan orgasme saya yang ke tiga kali .<br />
“ tenang sayang , saya pasti kasih kamu orgasme yang ternikmat yang pernah kamu rasakan “ . Sambil dia mendorong tubuh saya dan saya terduduk di pinggir ranjang.<br />
Celana dalan saya , sudah terlepas dari tubuh saya . dangan dua jarinya bibir nonok saya di buka . Lidahnya menjulur menjilati kelentit saya . Saya mengerang “ ohh , iyah terus buat saya orgasme , saya mau keluar …Karyo ..” .<br />
Lidahnya dengan cepat , terus merangsang kelentit saya yang semakin membesar ,<br />
“ oh.. karyo , gatel , enak sekali teruss “ . Lidah itu terus menjilati kelentit saya .<br />
Saya sudah dekat , dan seperti nya Karyo tahu , Dia sengaja , segera kelentit saya di sedotnya dengan kuat , saya merasakan sakit sekali , yang membuat orgasme saya pergi menjauh .<br />
“ Karyo , kamu jahat , kamu jahat , tolong saya mau keluarr “ kata saya mengiba , rasanya saya ingin menangis . Mengiba minta orgasme , dari orang seperti Karyo , sangat merendah kan diri saya. Tapi apa boleh buat , saya tengah di amuk birahi .<br />
“ Aini sayang , tenang kamu pesti mendapatkan orgasme “ katanya . Lidahnya kembali menjilati kelentit saya dengan lembut. Tiga buah jarinya di gunakan menekan perut saya di bawah pusar . Ini membuat saya merasa ingin pipis . Saya mencoba mengeser tanganya . Tapi saya seperti tak bertenaga.<br />
Lidahnya terus memberi kenikmatan di kelentit saya , sebentar saja , rasa ingin orgasme telah mendera tubuh saya . “ Ohh , Karyo , saya , oh i-t-i-l nya ..oh gatel sekali , saya tak kuatt .. oh kebelet.. mau pipis “ . Saya merasakan seperti nya sulit menahan rasa ingin pipis , tapi saya juga mau orgasme.<br />
“ Yah , lepaskan Aini , ayo keluarkan nafsu birahi kamu ..” kata Karyo . Tubuhku mengejang “ OOHHHH .. Karyo .. ahh gatell gatell aku tak tahan“ jeritku tak karuan .<br />
Tubuhku mengerang nikmat , dan Aku menyemburkan pipiku dengan kuat . Aku merasa kan setiap tetes air seniku , mengalir memberi sensasi kenikmatan , berbarengan orgasmeKu .<br />
Aku orgasme dangan begitu fantastik , tak aku perdulikan kamarku yang basah dengan air pipisku . Tubuhku sepertinya rontok , tulangku seperti lepas , aku terbaring dengan lemas.<br />
Karyo hanya melihatku dengan tersenyum . Dan membiarkan diriku beristirahat.<br />
Setelah itu tubuh Karyo yang bugil merangkang menaikki tubuhku , aku berusaha mendorong tubuhnya “ Karyo jangan , aku pakai mulutku saja “ kataKu , tak rela penisnya memasuki tubuhku .<br />
“ aku sudah pernah merasakan mulut kamu sayang , sekarang aku mau coba m-e-m-e-k kamu “ kata Karyo . Tubuh terasa lemas , seperti tak bertulang , Karyo dengan mudah membuka lebar kaki ku , kepala penisnya mulai menyetuh liang nonokku .<br />
Air mataku meleleh di pipiku saat itu aku teringat suamiku Rio . Aku memejamkan mata . Saat kurasa , penisnya mulai memasuki tubuhku .<br />
Getar getar nikmat mulai berkecamuk di diriku . Aku merasakan sentuhan penisnya yang menikmatkan. Tak pernah Sekalipun aku menemukan rasa ini pada penis Rio .<br />
Tat kala batang penis hitamnya bergerak keluar masuk , aku mulai merakan nikmat yang luar biasa , Karyo yang terus mengocok nonokku dengan penisnya mendengus “ m-e-m-e-k kamu luar biasa nikmatnya sayang “ katanya .<br />
Dalam hati aku pun berkata yang sama . “ Ahh Karyo .. ahhh “ desahku Goyangannya yang lembut, tapi mantap segera membawaku ke puncak orgasme . Tapi seperti sebelumnya Karyo menahannya . Dia membenamkan penis besar di dalam , nonokku , dan dia diam tak bergerak .<br />
“ Karyo , ayo goyang dong ..” pintaKu . Karyo tersenyum “ loh , tadi gak mau , koq sekarang minta “ . Wajahku sepertinya panas , birahiku melorot .<br />
Kembali Karyo mengoyang , dan membawaku kepuncak orgasmeku . Aku sudah tak tahan , aku harus mendapatkan orgasmeku . Dan lagi lagi Karyo dengan sengaja membatalkan orgasmeku . Penisnya di hentak keras ke dalam nonokku , rasanya kepala penisnya memukul rahimku .<br />
Aku mengerang sakit . “ Karyo , kamu jahat sekali ..” kataku . Karyo tersenyum . “ kalau mau ninta orgasme dari aku yah , kamu harus minta dengan mesra dan nafsu dong “ katanya.<br />
Aku seperti seorang cewek murahan tak bisa berpikir jernih . langsung aku berkata “ Ayo , mas Karyo e-n-t-o-tin Aini ,yah , Aini minta orgasme , ayo mas tolong “.<br />
Karyo tersenyum , “kamu merangsang sekali, perempuan alim berjilbab tetapi kata-katamu jorok dan cabul… ha ha ha”, dan dia mulai mengoyang batang penisnya. Penis itu membuat aku gila . Sebentar saja , rasa gatel di nonokku , membuat tubuhku mengerang dan menjerit “ ahhh , enak….aku keluarrr “ .<br />
Aku lemas , Karyo menahan gerakan penisnya sebentar , merasakan otot otot nonokku meremas batang penisnya , dan kemudian bergerak lagi . Sebentar saja , aku mencapai orgasme lagi .<br />
Entah hari itu berapa kali tubuhku , mengejang di buat orgasme oleh batang penis Karyo . Yang jelas aku sangat menikmati permainannya . Aku lupa siapa diriku , aku lupa siapa suamiku.<br />
Sejak saat itu, saya pun ketagihan dengan permainan Pak Karyo. Kami masih sering melakukannya. Kalau tidak di rumahnya, kami juga nginap di Tawangmangu. Selalu saya telanjang bulat tetapi jilbab tetap saya kenakan. Meski, kemudian Pak Karyo juga sering minta duit, saya tidak merasa membeli kepuasan sahwat kepadanyaPrimbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-2702759056695105002011-09-16T19:27:00.001-07:002011-09-16T19:27:06.838-07:00Kesucian Gadis SMUAku tinggal di Cirebon tapi tempat kerjaku di dekat Indramayu yang berjarak sekitar 45 Km dan kutempuh dengan kendaraan kantor (nyupir sendiri) sekitar 1 jam. Bagi yang tahu daerah ini, pasti akan tahu jalan mana yang kutempuh. Setiap pagi kira-kira jam 06.30 aku sudah meninggalkan rumah melewati route jalan yang sama (cuma satu-satunya yang terdekat) untuk berangkat ke kantor. Pagi hari di daerah ini, seperti biasa terlihat pemandangan anak-anak sekolah entah itu anak SD, SMP ataupun SMU, berjajar di beberapa tempat di sepanjang jalan yang kulalui sambil menunggu angkutan umum yang akan mereka naiki untuk ke sekolah mereka masing-masing. Karena angkutan umum sangat terbatas, biasanya mereka melambai-lambaikan tangannya dan mencoba menyetop kendaraan yang lewat untuk mendapatkan tumpangan. Kadang-kadang ada juga kendaraan truk ataupun pick-up yang berhenti dan berbaik hati memberikan tumpangan, sedangkan kendaraan lainnya jarang mau berhenti, karena yang melambai-lambaikan tangannya berkelompok dan berjumlah puluhan. <br />
<span id="more-310"></span><br />
Suatu hari Senin di bulan Oktober 98, aku keluar dari rumah agak terlambat yaitu jam 06.45 pagi. Kuperhatikan anak-anak sekolah yang biasanya ramai di sepanjang jalan itu mulai agak sepi, mungkin mereka sudah mendapatkan kendaraan ke sekolahnya masing-masing. Saat perjalananku mencapai ujung desa Bedulan (tempat ini pasti dikenal oleh semua orang karena sering terjadi tawuran antar desa sampai saat ini), kulihat ada seorang anak sekolah perempuan yang melambai-lambaikan tangannya.<br />
Setelah kulihat di belakangku tidak ada kendaraan lain, aku mengambil kesimpulan kalau anak sekolah itu berusaha mendapatkan tumpangan dariku dan karena dia seorang diri di sekitar situ maka segera kuhentikan kendaraanku serta kubuka kacanya sambil kutanyakan, “Mau ke mana dik?”. Kulihat anak sekolah itu agak cemas dan segera menjawab pertanyaanku, “Pak boleh saya ikut sampai di SMA——– (edited by Yuri)”, dari tadi kendaraan umum penuh terus dan saya takut terlambat?, dengan wajah yang penuh harap. “Yaa…, OK lah.., naik cepat”, kataku. “Terima kasih paak”, katanya sambil membuka pintu mobilku.<br />
Jarak dari sini sampai di sekolahnya kira-kira 10 Km dan selama perjalanan kuselingi dengan pertanyaan-pertanyaan ringan, sehingga aku tahu kalau dia itu duduk di kelas 3 SMU di——dan bernama War (edited by Yuri). Tinggi badannya kira-kira 155 cm, warna kulitnya bisa dibilang agak hitam bersih dan tidak cantik tapi manis dan menarik untuk dilihat, entah apanya yang menarik, mungkin karena matanya agak sayu.<br />
Tidak terlalu lama, kendaraanku sudah sampai di daerah——-dan War segera memberikan aba-aba. “Ooom…, sekolah saya ada di depan itu”, katanya sambil jarinya menunjuk satu arah di kanan jalan. Kuhentikan kendaraanku di depan sekolahnya dan sambil menyalamiku War mengucapkan terima kasih. Sambil turun dari mobil, War masih sempat bertanya, “Oom…, besok pagi saya boleh ikut lagi.., nggak Oom, lumayan Oom…, bisa naik mobil bagus ke sekolah dan sekalian menghemat ongkos.., boleh yaa.. Oom?”. Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu, tapi kupandangi wajahnya, lalu kujawab, “Boleh boleh saja War ikut Oom, tapi jangan bergerombol ikutnya yaa”.<br />
“Enggak deh Oom, saya cuma sendiri saja kok selama ini”.<br />
Setiap pagi sewaktu aku mencapai desa itu, War sudah ada di pinggir jalan dan melambaikan tangannya untuk menghentikan mobilku. Dalam setiap perjalanan dia makin lama makin banyak bercerita soal keluarganya, kehidupannya di desa, teman-teman sekolahnya dan dia juga sudah punya pacar di sekolahnya. Ketika kutanya apakah pacarnya tidak marah kalau setiap hari naik mobil orang, War bilang tidak apa-apa tapi tanpa ada penjelasan apapun, sepertinya dia enggan menceritakan lebih jauh soal pacarnya. War juga cerita bahwa selama ini dia tidak pernah kemana-mana, kecuali pernah dua kali di ajak pacarnya piknik ke daerah wisata di Kuningan.<br />
Seminggu kemudian di hari Jum’at, waktu War akan naik di mobilku kulihat wajahnya sedih dan matanya bengkak seperti habis menangis dan War duduk tanpa banyak bicara.<br />
Karena penasaran, kusapa dia, “War, habis nangis yaa…, kenapa..? coba War ceritakan.., siapa tahu Oom bisa membantu”. War tetap membisu dan sedikit gelisah. Lama dia diam saja dan aku juga tidak mau mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi kemudian dia berkata, “Oom, saya habis ribut dengan Bapak dan Ibu”, lalu dia diam lagi.<br />
“Kalau War percaya pada Oom, tolong coba ceritakan masalahnya apa, siapa tahu Oom bisa membantu”, kataku tetapi War saja tetap membisu.<br />
Ketika mobilku sudah mendekati sekolahnya, tiba-tiba War berkata, “Oom…, boleh nggak War minta waktu sedikit buat bicara di sini, mumpung masih belum sampai di sekolah”. Mendengar permintaannya itu, segera saja kuhentikan mobilku di pinggir jalan dan kira-kira jaraknya masih 2 Km dari sekolahnya.<br />
“Ada apa War…?”, Kataku. War tetap diam dan sepertinya ada keraguan untuk memulai berbicara.<br />
“Ayoo…, lah War (sebenarnya pengarang penuliskan tiga harus terakhir dari namanya, tapi terpaksa oleh Yuri diganti jadi 3 huruf terdepan), jangan takut atau ragu…, ada apa sebenarnya”, tanyaku lagi.<br />
“Begini…, Oom, kata War”, lalu dia menceritakan bahwa tadi malam dia minta uang kepada orang tuanya untuk membayar uang sekolahnya yang sudah tiga bulan belum dibayar dan hari ini adalah hari terakhir dia harus membayar, karena kalau tidak dia tidak boleh mengikuti ulangan. Orang tuanya ternyata tidak mempunyai uang sama sekali, padahal uang sekolah yang harus dibayar itu sebesar 80 ribu rupiah. Alasan orang tuanya karena panen padi yang diharapkan telah punah karena hujan yang terus menerus. Dan katanya lagi orang tuanya menyuruh dia berhenti sekolah karena tidak mampu lagi untuk membayar uang sekolah dan mau dikimpoikan dengan tetangganya.<br />
Aku tetap diam untuk mendengarkan ceritanya sampai selesai dan karena War juga terus diam, lalu kutanya, “Teruskan ceritamu sampai selesai War”. Dia tidak segera menjawab tapi yang kulihat airmatanya terlihat menggenang dan sambil mengusap air matanya dia berkata, “Oom, sebetulnya masih banyak yang ingin War ceritakan, tapi saya takut nanti Oom terlambat ke kantornya dan War juga harus ke sekolah, serta lanjutnya lagi…, kalau Oom ada waktu dan tidak keberatan, saya ingin pergi dengan Oom supaya saya bisa menceritakan semua masalah pribadi saya”. Setelah diam sejenak, lalu War berkata lagi, “Oom, kalau ada dan tidak keberatan, saya mau pinjam uang Oom 80 ribu untuk membayar uang sekolah dan saya janji akan mengembalikan setelah saya dapat dari orang tua saya”.<br />
Mendengar cerita War walaupun belum seluruhnya, hatiku terasa tersayat dan segera kurogoh dompetku dan kuambilkan uang 200 ribu dan segera kuberikan padanya.<br />
“Lho Oom, kok banyak benar…, saya takut tidak dapat mengembalikannya”, katanya sambil menarik tangannya sebelum uang dari tanganku dipegangnya.<br />
“War.., ambillah…, nggak apa-apa kok, sisanya boleh kamu belikan buku-buku atau apa saja…, saya yakin War membutuhkannya”, dan segera kupegang tangannya sambil meletakkan uang itu ditangannya dan sambil kukatakan, “War.., ini nggak usah kamu beritahukan kepada siapa-siapa, juga jangan kepada orang tuamu…, dan War nggak perlu mengembalikannya”.<br />
Belum selesai kata-kataku, tiba-tiba saja dari tempat duduknya dia maju dan mencium pipi kiriku sambil berkata, “Terima kasih banyak Oom.., Oom.. sudah banyak menolong saya”. Aku jadi sangat terkesiap dan berdebar, bukan karena mendapat ciuman di pipiku, tapi karena tangan kiriku tersentuh buah dadanya yang terasa sangat empuk sehingga tidak terasa penisku menjadi tegang dan sementara War masih mencium pipiku, kugunakan tangan kananku untuk membelai rambutnya dan kucium hidungnya.<br />
“Ayoo…, War…, sudah lama kita di sini, nanti kamu terlambat sekolahnya”.<br />
War tidak menjawab tapi kulihat dikedua matanya masih tergenang air matanya. Ketika sudah sampai di depan sekolahnya sambil membuka pintu mobil, War berkata, “Oom.., terima kasih yaa.. Ooom dan kapan Oom ada waktu untuk mendengar cerita War”.<br />
“Kalau besok gimana..?, kataku.<br />
“Boleh.., oom”, jawabnya cepat.<br />
“Lho…, besok kan masih hari Sabtu dan War kan harus sekolah”, jawabku.<br />
“Sekali-kali mbolos kan nggak apa apa Oom…, hari Sabtu kan pelajarannya tidak begitu padat dan kurang penting”, kata War.<br />
“Oklah…, kalau begitu…, War, kita ketemu besok pagi ditempat biasa kamu menunggu”.<br />
Dalam perjalanan ke kantor setelah War turun, masalah War terasa mengganggu pikiranku sehingga tidak terasa aku sudah sampai di kantor. Sebelum pulang kantor, aku izin untuk tidak masuk besok Sabtu pada Bossku dengan alasan akan mengurus persoalan keluarga di Kuningan. Demikian juga waktu malamnya kukatakan pada istriku kalau aku harus ke Jakarta untuk urusan kantor dan kalau selesainya telat terpaksa harus menginap dan pulang pada hari Minggu.<br />
Besok paginya dengan berbekal 1 stel pakaian yang telah disiapkan oleh Istriku, aku berangkat dan sampai di tempat yang biasa, kulihat War tetap memakai baju seragam sekolahnya. Setelah dia naik ke mobil, kembali kulihat matanya tetap seperti habis menangis.<br />
Lalu kutanya, “War…, habis perang lagi yaa?, soal apa lagi?”.<br />
“Oom, ceritanya nanti saja deh”, katanya agak malas.<br />
“Kita mau kemana Oom?”, Tanyanya.<br />
“Lho…, terserah War saja.., Oom sih ikut saja”.<br />
“Oom…, saya kepingin ke tempat yang agak sepi dan nggak ada orang lain…, jadi kalau-kalau War nangis, nggak ada yang melihatnya kecuali Oom”.<br />
Sambil memutar mobilku kembali ke arah Cirebon, aku berpikir sejenak mau ke tempat mana yang sesuai dengan permintaan War, dan segera teringat kalau di pinggiran kota Cirebon yang ke arah Kuningan ada sebuah lapangan Golf dan Cottage CPN.<br />
Segera saja kukatakan padanya, “War… Tempat yang sesuai dengan keinginanmu itu kayaknya agak susah, tapi…, bagaimana kalau kita ke CPN saja..?”.<br />
“Dimana itu Oom dan tempat apaan?”,tanya War.<br />
Aku jadi agak susah menjelaskannya, tapi kujawab saja, “Tempatnya sih nggak jauh yaitu sedikit di luar Cirebon dan…, begini saja deh.., War.., kita ke sana dulu dan kalau War kurang setuju dengan tempatnya, kita cari tempat lain lagi”.<br />
Setelah sampai di tempat dan mendaftar di receptionist serta memesan minuman ringan serta mengambil kunci kamarnya, segera aku kembali ke mobil dan kutanyakan pada War–”gimana War.., kamu mau disini..?, lihat saja tempatnya sepi (maklum saja masih pagi-pagi. Receptionistnya saja seperti terheran-heran, sepertinya berfikir kok ada tamu pagi-pagi sekali dan nomor mobilnya bukan dari luar kota).<br />
Setelah mobil kuparkir di depan kamar, sebelum turun kutanya dia kembali, “War…, gimana.., mau di sini? atau mau cari tempat lain?”. War tidak segera menjawab pertanyaanku, tapi dia ikut turun dari mobil dan mengikutiku ke arah pintu kamar motel. Segera setelah sampai di dalam, dia langsung duduk di tempat tidur sambil memperhatikan seluruh ruangan. Karena kulihat dia tetap diam saja, aku jadi merasa tidak enak dan segera kudekati dia yang masih tetap duduk di pinggiran tempat tidur dan sambil agak berlutut, kucium keningnya beberapa saat dan tiba-tiba saja War memelukku dan terdengar tangisan lirih sambil terisak-isak. Sambil masih memelukku, kuangkat berdiri dari duduknya dan kuelus-elus rambutnya, sambil kucium pipinya serta kukatakan, “War coba tenangkan dirimu dan ceritakan semua masalah mu pada Oom…, siapa tahu Oom bisa membantumu dalam memecahkan masalahmu itu”. War masih saja memelukku tapi senggukan tangisnya mulai mereda. Beberapa saat kemudian kubimbing dia ke arah tempat tidur dan perlahan kutelentangkan War di tempat tidur dan kurangkulkan tangan kiriku di bahunya dan kupandangi wajahnya, sambil kukatakan, “War cobalah ceritakan masalahmu itu dan biar Oom bisa mengetahui permasalahanmu itu”.<br />
War tetap diam saja dan memejamkan matanya, tapi tak lama kemudian, sambil menyeka air matanya dia membuka matanya dan memandang ke arahku yang jaraknya antara wajahnya dan wajahku sangat dekat sekali.<br />
“Oom…”, katanya seperti akan memulai bercerita, tapi lalu dia diam lagi. “War…”, kataku sambil kucium pipinya dan kuusap-usapkan jari tangan kananku di rambutnya, “cerita lah”.<br />
Lalu War mulai bercerita dan dia menceritakan secara panjang lebar soal kehidupan keluarganya yang miskin, dia anak pertama dari 3 bersaudara, tentang pacarnya di sekolah tapi lain kelas yang sudah 2 tahun pacaran dan sekarang sudah meninggalkan dia karena mendapatkan pacar baru di kelasnya dan dia juga menceritakan kalau orang tuanya sudah menjodohkan dengan tetangganya yang sudah punya istri dan anak, tapi kaya dan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah War dan dia harus segera berhenti dari sekolahnya karena akan dikimpoikan pada bulan Maret akan datang. War katanya kepingin sekolah dulu dan belum pingin kimpoi, apalagi kimpoi dengan orang yang sudah punya Istri dan anak. War punya keinginan mau lari dari rumahnya, tapi tidak tahu mau ke mana. War juga menceritakan bahwa sebetulnya dia masih cinta kepada kawan sekolahnya itu, apalagi dia sudah telanjur pernah tidur bersama sewaktu piknik ke Kuningan dulu, walaupun katanya dia tidak yakin kalau punya pacarnya itu sudah masuk ke vaginanya apa belum, karena belum apa-apa sudah keluar katanya.<br />
“Jadi…, gimana.., Oom.., apa yang harus saya perbuat dengan masalah ini, katanya setelah menyelesaikan ceritanya.<br />
“War”, kataku sambil kembali kuelus-elus rambutnya dan kucium pipinya di dekat bibirnya.<br />
“War…, masalahmu kok begitu rumit, terutama persoalan lamaran tetanggamu itu. Begini saja War…, sebaiknya kamu minta kepada orangtuamu untuk menunda perkimpoian itu sampai kamu selesai sekolah. Bilang saja…, kalau ujian SMA-mu hanya tinggal beberapa bulan lagi”.<br />
“Katakan lagi…, sayang kalau biaya yang telah dikeluarkan selama hampir tiga tahun di SMA harus hilang percuma tanpa mendapatkan Ijasah. War…, sewaktu kamu mengatakan ini semua, jangan pakai emosi, katakan dengan lemah lembut, mudah-mudahan saja orang tuamu mau mengerti dan mengundurkan perjodohanmu dengan tetanggamu itu”.<br />
“Kalau orang tuamu setuju, jadi kamu bisa konsentrasi untuk menyelesaikan sekolahmu dan yang lainnya bisa dipikirkan kemudian”.<br />
Setelah selesai memberikan saran ini, lalu kembali kucium pipinya seraya kutanya…, “War…, bagaimana pendapatmu dengan saran Oom ini?”.<br />
Seraya saja War bangkit dari tidurnya dan memelukku erat-erat sambil menciumi pipiku dan berkata, “Ooom…, terima kasih.., atas saran Oom ini…, belum terpikir oleh saya sebelumnya hal ini…, Oom sangat baik terhadap War entah bagaimana caranya saya membalas kebaikan Oom”, dan terasa air matanya menetes di pipiku.<br />
Setelah diam sesaat, kembali kurebahkan badan War telentang dan kulihat dari matanya yang tertutup itu sisa air matanya dan segera kucium kedua matanya dan sedikit demi sedikit cimmanku kuturunkan ke hidungnya dan terus turun ke pipi kirinya, setelah itu kugeser ciumanku mendekati bibirnya. Karena War masih tetap diam dan tidak menolak, keberanianku semakin bertambah dan secara perlahan-lahan kugeser ciumanku ke arah bibirnya, dan tiba-tiba saja War menerkam dan memelukku serta mencari bibirku dengan matanya yang masih tertutup. Aku berciuman cukup lama dan sesekali lidahku kujulurkan ke dalam mulutnya dan War mengisapnya. Sambil tetap berciuman, kurebahkan badannya lagi dan tangan kananku segera kuletakkan tepat di atas buah dadanya yang terasa sangat kenyal dan sedikit kuremas. Karena tidak ada reaksi yang berlebihan serta War bukan saja mencium bibirku tapi seluruh wajahku, maka satu persatu kancing baju SMU-nya berhasil kulepas dan ketika kusingkap bajunya, tersembul dua bukit yang halus tertutup BH putih tipis dan ukurannya tidak terlalu besar.<br />
Ketika kucoba membuka baju sekolahnya dari tangan kanannya, War kelihatannya tetap diam dan malah membantu dengan membengkokkan tangannya. Setelah berhasil melepas baju dari tangan kanannya, segera kucari kaitan BH-nya di belakang dan dengan mudah kutemukan serta kulepaskan kaitannya, sementara itu kami masih tetap berciuman, kadang dibibir dan sesekali di seluruh wajah bergantian. BH-nya pun dengan mudah kulepas dari tangan kanannya dan ketika kusingkap BH-nya, tersembul buah dada War yang ukurannya tidak terlalu besar tapi menantang dan dengan puting susunya berwarna kecoklatan.<br />
Dan dengan tidak sabar dan sambil meremas pelan payudara kanannya, kuturunkan wajahku menyelusuri leher dan terus ke bawah dan sesampainya di payudaranya, kujilati payudara War yang menantang itu dan sesekali kuhisap puting susunya, sementara War meremas-remas rambutku seraya terdengar suara lirih, “aahh…, aahh…, ooomm…, ssshh…, aahh”. Aku paling tidak tahan kalau mendengar suara lirih seperti ini, serta merta penisku semakin tegang dan kugunakan kesempatan ini sambil tetap menjilati dan menghisap payudara War, kugunakan tangan kananku untuk menelusuri bagian bawah badan War.<br />
Ketika sampai di celana dalamnya serta kuelus-elus vaginanya, terasa sekali ada bagian CD yang basah. Sambil masih tetap menjilati payudara War, kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping CD-nya untuk mencari bibir vaginanya dan ketika dapat dan kuelus, badan War terasa menggelinjang dan membukakan kakinya serta kembali terdengar, “aahh…, ssshh…, ssshh…, aahh”. Aku jadi semakin penasaran saja mendengar suara War mengerang lirih seperti itu. Segera kulepas tanganku yang ada di vaginanya dan sekarang kugunakan untuk mencari kancing atau apapun yang ada di Rok sekolahnya untuk segera kulepas. Untung saja rok sekolah yang dipakai adalah rok standard yaitu ada kaitan sekaligus ritsluiting, sehingga dengan mudah kutemukan dan kubuka kaitan dan ritsluitingnya, sehingga roknya menjadi longgar di badan War.<br />
Lalu perlahan-lahan kuturunkan badanku serta ciumanku menelusuri perut War seraya tanganku berusaha menurunkan roknya. Roknya yang sudah longgar itu dengan mudah kuturunkan ke arah kakinya dan kuperhatikan War mengenakan CD warna merah muda dan kulihat juga vaginanya yang menggunung di dalam CD-nya.<br />
Badan War menggelinjang saat ciumanku menelusuri perut dan pada saat ciumanku mencapai CD di atas gunungan vaginanya, gelinjang badan War semakin keras dan pantatnya seakan diangkat serta tetap kudengar suaranya yang lirih sambil meremas-remas rambutku agak keras serta sesekali memanggil, “ssshh…, aahh…, ssshht…, ooom…, aahh”. Sambil kujilati lipatan pahanya, kuturunkan CD-nya perlahan-lahan dan setelah setengahnya terbuka, kuperhatikan vagina War masih belum banyak ditumbuhi bulu sehingga terlihat jelas belahan vaginanya dan basah.<br />
Setelah berhasil melepas CD-nya dari kedua kaki War yang masih menjulur di lantai, kuposisikan badanku diantara kedua paha War sambil merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan-pelan kujulurkan lidahku dan kujilati belahan vaginanya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Bersamaan dengan jilatanku itu, tiba-tiba War bangun dari tidurnya dan berkata, “Jaa…, ngaan…, Ooom”, sambil mencoba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya.<br />
Karena takut War akan marah, maka dengan terpaksa aku bangkit dan kupeluk War serta berusaha menidurkannya lagi sambil kucium bibirnya untuk menenangkan dirinya. War tidak memberikan komentar apa-apa, tapi kami kembali berciuman dan War sepertinya lebih bernafsu dari sebelumnya dan lebih agresif menciumi seluruh wajahku. Sementara itu tanganku kugunakan untuk melepas baju dan BH War yang sebelah dan yang tadi belum sempat kulepas, War sepertinya mendiamkan saja, malah sepertinya membantuku dengan memiringkan badannya agar bajunya mudah kulepas. Sambil tetap berciuman, sekarang aku berusaha untuk melepas baju dan celanaku sendiri.<br />
Setelah aku berhasil melepas semua pakaianku termasuk CD-ku, lalu dengan harap-harap cemas karena aku takut War akan menolaknya, aku menempatkan diriku yang tadinya selalu di samping kiri atau kanan badan War, sekarang aku naik di atas badan War. Perkiraanku ternyata salah, setelah aku ada di atas badan War, ternyata dia malah memelukkan kedua tangannya di punggungku sambil sesekali menekan-nekan. Dalam posisi begini, terasa penisku agak sakit karena tertindih di antara badanku dan paha War. Karena tidak tahan, segera kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang nikmat, tapi bersamaan dengan kakiku terangkat, kurasakan War malah merenggangkan kedua kakinya agak lebar, tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan, segera saja kutaruh kedua kakiku di bagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu dan sekarang terasa penisku berada di atas vagina War. War masih memelukkan kedua tangannya di punggungku dan meciumi seluruh wajahku.<br />
Sambil masih tetap kujilat dan ciumi seluruh wajahnya, kuturunkan tanganku ke bawah dan sedikit kumiringkan badanku, perlahan-lahan kuelus vagina War yang menggembung dan setelah beberapa saat lalu kupegang bibir vaginanya dengan jariku dan kurasakan kedua tangan War serasa mencekeram di punggungku dan ketika jari tengahku kugunakan untuk mengelus bagian dalam vaginanya, terasa vagina War sangat basah dan kurasakan badan bawah War bergerak perlahan-lahan sepertinya mengikuti gerakan jari tanganku yang sedang mengelus dan meraba bagian dalam vaginanya dan sesekali kupermainkan clitorisnya dengan jari-jariku sehingga War sering berdesis, “Ssshh…, ssshh…, aahh…, ssshh”, sambil kurasakan jari kedua tangannya menusuk punggungku.<br />
Setelah sekian lama kupernainkan vaginanya dengan jariku, kemudian kulepaskan jariku dari vagina War dan kugunakan tangan kananku untuk memegang penisku serta segera saja penisku kuarahkan ke vagina War sambil kugosok-gosokan ke atas dan ke bawah sepanjang bagian dalam vagina War, serta kembali kudengar desis suaranya, “ssshh…, ssshh…, ooom…, aahh…, ssshh”, dan pantatnya diangkat naik turun pelan-pelan. Karena kulihat War sudah sangat terangsang nafsunya, segera saja kuhentikan gerakan tanganku dan kutujukan penisku ke arah bawah bagian vaginanya dan setelah kurasa pas, segera kulepaskan tanganku dan kutekan pelan-pelan penisku k edalam vagina War.<br />
Kuperhatikan wajah War agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit serta menghentikan gerakan pantatnya serta bersuara pelan tepat di dekat telingaku, “Aduuuhh…, ooomm…, Jangaannn…, sakiiittt…, Asiihh.., takuuut., Oom”. Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, segera kuhentikan tusukan penisku dan kuelus-elus dahinya sambil kucium telinganya serta kubisikan, “Tidak…, apa-apa…, sayaang…, Oom…, pelan-pelan saja…, kok”, untuk menenangkan ketakutan War. War tidak segera menanggapi kata-kataku dan tetap diam saja dengan tetap masih memelukkan kedua tangannya di punggungku.<br />
Karena dia diam saja dan memejamkan kedua matanya, segera secara perlahan-lahan, kutusukan kembali penisku ke dalam vaginanya dan terdengar lagi War berkata lirih di dekat telingaku, “Aduuuhh…, sakiiittt…, ooom…, Asihh.., takuuut”, padahal kurasakan kalau War mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan-lahan.<br />
Mendengar kata-katanya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan penisku tapi masih tetap ditempatnya yaitu di lubang vaginanya, dan kembali kuciumi bibir dan wajahnya serta kuelus-elus rambutnya sambil kubisiki, “Takut apa sayang..”. War tidak segera menjawab pertanyaanku itu. Sambil menunggu jawabannya, kuteruskan ciumanku di bibirnya dan War mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan lidahku yang kujulurkan ke dalam mulutnya dan kurasakan War mulai memindahkan kedua tangannya dari punggung ke atas pantatku. Aku tetap bersabar menunggu dan tidak terburu-buru untuk menusukkan penisku lagi. Tetap dengan masih menghisap lidahku, kurasakan kedua tangan War sedikit menekan pantatku, entah perintah supaya aku menusukkan penisku ke vaginanya atau hanya perasaanku saja.<br />
Sementara aku diamkan saja dan dengan masih berciuman, kutunggu reaksi War selanjutnya. Ketika ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat War berusaha mengelak mungkin karena kegelian dan kembali kurasakan kedua tangannya seperti menekan pantatku. Lalu kembali kulumat bibirnya dan perlahan tapi pasti, kembali kutekan penisku ke dalam liang kewanitaannya, tapi War tidak kuberi kesempatan untuk berkata-kata karena mulutnya kusumpal dengan mulutku dan penisku makin kutekankan ke dalam vaginanya serta kulihat mata War menutup rapat-rapat seperti menahan sakit.<br />
Karena penisku belum juga menembus vaginanya, lalu sedikit kuangkat pantatku dan kembali kutusukkan ke dalam vagina War dan, “Bleeesss”, terasa penisku sepertinya sudah menembus vagina War dan, “aahh…, sakiiit…, ooom<br />
Ketika sampai di celana dalamnya serta kuelus-elus vaginanya, terasa sekali ada bagian CD yang basah. Sambil masih tetap menjilati payudara War, kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping CD-nya untuk mencari bibir vaginanya dan ketika dapat dan kuelus, badan War terasa menggelinjang dan membukakan kakinya serta kembali terdengar, “aahh…, ssshh…, ssshh…, aahh”. Aku jadi semakin penasaran saja mendengar suara War mengerang lirih seperti itu. Segera kulepas tanganku yang ada di vaginanya dan sekarang kugunakan untuk mencari kancing atau apapun yang ada di Rok sekolahnya untuk segera kulepas. Untung saja rok sekolah yang dipakai adalah rok standard yaitu ada kaitan sekaligus ritsluiting, sehingga dengan mudah kutemukan dan kubuka kaitan dan ritsluitingnya, sehingga roknya menjadi longgar di badan War.<br />
Lalu perlahan-lahan kuturunkan badanku serta ciumanku menelusuri perut War seraya tanganku berusaha menurunkan roknya. Roknya yang sudah longgar itu dengan mudah kuturunkan ke arah kakinya dan kuperhatikan War mengenakan CD warna merah muda dan kulihat juga vaginanya yang menggunung di dalam CD-nya.<br />
Badan War menggelinjang saat ciumanku menelusuri perut dan pada saat ciumanku mencapai CD di atas gunungan vaginanya, gelinjang badan War semakin keras dan pantatnya seakan diangkat serta tetap kudengar suaranya yang lirih sambil meremas-remas rambutku agak keras serta sesekali memanggil, “ssshh…, aahh…, ssshht…, ooom…, aahh”. Sambil kujilati lipatan pahanya, kuturunkan CD-nya perlahan-lahan dan setelah setengahnya terbuka, kuperhatikan vagina War masih belum banyak ditumbuhi bulu sehingga terlihat jelas belahan vaginanya dan basah.<br />
Setelah berhasil melepas CD-nya dari kedua kaki War yang masih menjulur di lantai, kuposisikan badanku diantara kedua paha War sambil merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan-pelan kujulurkan lidahku dan kujilati belahan vaginanya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Bersamaan dengan jilatanku itu, tiba-tiba War bangun dari tidurnya dan berkata, “Jaa…, ngaan…, Ooom”, sambil mencoba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya.<br />
Karena takut War akan marah, maka dengan terpaksa aku bangkit dan kupeluk War serta berusaha menidurkannya lagi sambil kucium bibirnya untuk menenangkan dirinya. War tidak memberikan komentar apa-apa, tapi kami kembali berciuman dan War sepertinya lebih bernafsu dari sebelumnya dan lebih agresif menciumi seluruh wajahku. Sementara itu tanganku kugunakan untuk melepas baju dan BH War yang sebelah dan yang tadi belum sempat kulepas, War sepertinya mendiamkan saja, malah sepertinya membantuku dengan memiringkan badannya agar bajunya mudah kulepas. Sambil tetap berciuman, sekarang aku berusaha untuk melepas baju dan celanaku sendiri.<br />
Setelah aku berhasil melepas semua pakaianku termasuk CD-ku, lalu dengan harap-harap cemas karena aku takut War akan menolaknya, aku menempatkan diriku yang tadinya selalu di samping kiri atau kanan badan War, sekarang aku naik di atas badan War. Perkiraanku ternyata salah, setelah aku ada di atas badan War, ternyata dia malah memelukkan kedua tangannya di punggungku sambil sesekali menekan-nekan. Dalam posisi begini, terasa penisku agak sakit karena tertindih di antara badanku dan paha War. Karena tidak tahan, segera kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang nikmat, tapi bersamaan dengan kakiku terangkat, kurasakan War malah merenggangkan kedua kakinya agak lebar, tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan, segera saja kutaruh kedua kakiku di bagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu dan sekarang terasa penisku berada di atas vagina War. War masih memelukkan kedua tangannya di punggungku dan meciumi seluruh wajahku.<br />
Sambil masih tetap kujilat dan ciumi seluruh wajahnya, kuturunkan tanganku ke bawah dan sedikit kumiringkan badanku, perlahan-lahan kuelus vagina War yang menggembung dan setelah beberapa saat lalu kupegang bibir vaginanya dengan jariku dan kurasakan kedua tangan War serasa mencekeram di punggungku dan ketika jari tengahku kugunakan untuk mengelus bagian dalam vaginanya, terasa vagina War sangat basah dan kurasakan badan bawah War bergerak perlahan-lahan sepertinya mengikuti gerakan jari tanganku yang sedang mengelus dan meraba bagian dalam vaginanya dan sesekali kupermainkan clitorisnya dengan jari-jariku sehingga War sering berdesis, “Ssshh…, ssshh…, aahh…, ssshh”, sambil kurasakan jari kedua tangannya menusuk punggungku.<br />
Setelah sekian lama kupernainkan vaginanya dengan jariku, kemudian kulepaskan jariku dari vagina War dan kugunakan tangan kananku untuk memegang penisku serta segera saja penisku kuarahkan ke vagina War sambil kugosok-gosokan ke atas dan ke bawah sepanjang bagian dalam vagina War, serta kembali kudengar desis suaranya, “ssshh…, ssshh…, ooom…, aahh…, ssshh”, dan pantatnya diangkat naik turun pelan-pelan. Karena kulihat War sudah sangat terangsang nafsunya, segera saja kuhentikan gerakan tanganku dan kutujukan penisku ke arah bawah bagian vaginanya dan setelah kurasa pas, segera kulepaskan tanganku dan kutekan pelan-pelan penisku k edalam vagina War.<br />
Kuperhatikan wajah War agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit serta menghentikan gerakan pantatnya serta bersuara pelan tepat di dekat telingaku, “Aduuuhh…, ooomm…, Jangaannn…, sakiiittt…, Asiihh.., takuuut., Oom”. Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, segera kuhentikan tusukan penisku dan kuelus-elus dahinya sambil kucium telinganya serta kubisikan, “Tidak…, apa-apa…, sayaang…, Oom…, pelan-pelan saja…, kok”, untuk menenangkan ketakutan War. War tidak segera menanggapi kata-kataku dan tetap diam saja dengan tetap masih memelukkan kedua tangannya di punggungku.<br />
Karena dia diam saja dan memejamkan kedua matanya, segera secara perlahan-lahan, kutusukan kembali penisku ke dalam vaginanya dan terdengar lagi War berkata lirih di dekat telingaku, “Aduuuhh…, sakiiittt…, ooom…, Asihh.., takuuut”, padahal kurasakan kalau War mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan-lahan.<br />
Mendengar kata-katanya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan penisku tapi masih tetap ditempatnya yaitu di lubang vaginanya, dan kembali kuciumi bibir dan wajahnya serta kuelus-elus rambutnya sambil kubisiki, “Takut apa sayang..”. War tidak segera menjawab pertanyaanku itu. Sambil menunggu jawabannya, kuteruskan ciumanku di bibirnya dan War mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan lidahku yang kujulurkan ke dalam mulutnya dan kurasakan War mulai memindahkan kedua tangannya dari punggung ke atas pantatku. Aku tetap bersabar menunggu dan tidak terburu-buru untuk menusukkan penisku lagi. Tetap dengan masih menghisap lidahku, kurasakan kedua tangan War sedikit menekan pantatku, entah perintah supaya aku menusukkan penisku ke vaginanya atau hanya perasaanku saja.<br />
Sementara aku diamkan saja dan dengan masih berciuman, kutunggu reaksi War selanjutnya. Ketika ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat War berusaha mengelak mungkin karena kegelian dan kembali kurasakan kedua tangannya seperti menekan pantatku. Lalu kembali kulumat bibirnya dan perlahan tapi pasti, kembali kutekan penisku ke dalam liang kewanitaannya, tapi War tidak kuberi kesempatan untuk berkata-kata karena mulutnya kusumpal dengan mulutku dan penisku makin kutekankan ke dalam vaginanya serta kulihat mata War menutup rapat-rapat seperti menahan sakit.<br />
Karena penisku belum juga menembus vaginanya, lalu sedikit kuangkat pantatku dan kembali kutusukkan ke dalam vagina War dan, “Bleeesss”, terasa penisku sepertinya sudah menembus vagina War dan, “aahh…, sakiiit…, ooom….”, kudengar suara War sambil seperti menahan rasa sakit dan berusaha menarik pantatku. Untuk sementara tidak kugerakkan pantatku dan setelah kulihat War mulai tenang dan kembali mau menciumi wajahku, lalu perlahan-lahan kutekan penisku yang sudah menembus vaginanya supaya masuk lebih dalam lagi.<br />
“aahh…, oom…, pelan…, pelaan..”, kudengar War berkata lirih.<br />
“Iyaa…, sayaang…, ooom pelah-pelan”, jawabku serta kubelai rambutnya. Setelah kudiamkan sebentar, lalu kugerakkan pantatku naik turun sangat pelan agar War tidak merasa kesakitan, dan ternyata berhasil, wajah War keperhatikan tidak tegang lagi sehingga pergerakan penisku keluar masuk vagina War sedikit kupercepat dan belum berapa lama terdengar suara War, “ooom…, ooom…, aaduuuhh…, ooomm…, aahh”, sambil kedua tangannya mencengkeram punggungku dengan kuat dan menciumi keseluruhan wajahku dengan sangat bernafsu dan badannya berkeringat, lalu War berteriak agak keras, “aahh…, ooomm…, aduuuhh..”, lalu War terkapar dan terdiam lemas dengan nafas terengah-engah. Rupanya Aku yakin kalau War sudah mencapai orgasmenya padahal nafsuku baru saja akan naik. Karena kulihat War sepertinya sedang kelelahan dengan kedua matanya tertutup rapat, jadi timbul rasa kasihanku, lalu sambil kuseka keringat wajahnya kuciumi pipi dan bibirnya dengan lembut, tapi War tidak bereaksi dan tanpa kuduga di gigitnya bibirku yang sedang menciumnya seraya berkata lirih, “ooom…, nakal…, yaa, War baru sekali ini merasakan hal seperti tadi”, sambil mencubit punggungku. Aku tidak menjawab komentarnya tapi yang kuperhatikan adalah nafasnya sudah mulai teratur dan secara perlahan-lahan aku mulai menggerakkan penisku lagi keluar masuk vagina War.<br />
Kuperhatikan War mulai terangsang lagi, War mulai menghisap bibirku dan mulai mencoba menggerakkan pantatnya pelan-pelan dan gerakannya ini membuat penisku seperti di pelintir keenakan. Gerakan penisku keluar masuk semakin kupercepat dan demikian juga War mulai makin berani mempercepat gerakan putaran pantatnya, sambil sesekali kedua tangannya yang dipelukkan dipinggangku berusaha menekan sepertinya menyuruhku untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya lebih dalam lagi dan kudengar War mulai bersuara lagi…, “aahh…, aahh…, ooohh…, oomm…, aah”, dan tidak terasa akupun mulai berkicau, “aacchh…, aahh…, Siiihh…, enaakk…, teruuus…, Siiih”. Ketika nafsuku sudah mulai memuncak dan kudengar juga nafas War semakin cepat, dengan perlahan-lahan kupeluk badan War dan segera kubalik badannya sehingga sekarang War sudah berada di atasku dan kupelukkan kedua tanganku di pantatnya, sedangkan wajah War ditempelkan di wajahku. Dengan sedikit makan tenaga, kucoba menggerakkan pantatku naik turun dan setiap kali pantatku naik, kugunakan kedua tanganku menekan pantat War ke bawah dan bisa kurasakan kalau penisku masuk lebih dalam di vagina War, sehingga setiap kali kudengar suaranya sedikit keras, “aahh…, oooh”. Dan mungkin karena keenakan, sekarang gerakan War malah lebih berani dengan menggerakkan pantatnya naik turun sehingga kedua tanganku tidak perlu menekannya lagi dan setiap kali pantatnya menekan ke bawah sehingga penisku serasa masuk semuanya di vagina War, kudengar dia bersuara keenakan, “Aahh…, aah disertai nafasnya yang semakin cepat, demikian juga aku sambil berusaha menahan agar maniku tidak segera keluar.<br />
Gerakan War semakin cepat saja dan kurasakan wajahnya semakin ditekankan ke wajahku sehingga kudengar nafasnya yang sangat cepat itu di dekat telingaku dan, “Aduuuh…, aahh…, aahh…, ooomm.., War…, mauuu.., keluaar…, aah”.<br />
“Tungguuu…, Waarrr.., kitaa…, samaa…, samaa., ooom.., Jugaa.., mauuu…, keluarr”.<br />
“aahh…, aahh…, ooomm”, teriak War sambil mengerakkan pantatnya menggila dan akupun karena sudah tidak tahan menahan maniku dari tadi segera kegerakkan pantatku lebih cepat dan, “Crreeettt…, ccrreeett…, ccccrrreeett…, dan “aahh…, siiihh…, ooom keluaar”, sambil kutekan pantat War kuat-kuat.<br />
Setelah beristirahat sebentar, kuajak War ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan War kembali menjatuhkan badannya di tempat tidur, mungkin masih merasakan kelelahan. Tak terasa jam sudah menunjukkan hampir jam 12 siang dan segera saja kupesan makan siang.<br />
TamatPrimbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-5811117350334811932011-09-16T19:25:00.000-07:002011-09-16T19:25:52.436-07:00Istri Rais<strong></strong>Kenalkan nama saya Basri, usia 41 tahun, berat badan 57 kg, rambut hitam lurus dengan warna kulit antara kehitaman dan kemerahan. Sejak kecil saa tergolong pendiam, kurang pergaulan dan pengalaman. Saya berasal dari keluarga yang hidup sederhana di suatu desa agak terpencil kurang lebih 3 km dari ibu kota kecamatanku. Saya dibesarkan oleh kedua orangtuaku dengan 5 saudara perempuanku. Jujur saja saya adalah suku B, yang ingin mengungkapkan pengalaman hidupku yang tergolong aneh seperti halnya teman-teman lainnya melalui cerita porno di internet.<br />
<span id="more-314"></span><br />
Singkat cerita, setelah saya menikah dengan seorang perempuan pilihan orangtuaku, saya mencoba hidup mandiri bersama istri sebagai bentuk rasa tanggungjawab saya sebagai suami dan kepala rumahtangga, meskipun rasa cintaku pada istriku tersebut belum mendalam, namun tetap saya coba menerima kenyataan ini siapa tahu di kemudian hari saya kami bisa saling mencintai secara penuh, lagi pula memang saya belum pernah sama sekali jatuh cinta pada wanita manapun sebelumnya.<br />
Kami coba mengadu nasib di kota Kabupatenku dengan menyewa rumah yang sederhana. Beberapa bidang usaha saya coba tekuni agar dapat menanggulangi keperluan hidup kami sehari-hari, namun hingga kami mempunyai 3 orang anak, nasib kami tetap belum banyak berubah. Kami masih hidup pas-pasan dan bahkan harapanku semula untuk mempertebal kecintaanku terhadap istriku malah justru semakin merosot saja. Untung saja, saya orangnya pemalu dan sedikit mampu bersabar serta terbiasa dalam penderitaan, sehingga perasaanku itu tidak pernah diketahui oleh siapapun termasuk kedua orangtua dan saudara-saudaraku.<br />
Entah pengaruh setan dari mana, suatu waktu tepatnya Bulan Oktober 2003 aku sempatkan diri berkunjung ke rumah teman lamaku sewaktu kami sama-sama di SMA dulu. Sebut saja namanya Rais. Dia baru saja pulang dari Kalimantan bersama dengan istrinya, yang belakangan saya ketahui kalau istrinya itu adalah anak majikannya sewaktu dia bekerja di salah satu perusahaan swasta di sana. Mereka juga melangsungkan perkawinan bukan atas dasar saling mencintai, melainkan atas dasar jasa dan balas budi.<br />
Sekitar pukul 17.00 sore, saya sudah tiba di rumah Rais dengan naik ojek yang jaraknya sekitar 1 km dari rumah kontrakan kami. Merekapun masih tinggal di rumah kontrakan, namun agak besar dibanding rumah yang kami kontrak. Maklum mereka sedikit membawa modal dengan harapan membuka usaha baru di kota Kabupaten kami. Setelah mengamati tanda-tanda yang telah diberitahukan Rais ketika kami ketemu di pasar sentral kota kami, saya yakin tidak salah lagi, lalu saya masuk mendekati pintu rumah itu, ternyata dalam keadaan tertutup.<br />
“Dog.. Dog.. Dog.. Permisi ada orang di rumah” kalimat penghormatan yang saya ucapkan selama 3 kali berturut-turut sambil mengetuk-ngetuk pintunya, namun tetap tidak ada jawaban dari dalam. Saya lalu mencoba mendorong dari luar, ternyata pintunya terkunci dari dalam, sehingga saya yakin pasti ada orang di dalam rumah itu. Hanya saja saya masih ragu apakah rumah yang saya ketuk pintunya itu betul adalah rumah Rais atau bukan. Saya tetap berusaha untuk memastikannya. Setelah duduk sejenak di atas kursi yang ada di depan pintu, saya coba lagi ketuk-ketuk pintunya, namun tetap tidak ada tanda-tanda jawaban dari dalam. Akhirnya saya putuskan untuk mencoba mengintip dari samping rumah. Melalui sela-sela jendela di samping rumahnya itu, saya sekilas melihat ada kilatan cahaya dalam ruangan tamu, tapi saya belum mengetahui dari mana sumber kilatan cahaya itu. Saya lalu bergeser ke jendela yang satunya dan ternyata saya sempat menyaksikan sepotong tubuh tergeletak tanpa busana dari sebatas pinggul sampai ujung kaki. Entah potongan tubuh laki-laki atau wanita, tapi tampak putih mulus seperti kulit wanita.<br />
Dalam keadaan biji mataku tetap kujepitkan pada sela jendela itu untuk melihat lebih jelas lagi keadaan dalam rumah itu, dibenak saya muncul tanda tanya apa itu tubuh istrinya Rais atau Rais sendiri atau orang lain. Apa orang itu tertidur pula sehingga tersingkap busananya atau memang sengaja telanjang bulat. Apa ia sedang menyaksikan acara TV atau sedang memutar VCD porno, sebab sedikit terdengar ada suara TV seolah film yang diputar. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku kembali ke depan pintu semula dan mencoba mengetuknya kembali. Namun baru saja sekali saya ketuk, pintunya tiba-tiba terbuka lebar, sehingga aku sedikit kaget dan lebih kaget lagi setelah menyaksikan bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda dan cantik dengan pakaian sedikit terbuka karena tubuhnya hanya ditutupi kain sarung. Itupun hanya bagian bawahnya saja.<br />
“Selamat siang,” kembali saya ulangi kalimat penghormatan itu.<br />
“Ya, siang,” jawabnya sambil menatap wajah saya seolah malu, takut dan kaget.<br />
“Dari mana Pak dan cari siapa,” tanya wanita itu.<br />
“Maaf dik, numpang tanya, apa betul ini rumah Rais,” tanya saya.<br />
“Betul sekali pak, dari mana yah?” tanya wanita itu lemah lembut.<br />
“Saya tinggal tidak jauh dari sini dik, saya ingin ketemu Rais. Beliau adalah teman lama saya sewaktu kami sama-sama duduk di SMA dulu,” lanjut saya sambil menyodorkan tangan saya untuk menyalaminya. Wanita itu mebalasnya dan tangannya terasa lembut sekali namun sedikit hangat.<br />
“Oh, yah, syukur kalau begitu. Ternyata ia punya teman lama di sini dan ia tak pernah ceritakan padaku,” ucapannya sambil mempersilahkanku masuk. Sayapun langsung duduk di atas kursi plastik yang ada di ruang tamunya sambil memperhatikan keadaan dalam rumah itu, termasuk letak tempat tidur dan TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu mengintip tadi<br />
Setelah saya duduk, saya berniat menanyakan hubungannya dengan Rais, tapi ia nampak buru-buru masuk ke dalam, entah ia mau berpakaian atau mengambil suatu hidangan. Hanya berselang beberapa saat, wanita itu sudah keluar kembali dalam keadaan berpakaian setelah tadinya tidak memakai baju, bahkan ia membawa secangkir kopi dan kue lalu diletakkan di atas meja lalu mempersilahkanku mencicipinya sambil tersenyum.<br />
“Maaf dik, kalau boleh saya tanya, apa adik ini saudara dengan Rais?” tanyaku penuh kekhawatiran kalau-kalau ia tersinggung, meskipun saya sejak tadi menduga kalau wanita itu adalah istri Rais.<br />
“Saya kebetulan istrinya pak. Sejak 3 tahun lalu saya melangsungkan pernikahan di Kalimantan, namun Tuhan belum mengaruniai seorang anak,” jawabnya dengan jujur, bahkan sempat ia cerita panjang lebar mengenai latar belakang perkawinannya, asal usulnya dan tujuannya ke Kota ini.<br />
Setelah saya menyimak ulasannya mengenai dirinya dan kehidupannya bersama Rais, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa wanita itu adalah suku di Kalimantan yang asal usul keturunannya juga berasal dari suku di Sulawesi. Ia kawin dengan Rais atas dasar jasa-jasa dan budi baik mereka tanpa didasari rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam, seperti halnya yang menimpa keluarga saya. Ia tetap berusaha dan berjuang untuk menggali nilai-nilai cinta yang ada pada mereka berdua siapa tahu kelak bisa dibangun. Anehnya, meskipun kami baru ketemu, namun ia seolah ingin membeberkan segala keadaan hidup yang dialaminya bersama suami selama ini, bahkan terkesan kami akrab sekali, saling menukar pengalaman rahasia rumah tangga tanpa ada yang kami tutup-tupi. Lebih heran lagi, selaku orang pendiam dan kurang pergaulan, saya justru seolah menemukan diriku yang sebenarnya di rumah itu. Karena senang, bahagia dan asyiknya perbincangan kami berdua, sampai-sampai saya hampir lupa menanyakan ke mana suaminya saat ini. Setelah kami saling memahami kepribadian, maka akhirnya sayapun menanyakan Rais (suaminya itu).<br />
“Oh yah, hampir lupa, ke mana Rais sekarang ini, kok dari tadi tidak kelihatan?” tanyaku sambil menyelidiki semua sudut rumah itu.<br />
“Kebetulan ia pulang kampung untuk mengambil beras dari hasil panen orangtuanya tadi pagi, tapi katanya ia tidak bermalam kok, mungkin sebentar lagi ia datang. Tunggu saja sebentar,” jawabnya seolah tidak menghendaki saya pulang dengan cepat hanya karena Rais tidak di rumah.<br />
“Kalau ke kampung biasanya jam berapa tiba di sini,” tanyaku lebih lanjut.<br />
“Sekitar jam 8.00 atau 9.00 malam,” jawabnya sambil menoleh ke jam dinding yang tergantung dalam ruangan itu. Padahal saat ini tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 7.00 malam.<br />
Tak lama setelah itu, ia nampaknya buru-buru masuk ke ruang dapur, mungkin ia mau menyiapkan makan malam, tapi saya teriak dari luar kalau saya baru saja makan di rumah dan melarangnya ia repot-repot menyiapkan makan malam. Tapi ia tetap menyalakan kompornya lalu memasak seolah tak menginginkan aku kembali dengan cepat. Tak lama sesudah itu, iapun kembali duduk di depan saya melanjutkan perbincangannya. Sayapun tak kehabisan bahan untuk menemaninya. Mulai dari soal-soal pengalaman kami di kampung sewaktu kecil hingga soal rumah tangga kami masing-masing.<br />
Karena nampaknya kami saling terbuka, maka sayapun berani menanyakan tentang apa yang dikerjakannya tadi, sampai lama sekali baru dibukakan pintu tanpa saya beritahu kalau saya mengintipnya tadi dari selah jendela. Kadang ia menatapku lalu tersenyum seolah ada sesuatu berita gembira yang ingin disampaikan padaku.<br />
“Jadi bapak ini lama mengetuk pintu dan menunggu di luar tadi?” tanyanya sambil tertawa.<br />
“Sekitar 30 menit barangkali, bahkan hampir saya pulang, tapi untung saya coba kembali mengetuk pintunya dengan keras,” jawabku terus terang.<br />
“Ha.. Ha.. Ha.. Saya ketiduran sewaktu nonton acara TV tadi,” katanya dengan jujur sambil tertawa terbahak-bahak.<br />
“Tapi bapak tidak sampai mengintip di samping rumah kan? Maklum kalau saya tertidur biasanya terbuka pakaianku tanpa terasa,” tanyanya seolah mencurigaiku tadi. Dalam hati saya jangan-jangan ia sempat melihat dan merasa diintip tadi, tapi saya tidak boleh bertingkah yang mencurigakan.<br />
“Ti.. Ti.. Dak mungkin saya lakukan itu dik, tapi emangnya kalau saya ngintip kenapa?” kataku terbata-bata, maklum saya tidak biasa bohong.<br />
“Tidak masalah, cuma itu tadi, saya kalau tidur jarang pakai busana, terasa panas. Tapi perasaan saya mengatakan kalau ada orang tadi yang mengintipku lewat jendela sewaktu aku tidur. Makanya saya terbangun bersamaan dengan ketukan pintu bapak tadi,” ulasnya curiga namun tetap ia ketawa-ketawa sambil memandangiku.<br />
“M.. Mmaaf dik, sejujurnya saya sempat mengintip lewat sela jendela tadi berhubung saya terlalu lama mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya mengintip hanya untuk memastikan apa ada atau tidak ada orang di dalam tadi. Saya tidak punya maksud apa-apa,” kataku dengan jujur, siapa tahu ia betul melihatku tadi, aku bisa dikatakan pembohong.<br />
“Jadi apa yang bapak lihat tadi sewaktu mengintip ke dalam? Apa bapak sempat melihatku di atas tempat tidur dengan telanjang bulat?” tanyanya penuh selidik, meskipun ia masih tetap senyum-senyum.<br />
“Saya tidak sempat melihat apa-apa di dalam kecuali hanya kilatan cahaya TV dan sepotong kaki,” tegasku sekali lagi dengan terus terang.<br />
“Tidak apa-apa, saya percaya ucapan bapak saja. Lagi pula sekiranya bapak melihatku dalam keadaan tanpa busana, bapak pasti tidak heran, dan bukan soal baru bagi bapak, karena apa yang ada dalam tubuh saya tentu sama dengan milik istri bapak, yah khan?” ulasnya penuh canda. Lalu ia berlari kecil masuk ke ruang dapur untuk memastikan apa nasi yang dimasaknya sudah matang atau belum.<br />
Waktu di jam dinding menunjukkan sudah pukul 8.00, namun Rais belum juga datang. Dalam hati kecilku, Jangan-jangan Rais mau bermalam di kampungnya, aku tidak mungkin bermalam berdua dengan istrinya di rumah ini. Saya lalu teriak minta pamit saja dengan alasan nanti besok saja ketemunya, tapi istri Rais berteriak melarangku dan katanya,<br />
“Tunggu dulu pak, nasi yang saya masak buat bapak sudah matang. Kita makan bersama saja dulu, siapa tahu setelah makan Rais datang, khan belum juga larut malam, apalagi kita baru saja ketemu,” katanya penuh harap agar aku tetap menunggu dan mau makan malam bersama di rumahnya.<br />
Tak lama kemudian, iapun keluar memanggilku masuk ke ruang dapur untuk menikmati hidangan malamnya. Sambil makan, kamipun terlibat pembicaraan yang santai dan penuh canda, sehingga tanpa terasa saya sempat menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau tadi saya bilang sudah kenyang dan baru saja makan di rumah. Malu sendiri rasanya.<br />
“Bapak ini nampaknya masih muda. Mungkin tidak tepat jika aku panggil bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak, abang atau Mas saja,” ucapnya secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum, sehingga aku tidak sempat menghabiskan satu gelas karena terasa kenyang sekali. Apalagi saya mulai terayu atau tersanjung oleh seorang wanita muda yang baru saja kulihat sepotong tubuhnya yang mulus dan putih? Tidak, saya tidak boleh berpikir ke sana, apalagi wanita ini adalah istri teman lamaku, bahkan rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam terhadap wanita lain sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yang mulai miring. Siapa tahu ada setan yang memanfaatkannya.<br />
“Bolehlah, apa saja panggilannya terhadapku saya terima semua, asalkan tidak mengejekku. Hitung-hitung sebagai panggilan adik sendiri,” jawabku memberikan kebebasan.<br />
“Terima kasih Kak atau Mas atas kesediaan dan keterbukaannya” balasnya.<br />
Setelah selesai makan, aku lalu berjalan keluar sambil memandangi sudut-sudut ruangannya dan aku sempat mengalihkan perhatianku ke dalam kamar tidurnya di mana aku melihat tubuh terbaring tanpa busana tadi. Ternyata betul, wanita itulah tadi yang berbaring di atas tempat tidur itu, yang di depannya ada sebuah TV color kira-kira 21 inc. Jantungku tiba-tiba berdebar ketika aku melihat sebuah celana color tergeletak di sudut tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membayangkan kalau wanita yang baru saja saya temani bicara dan makan bersama itu kemungkinan besar tidak pakai celana, apalagi yang saya lihat tadi mulai dari pinggul hingga ujung kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba buang jauh-jauh biar tidak mengganggu konsentrasiku.<br />
Setelah aku duduk kembali di kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari dalam, apalagi acaranya kedengaran sekali kalau itu yang main adalah film Angling Dharma yaitu film kegemaranku. Aku tidak berani masuk nonton di kamar itu tanpa dipanggil, meskipun aku ingin sekali nonton film itu. Bersamaan dengan puncak keinginanku, tiba-tiba,<br />
“Kak, suka nggak nonton filmnya Angling Dharma?” teriaknya dari dalam kamar tidurnya.<br />
“Wah, itu film kesukaanku, tapi sayangnya TV-nya dalam kamar,” jawabku dengan cepat dan suara agak lantang.<br />
“Masuk saja di sini kak, tidak apa-apa kok, lagi pula kita ini khan sudah seperti saudara dan sudah saling terbuka” katanya penuh harap.<br />
Lalu saya bangkit dan masuk ke dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk di pinggir tempat tidur berdampingan dengannya. Aku agak malu dan takut rasanya, tapi juga mau sekali nonton film itu.<br />
Awalnya kami biasa-biasa saja, hening dan serius nontonnya, tapi baru sekitar setengah jam acara itu berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk nonton film dari VCD yang katanya lebih bagus dan lebih seru dari pada filmnya Angling Dharma, sehingga aku tidak menolaknya dan ingin juga menyaksikannya. Aku cemas dan khawatir kalau-kalau VCD yang ditawarkan itu bukan kesukaanku atau bukan yang kuharapkan.<br />
Setelah ia masukkan kasetnya, iapun mundur dan kembali duduk tidak jauh dari tempat dudukku bahkan terkesan sedikit lebih rapat daripada sebelumnya. Gambarpun muncul dan terjadi perbincangan yang serius antara seorang pria dan seorang wanita Barat, sehingga aku tidak tahu maksud pembicaraan dalam film itu. Baru saja aku bermaksud meminta mengganti filmnya dengan film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan dalam layar itu berpelukan dan berciuman, saling mengisap lidah, bercumbu rayu, menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara perlahan-lahan saling menelanjangi dan meraba, sampai akhirnya saya menatapnya dengan tajam sekali secara bergantian menjilati kemaluannya, yang membuat jantungku berdebar, tongkatku mulai tegang dan membesar, sekujur tubuhku gemetar dan berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku menoleh ke arah wanita disampingku yakni istri teman lamaku. Secara bersamaan iapun sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu mengalihkan pandangannya ke layar. Tentu aku tidak mampu lagi membendung birahiku sebagai pria normal, namun aku tetap takut dan malu mengutarakan isi hatiku.<br />
“Mas, pak, suka nggak filmnya? Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,” tanyanya seolah memancingku ketika aku asyik menikmatinya.<br />
“Iiyah, bolehlah, suka juga, kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?” jawabku sedikit malu tapi mau dan suka sekali.<br />
“Saya dari dulu sejak awal perkawinan kami, memang selalu putar film seperti itu, karena kami sama-sama menyukainya, lagi pula bisa menambah gairah sex kami dikala sulit memunculkannya, bahkan dapat menambah pengalaman berhubungan, syukur-syukur jika sebagian bisa dipraktekkan.<br />
“Sungguh kami ketinggalan. Saya kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan baru kali ini saya betul-betul bisa menyaksikan dengan tenang dan jelas film seperti itu. Apalagi istriku tidak suka nonton dan praktekkan macam-macam seperti di film itu,” keteranganku terus terang.<br />
“Tapi kakak suka nonton dan permainan seperti itu khan?” tanyanya lagi.<br />
“Suka sekali dan kelihatannya nikmat sekali yach,” kataku secara tegas.<br />
“Jika istri kakak tidak suka dan tidak mau melakukan permainan seperti itu, bagaimana kalau aku tawarkan kerjasama untuk memperaktekkan hal seperti itu?” tanya istri teman lamaku secara tegas dan berani padaku sambil ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku sehingga bisikannya terasa hangat nafasnya dipipiku.<br />
Tanpa sempat lagi aku berfikir panjang, lalu aku mencoba merangkulnya sambil menganggukkan kepala pertanda setuju. Wanita itupun membalas pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi dan bibirku, lalu ia masukkan lidahnya ke dalam mulutku sambil digerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan, akupun membalasnya dengan lahap sekali. Aku memulai memasukkan tangan ke dalam bajunya mencari kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah tidak mampu lagi menahan birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya sudah hafal tempatnya dan sudah sering memegangnya. Tapi kali ini, rasanya lain daripada yang lain, sedikit lebih mulus dan lebih keras dibanding milik istriku. Entah siapa yang membuka baju yang dikenakannya, tiba-tiba terbuka dengan lebar sehingga nampak kedua benda kenyal itu tergantung dengan menantang. Akupun memperaktekkan apa yang barusan kulihat dalam layar tadi yakni menjilat dan mengisap putingnya berkali-kali seolah aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Kadang kugigit sedikit dan kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong kepalaku sebagai tanda adanya rasa sakit.<br />
Selama hidupku, baru kali ini aku melihat pemandangan yang indah sekali di antara kedua paha wanita itu. Karena tanpa kesulitan aku membuka sarung yang dikenakannya, langsung saja jatuh sendiri dan sesuai dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis kemaluannya sama sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan vagina wanita itu. Putih, mulus dan tanpa selembar bulupun tumbuh di atas gundukan itu membuat aku terpesona melihat dan merabanya, apalagi setelah aku memberanikan diri membuka kedua bibirnya dengan kedua tanganku, nampak benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya dengan warna agak kemerahan. Ingin rasanya aku telan dan makan sekalian, untung bukan makanan, tapi sempat saya lahap dengan lidahku hingga sedalam-dalamnya sehingga wanita itu sedikit menjerit dan terengah-engah menahan rasa nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku menekannya dalam-dalam.<br />
“Kak, aku buka saja semua pakaiannya yah, biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu,” pintanya sambil membuka satu persatu pakaian yang kukenakan hingga aku telanjang bulat. Bahkan ia nampaknya lebih tidak tahan lagi berlama-lama memandangnya. Ia langsung serobot saja dan menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya lebih lama pada biji pelerku, sehingga pinggulku bergerak-gerak dibuatnya sebagai tanda kegelian. Lalu disusul dengan memasukkan penisku ke mulutnya dan menggocoknya dengan cepat dan berulang-ulang, sampai-sampai terasa spermaku mau muncrat. Untung saya tarik keluar cepat, lalu membaringkan ke atas tempat tidurnya dengan kaki tetap menjulang ke lantai biar aku lebih mudah melihat, dan menjamahnya. Setelah ia terkulai lemas di atas tempat tidur, akupun mengangkanginya sambil berdiri di depan gundukkan itu dan perlahan aku masukkan ujung penisku ke dalam vaginanya lalu menggerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan maju dan mundur, akhirnya dapat masuk tanpa terlalu kesulitan.<br />
“Dik, model yang bagaimana kita terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yang ada di layar TV tadi,” tanyaku berbisik.<br />
“Terserah kak, aku serahkan sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yang kakak anggap lebih nikmat dan lebih berkesan sepanjang hayat serta lebih memuaskan kakak,” katanya pasrah. Akupun meneruskan posisi tidur telentang tadi sambil aku berdiri menggocok terus, sehingga menimbulkan bunyi yang agak menambah gairah sexku.<br />
“Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm.. Teeruus kak, enak sekali, gocok terus kakak, aku sangat menikmatinya,” demikian pintanya sambil terengah dan berdesis seperti bunyi jangkrik di dalam kamarnya itu.<br />
“Dik, gimana kalau saya berbaring dan adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goyangannya,” pintaku padanya.<br />
“Aku ini sudah hampir memuncak dan sudah mulai lemas, tapi kalau itu permintaan kakak, bolehlah, aku masih bisa bertahan beberapa menit lagi,” jawabnya seolah ingin memuaskanku malam itu.<br />
Tanpa kami rasakan dan pikirkan lagi suaminya kembali malam itu, apalagi setelah jam menunjukkan pukul 9.30 malam itu, aku terus berusaha menumpahkan segalanya dan betul-betul ingin menikmati pengalaman bersejarah ini bersama dengan istri teman lamaku itu. Namun sayangnya, karena keasyikan dan keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu, sehingga baru sekitar 3 menit berjalan dengan posisi saya di bawah dan dia di atas memompa serta menggoyang kiri kanan pinggulnya, akhirnya spermakupun tumpah dalam rahimnya dan diapun kurasakan bergetar seluruh tubuhnya pertanda juga memuncak gairah sexnya. Setelah sama-sama puas, kami saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh dan tidur terlentang hingga pagi.<br />
Setelah kami terbangun hampir bersamaan di pagi hari, saya langsung lompat dari tempat tidur, tiba-tiba muncul rasa takut yang mengecam dan pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Saya menyesal tapi ada keinginan untuk mengulanginya bersama dengan wanita itu. Untung malam itu suaminya tidak kembali dan kamipun berusaha masuk kamar mandi membersihkan diri. Walaupun terasa ada gairah baru lagi ingin mengulangi di dalam kamar mandi, namun rasa takutku lebih mengalahkan gairahku sehingga aku mengurungkan niatku itu dan langsung pamit dan sama-sama berjanji akan mengulanginya jika ada kesempatan. Saya keluar dari rumah tanpa ada orang lain yang melihatku sehingga saya yakin tidak ada yang mencurigaiku. Soal istriku di rumah, saya bisa buat alasan kalau saya ketemu dan bermalam bersama dengan sahabat lamaku, selesai.<br />
*****Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-64922500804934552942011-09-14T21:33:00.000-07:002011-09-14T21:33:51.001-07:00Anakku SayanK<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="tiny_font">Berikut akan saya ceritakan sebuah pengalaman nyata tentang <span class="IL_AD" id="IL_AD3" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(0, 128, 128) !important; border-bottom-style: solid !important; border-bottom-width: 1px !important; color: rgb(0, 128, 128) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; font-style: normal !important; font-weight: normal !important; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: underline !important;">romantika</span> sex dari salah seorang sahabat karib saya, Marlina. Semua nama-nama yang saya tulis adalah nama-nama yang sebenarnya, tentu saja dengan seijin yang bersangkutan. Juga, sengaja saya berikan bumbu-bumbu romantis pada cerita nyata ini agar enak dibaca, tanpa mengubah cerita aslinya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">***** </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina, 35 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Penampilan Marlina sangat menarik. Sebagai wanita yang tinggal di kota <span class="IL_AD" id="IL_AD1" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(0, 128, 128) !important; border-bottom-style: solid !important; border-bottom-width: 1px !important; color: rgb(0, 128, 128) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; font-style: normal !important; font-weight: normal !important; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: underline !important;">besar</span>, Bandung, cara berpakaiannya selalu sexy. Tidak sexy murahan tapi berkelas dan menarik. Dengan tubuh tinggi semampai, dada 36, dan kulit yang putih, walau sudah menikah dan punya anak yang sudah cukup dewasa, tapi masih banyak lelaki yang selalu menggodanya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Anaknya yang paling besar, Jimmy, 16 tahun, seorang anak <span class="IL_AD" id="IL_AD2" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(0, 128, 128) !important; border-bottom-style: solid !important; border-bottom-width: 1px !important; color: rgb(0, 128, 128) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; font-style: normal !important; font-weight: normal !important; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: underline !important;">yang yang</span> baik dan penurut pada orang tuanya. Anak kedua, Yenny, 14 tahun, seorang anak yang sudah mulai beranjak dewasa. Sedangkan suami Marlina, Herman, adalah seorang suami yang cukup baik dan perhatian pada keluarga. Bekerja sebagai seorang PNS di suatu instansi pemerintah. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Kehidupan sexual Marlina sebetulnya tidak ada masalah sama sekali dengan suaminya. Walau banyak lelaki yang menggoda, tak sedikitpun ada niat dia untuk mengkhianati Herman. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Tapi ada sesuatu yang berubah dalam diri Marlina ketika suatu hari dia secara tidak sengaja melihat anak lelakinya, Jimmy, sedang berpakaian setelah mandi. Dari balik pintu yang tidak tertutup rapat, Marlina dengan jelas melihat Jimmy telanjang. Matanya tertuju pada kontol Jimmy yang dihiasi dengan bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Sejak saat itu Marlina pikirannya selalu teringat pada tubuh telanjang anak lelakinya itu. Bahkan seringkali Marlina memperhatikan Jimmy bila sedang makan, sedang duduk, atau sedang apapun bila ada kesempatan. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Ada apa si Mam, kok liatin Jimmy terus?" tanya Jimmy ketika Marlina memperhatikannya di ruang tamu. </span><br />
<span class="tiny_font">"Tidak ada apa-apa, Jim.. Hanya saja Mama jadi senang karena melihat kamu makin besar dan dewasa," ujar Marlina sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Kamu sudah punya pacar, Jim?" tanya Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Pacar resmi sih belum ada, tapi kalau sekedar teman jalan sih ada beberapa. Memangnya kenapa, Mam?" tanya Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ah, tidak. Mama hanya pengen tahu saja," ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Kamu pernah kissing?" tanya Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ah, Mama.. Pertanyaannya bikin malu Jimmy ah..." ujar Jimmy sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Yee.. Tidak apa-apa kok, Jim.. Jujur saja pada Mama. Mama juga pernah muda kok. Mama mengerti akan maunya anak muda kok..." ujar Marlina sambil menjewer pelan telinga Jimmy. Jimmy tertawa. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya, Jimmy pernah ciuman dengan mereka," ujar jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"ML?" tanya Marlina lagi. </span><br />
<span class="tiny_font">"ML apa sih artinya, Mam?" tanya Jimmy tidak mengerti. </span><br />
<span class="tiny_font">"Making LOve.. Bersetubuh..." ujar Marlina sambil mempraktekkan ibu jarinya diselipkan diantara telunjuk dan jari tengah. </span><br />
<span class="tiny_font">"Wah kalau itu JImmy belum pernah, Mam.. Tidak berani. Takut hamil..." ujar Jimmy. Marlina tersenyum mendengarnya. </span><br />
<span class="tiny_font">"Kenapa Mama tersenyum?" tanya Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Karena kamu masih sangat polos, sayang..." kata Marlina sambil mencubit pipi Jimmy, lalu bangkit untuk menyiapkan segala sesuatunya karena Herman akan segera pulang. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Malam harinya, Marlina, Jimmy, dan Yenny asyik menonton TV, sedangkan Herman sedang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Ciuman rasanya gimana sih?" tanya Yenny ketika menyaksikan adegan ciuman di televisi. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ah, kamu.. Masih kecil! Tidak perlu tahu," ujar Jimmy sambil mengucek-ngucek rambut Yenny. </span><br />
<span class="tiny_font">"Tidak boleh begitu, Jim.. Adikmu harus tahu tentang apapun yang dia tidak mengerti. Biar tidak salah langkah nantinya..." ujar Marlina sambil menatap Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Begini, Yen..." ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ciuman itu tidak ada rasa apa-apa.. Tidak manis, pahit atau asin. Hanya saja, kalau kamu sudah besar nanti dan sudah merasakannya, yang terasa hanya perasaan nyaman dan makin sayang kepada pacar atau suami kamu..." ujar Marlina lagi. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ah, nggak ngerti..." ujar yenny. </span><br />
<span class="tiny_font">"Mendingan Yenny tidur saja, ah.. Sudah ngantuk..." ujar Yenny. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya sudah, tidurlah sayang," ujar Marlina. Yenny kemudian bangkit dan segera menuju kamar tidurnya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Ketika menyaksikan adegan ranjang di televisi, Marlina bertanya kepada Jimmy, "Apakah kamu sudah itu dengan pacarmu?". </span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy belum punya pacar, Mam.. Mereka hanya sekedar teman saja," jawab Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Tapi kok kamu bisa ciuman dengan mereka?" tanya Marlina lagi sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya namanya juga saling suka..." jawab Jimmy sambil tersenyum juga. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sudah sejauh mana kamu melakukan sesuatu dengan mereka?" tanya Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Tidak apa-apa kok, Jim.. Bicara terbuka saja dengan Mama," ujarnya Marlina lagi. Jimmy menatap mata ibunya sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya begitulah..." kata Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya begitulah apa?" tanya Marlina lagi. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ya begiutlah.. Ciuman, saling pegang, saling raba..." ujar Jimmy malu malu. Marlina tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Hanya itu?" tanya Marlina lagi. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Jimmy melirik ke arah ayahnya yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu di meja kerjanya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Mama jangan bilang ke Papa ya?" ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina tersenyum sambil mengangguk. Jimmy lalu beringsut mendekati Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy pernah oral dengan beberapa teman wanita..." ujarnya sambil berbisik. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina tersenyum sambil mencubit pipi Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Nakal juga ya kamu!" ujar Marlina sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Rasanya bagaimana?" tanya Marlina sambil berbisik. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sangat enak, Mam..." ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Tapi Jimmy dengar, katanya kalau punya Jimmy dimasukkan ke punya wanita rasanya lebih enak.. Benar tidak, Mam?" tanya Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina kembali tersenyum tapi tidak menjawab.. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Kamu mau tahu rasanya, Jim?" tanya Marlina sambil tetap tersenyum. Jimmy mengangguk. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sini ikut Mama..." ajak Marlina sambil bangkit lalu pergi ke ruang belakang. Jimmy mengikuti dari belakang. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Sesampai di ruang belakang, Marlina menarik tangan Jimmy agar mendekat. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Ada apa sih, Mam?" tanya Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Karena kamu sudah dewasa, Mama anggap kamu sudah seharusnya tahu tentang hal tersebut," ujar Marlina dengan nafas agak memburu menahan gejolak yang selama ini terpendam terhadap anaknya tersebut. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ciumlah Mama sayang..." kata Marlina sambil mengecup bibir Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Jimmy diam karena tidak tahu harus berbuat apa. Marlina terus melumat bibir anaknya itu sambil tanggannya masuk ke dalam celana Hawaii Jimmy. Lalu dengan lembut diremas dan dikocoknya kontol anaknya. Karena tidak tahan merasakan rasa enak, Jimmy dengan segera membalas ciuman Marlina dengan hangat. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Sambil terus mengocok dan meremas kontol Jimmy, Marlina berkata, "Kamu ingin merasakan rasanya bersetubuh kan, sayang?". </span><br />
<span class="tiny_font">"Iya, Mam..." ujar Jimmy dengan nafas memburu. </span><br />
<span class="tiny_font">"Mama juga sama, Jim.. Mama ingin merasakan hal itu dengan kamu," ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Kapan, Ma?" tanya Jimmy sambil menggerakkan pinggulnya maju mundur karena enak dikocok kontol oleh Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Jangan sekarang ya, sayang..." ujar Marlina sambil melepaskan genggaman tangannya pada kontol Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Yang penting kamu harus tahu bahwa Mama sangat sayang kamu..." kata Marlina sambil mengecup bibir Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy juga sangat sayang Mama," ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sekarang Mama harus tidur karena sudah malam. Nanti Papamu curiga..." ujar Marlina sambil meninggalkan Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Jimmy menarik nafas panjang menahan suatu rasa yang tak bisa diucapkan.. Tak lama Jimmy masuk ke kamar mandi.. Onani. Besok paginya, Herman sudah siap-siap pergi kerja sekalian mengantar Yenni ke sekolah karena masuk pagi. Sementara Jimmy masuk sekolah siang. Dia masih tidur di kamarnya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Setelah Herman dan Yenni pergi, dengan segera Marlina mengetuk dan masuk ke kamar Jimmy. Jimmy masih tidur dengan hanya memakai celana Hawaii saja. Marlina tersenyum sambil duduk di sisi ranjang anaknya tersebut. Tangannya mengusap dada Jimmy. Dimainkannya puting susu Jimmy. Jimmy terbangun karena merasakan ada sesuatu yang membuat darahnya berdesir nikmat. Ketika matanya dibuka, terlihat mamanya sedang menatap dirinya sambil tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Bangun dong, sayang.. Sudah siang," ujar Marlina sambil tangannya berpindah masuk ke dalam celana Hawaii Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Diusap, dibelai, diremas, lalu dikocoknya kontol Jimmy sampai tegang dan tegak. Jimmy terus menatap mata MArlina sambil merasakan rasa nikmat pada kontolnya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Mau sekarang?" tanya Marlina sambil tetap tersenyum. </span><br />
<span class="tiny_font">"Saya mau kencing dulu, Mam..." kata Jimmy sambil bangkit lalu bergegas ke kamar mandi. Setelah selesai, segera dia kembali ke kamarnya. </span><br />
<span class="tiny_font">"Lama amat sih?" tanya Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy kan sikat gigi dulu, Mam..." ujar Jimmy sambil duduk di pinggir ranjang berdampingan dengan Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Kenapa Mama mau melakukan ini dengan Jimmy?" tanya Jimmy. Marlina tersenyum sambil mencium pipi anaknya itu. </span><br />
<span class="tiny_font">"Karena Mama sangat sayang kamu. Juga Mama ingin mendapat kebahagiaan dari orang yang paling Mama sayangi.. Kamu," ujar Marlina sambil kemudian melumat bibir Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Jimmy membalasnya dengan hangat pula. Kemudian Marlina bangkit lalu melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Jimmy terus menatap tubuh ibunya dengan kagum dan nafsu. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Buka celana kamu dong, sayang," ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Iya, Mam..." ujar Jimmy sambil bangkit lalu melepas celana Hawaiinya. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sini, Jim..." ujar Marlina sambil berjongkok. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Tak lama mulut Marlina sudah mengulum kontol Jimmy. Jilatan dan hisapannya membuat Jimmy bergetar tubuhnya menahan nikmat yang amat sangat. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Mmhh.. Enakk, Mamm..." desah Jimmy sambil agak menggerakkan pinggulnya maju mundur. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina melepas kulumannya, sambil tersenyum menatap wajah Jimmy yang tengadah merasakan nikmat, tangannya terus mengocok kontol Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Gantian, Jim..." ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Iya, Mam..." ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina lalu naik ke ranjang anaknya. Lalu segera dibukanya paha lebar-lebar.. Jimmy langsung mendekatkan wajahnya ke memek Marlina. Lalu segera dijilatinya seluruh permukaan memek Marlina. Marlina terpejam menahan nikmat. Apalagi ketika jilatan lidah Jimmy bermain di kelentitnya.. Mata Marlina terpejam, tubuhnya bergetar sambil menggoyangkan pinggulnya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Ohh.. Enakk.. Teruss, Jimm..." desah Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Setelah sekian menit Marlina dijilati memeknya, tiba-tiba tubuhnya bergetar makin keras, ditekannya kepala Jimmy ke memeknya, lalu segera dijepit dengan pahanya.. Tak lama... </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Ohh.. Mhh.. Ohh..." desah Marlina panjang. Marlina orgasme. </span><br />
<span class="tiny_font">"Ohh, enak sekali sayang.. Naik sini!" ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Jimmy naik ke tubuh Marlina. Dengan segera Marlina melumat bibir Jimmy walau masih belepotan dengan cairan dari memek Marlina sendiri. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Masukkin sayang..." bisik Marlina sambil menggenggam kontol Jimmy dan diarahkan ke memeknya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Setelah itu, Jimmy langsung memompa kontolnya di memek Marlina. Mata Jimmy terpejam sambil terus mengeluarmasukkan kontolnya. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Bagaimana rasanya, Jim?" tanya Marlina sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Nikmat sekali, Mam..." ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Marlina tersenyum sambil terus menatap mata anaknya. Tak lama, tiba-tiba tubuh Jimmy mengejang, gerakannya makin cepat.. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy mau keluar, Mam," bisik Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Mmhh.. Keluarkan sayang, puaskan dirimu..." bisik Marlina sambil memegang pantat Jimmy lalu menekankan ke memeknya keras-keras. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Tak lama.. Crott! Crott! Crott! Air mani Jimmy muncrat banyak di dalam memek Marlina. Jimmy mendesakkan kontolnya dalam-dalam ke memek Marlina.. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">"Bagaimana rasanya sayang?" tanya Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Sangat nikmat, Mam.. Lebih nikmat daripada oral..." ujar Jimmy sambil mengecup bibir Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font">"Jimmy sangat sayang Mama," ujar Jimmy. </span><br />
<span class="tiny_font">"Mama juga sangat sayang kamu," ujar Marlina. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">Lalu mereka berpelukan telanjang. </span><br />
<span class="tiny_font"></span><br />
<span class="tiny_font">***** TAMAT</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;"><span class="tiny_font"></span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;"><br />
</span>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-88948021453620826512011-09-14T21:31:00.001-07:002011-09-14T21:31:33.290-07:00Rima<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><tbody>
<tr><td style="color: black; font: normal normal normal 9pt/normal verdana, arial, san-serif;"><div class="content"><div class="KonaBody"><blockquote>Dengan ragu aku pegang kontol Dino. Baru sekali ini aku memegang punya laki-laki. Ternyata liat dan keras. Kontol Dino sudah berdiri tegang rupanya. "Ayo dong Rima sayang "pinta Dino lagi. Dengan ragu kumasukkan kontol itu ke mulutku, aku diamkan kontol itu sambil kurasa-rasa. Ih, kenyal "Hisap dong sayang seperti kamu makan permen "Dino mengajariku.</blockquote><br />
<br />
Aku seorang pelajar SMP kelas II, namaku Rima. Kata orang aku cantik, kulitku kuning, hidungku bangir, sepintas aku mirip Indo. Tinggiku 160cm, ukuran Bhku 34, cukup besar untuk seorang gadis seusiaku. Aku punya pacar, Dino namanya. Dia kakak kelasku, kami sering ketemu di sekolah. Dino seorang siswa yang biasa-biasa saja, dia tidak menonjol di sekolahku. Prestasibelajarnyapun biasa saja. Aku tertarik karena dia baik padaku. Entah kebaikan yang tulus atau memang ada maunya. Dia juga mencoba mendekatiku. Di sekolah, aku tergolong populer. Banyak siswa cowok mencari perhatian padaku. Tapi entah mengapa aku memilih Dino. Singkatnya, aku pacaran dengan Dino. Banyak teman-teman cewekku menyayangkannya, padahal masih ada si Anto yang bapaknya pejabat, Si Danu yang juara kelas, Si Andi yang jago basket, dan lainnya. Entah mengapa aku tidak menaruh perhatian pada mereka-mereka itu.Aku dan Dino telah berjalan kurang lebih 6 bulan. Pacaran kami sembunyi-sembunyi, ya karena kami masih SMP jadi kami masih takut untuk pacaran secara terang-terangan. Orang tuaku sebenarnya melarangku untuk berpacaran, masih kecil katanya. Tetapi apabila cinta telah melekat, apapun jadi nikmat.<br />
<br />
<br />
<br />
Hari Sabtu sepulang sekolah aku janjian sama Dino. Aku mau nemanin dia ke rumah temannya. Aku bilang ke orang tua bahwa hari Sabtu aku pulang telat karena ada les tambahan. Aku berbohong. Di tasku. telah kusiapkan kaos dan celana panjang dari rumah. Sepulang sekolah, aku ke wc dan mengganti seragamku dengan baju yang kubawa dari rumah. Dinopun begitu. Dari sekolah kami yang berada di perbatasan Jakarta Timur dan Selatan, kami naik bis kearah Cipinang, Jakarta Timur, rumah teman Dino. Sesampai disana, aku diperkenalkan dengan teman Dino, Agus namanya. Rumahnya sepi, karena orang tua Agus sedang ke luar kota. Agus juga bersama pacarnya, Anggi. Pembantunyapun pulang kampung, sesekali kakak Agus yang telah menikah, datang ke rumah sekalian menengok Agus dan membawakannya makanan. Kakaknya hari ini sudah datang tadi pagi dan akan datang lagi besok, demikian kataAgus. Jadi hanya kami berempat di rumah itu. Kami ngobrol bersama ngalor ngidul.<br />
<br />
<br />
<br />
Tak lama kemudian, Agus dan Dino pergi ke dapur dan menyiapkan minuman untuk kami. Aku ngobrol dengan Anggi. Dari Anggi, aku tahu bahwa Agus telah berhubungan selama kurang lebih 1 tahun. Keduanya satu sekolah, juga di SMP hanya berlainan dengan sekolahku. 10 menit kemudian, Agus dan Dino kembali dengan membawa 4 gelas sirup dan dua toples makanan kecil. Setelah memberikan minuman dan makanan itu, Agus berdiri dan memutar VCD.Film baru katanya. Aku enggak ngerti, aku pikir film bioskop biasa. Agus menyilakan kami minum. Aku minum sirup yang diberikannya. 10 menit berlalu, kepalaku pusing sekali, bersamaan dengan itu ada rasa aneh menyelimuti tubuhku. Rasa..hangat merinding di tv tampak adegan seorang wanita bule yang sedang dientot oleh 2 laki-laki, satu negro dan satu lagi bule juga. Aku berniat untuk pulang, tetapi entah mengapa dorongan hatiku untuk tetap menyaksikan film itu. Mungkin karena aku baru pertama kali ini nonton blue film. Badanku makin enggak karuan rasanya kepalaku serasa berat dan ah rangsangan di badanku semakin menggila .Aku lihat Agus dan Anggi sudah saling melepaskan baju mereka telanjang bulat di hadapan aku dan Dino.Mereka saling berpelukan, berpagutan tampak Agus menciumi tetek Anggi yang mungil Agus lalu mengisep-isep pentilnya tampaknya keduanya sudah sering melakukannya . Mereka tampak tidak canggung lagi Anggi mengisep-isep peler Agus persis seperti kejadian di film blue itu . Anggi juga sepertinya telah terbiasa Kontol Agus bak permen, diisep, dikulum oleh Anggi Dino merapatkan tubuhnya kepadaku.<br />
<br />
<br />
<br />
"Rim .kamu sayang aku enggak?"tanyanya padaku. "Eh..emang kenapa, Din ?"kataku kaget karena aku masih asyik menyaksikan Agus dan Anggi "Aku pengen kayak gitu ."kata Agus sambil menunjuk pada Agus dan Anggi yang semakin hot. Tampak Agus mulai menindih Anggi, dan memasukkan batang kontolnya ke nonok Anggi. Dengan diikuti teriakan kecil Anggi, batang kontol itu masuk seluruhnya ke nonok Anggi. Gairahku melonjak-lonjak entah kenapa?Seluruh badanku merinding ."Rima?"kata Dino lagi. "Eh enggak ah enggak mau malu ."kataku. "Malu sama siapa?"kata Dino. Tangannya mulai merayapi dadaku. Kutepis pelan tangannya. "Malu sama Agus dan Anggi tuh "kataku. "Ah mereka aja cuek ayo dong Rima aku sudah enggak tahan nih "kata Dino. "Ah..jangan ah "kataku. Gairahku makin tidak keruan mendengar erangan dan rintihan Agus dan Anggi. Tak terasa tangan Dino mulai membuka kancing bajuku. Entah kenapa aku membiarkannya sehingga bajuku terbuka. Aku hanya mengenakan BH dan celanapanjang jeans. Adegan di TV makin hot tampak sekarang seorang wanita asia di entot tiga orang bule dua orang memasukkan kontolnya ke memek dan pantatnya sedangkan yang satunya kontolnya lagi diisep oleh si wanita. Keempatnya terlihat sedang merasakan kenikmatan Tangan Dino mulai merayapi dan meremas-remas buah dadaku yang masih kencang dan belum pernah disentuh oleh siapapun. Aku menggelinjang, geli nikmat ah..baru pertama kali aku merasakan ini ."Buka Bhnya, ya sayang "pinta Dino. Aku mengangguk, aku jadi inginmerasakan lebih nikmat lagi Dengan cekatan Dino membuka Bhku.. aku sekarang benar-benar telanjang dada. Dino mengisepi pentilku memencet-memencet buah dadaku yang masih kenyal dan bagus "Tetekmu enak bener, sayang belum pernah ada yang pegang yaa"kata Dino sambil terus meremas tetekku dan mengisepi pentilku "Belum Din ahhh enak Din terus terus..jangan berhenti ."kataku. Kenikmatan itu baru kali ini aku rasakan. Kulirik Agus dan Anggi, merekasekarang bermain doggy style. Anggi berposisi nungging dan Agus menusuknya dari belakang terdengar erangan dan eluhan mereka Gairahku makin menggila "Buka celanamu ya sayang aku udah pengen nih "pinta Dino. "Jangan Din takut ."kataku. "Takut apa sayang?"kata Dino. "Takut hamil "kataku. "Enggak Din, aku nanti keluarnya di luar memekmu sayang kalo hamilpun aku akan tanggung jawab, percayalah "katanya.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku diam saja Dino mulai membuka ristleting celanaku, aku diamkan saja .tak lama kemudian, dia memerosotkan celanaku tampak memekku yang menggumpal dengan jembut yang lumayan tebal. Dino pun memerosotkan celana dalamku Aku benar-benar polos bugil. Dinopun membukaseluruh bajunya, kami berdua telanjang bulat .Tangan Dino tetap meremas-remas tetekku Kulirik Agus dan Anggi, eh mereka bersodomi Anggi sudah biasa bersodomi rupanya kulihat kontol Agus maju mundur di pantat Anggi sedangkan tangan kiri Anggi mengucek-ucek memeknya sendiri yang sudah basah Erangan mereka terdengar makin sering .Dino terus mengerjaiku, tangannya mulai merayapi jembutku. Salah satu jarinya dimasukkan ke nonokku"Ah..sakit, pelan-pelan, Din.."teriakku ketika jari itu memasuki nonokku. Dino agak sedikit mengeluarkan jari itu dan bermain di bibir kemaluanku tak lama kemudian nonokku basah . "Din, isep dong punyaku "pinta Dino sambil menyodorkan kontolnya ke mukaku. "Ah..enggak ah "kataku menolak. "Jijik ya? Punyaku bersih kok ayo dong Anggi saja berani tuh "pinta Dino memelas.<br />
<br />
<br />
<br />
Dengan ragu aku pegang kontol Dino. Baru sekali ini aku memegang punya laki-laki. Ternyata liat dan keras. Kontol Dino sudah berdiri tegang rupanya. "Ayo dong Rima sayang "pinta Dino lagi. Dengan ragu kumasukkan kontol itu ke mulutku, aku diamkan kontol itu sambil kurasa-rasa. Ih, kenyal "Hisap dong sayang seperti kamu makan permen "Dino mengajariku. Pelan-pelankuisap-isap, kujilati bolong kontol itu dengan lidahku lama kelamaan aku merasa senang mengisapnya kuisep keras-keras..kusedot-sedot, kujilati .kumaju mundurkan kontol itu di dalam mulutku terdengar berulang kali erangan Dino. "Ah ah .uuuhhh enak sayang teruskan .." erang Dino. Tangan Dino terus mengucek-ucek nonokku. Sudah tidak sakit lagi sekarang, mungkinsudah basah Aku jadi senang mengisap kontol Dino terus kulomoh kuisap..kujilati kusedot-sedot ih..enak juga, pikirku Tiba-tiba Dino menarik kontolnya dan mengarahkannya ke nonokku Aku pasrah, dimasukkannya kontolnya ternyata meleset, Dino melumuri tangannya dengan ludahnya kemudian tangannya itu diusapkan ke kontolnya dan mencoba lagi memasukkan kontolnya ke liang nonokku, ketika kepalanya masuk ke nonokku, aku berteriak"Aduuh sakit Din pelan-pelan dong " Gairah semakin meninggi .aku ingin merasakan kenikmatan lebih .Dino melesakkan kontolnya ke nonokku pelan kurasakan sesak nonokku ketika kepala kontol itu masuk ke dalamnya Dino lagi menghentakkan kontolnya sehingga amblas semuanya ke dalam nonokku ."Ahhh perih Din "kataku. Dino diam sebentar memberikan waktu kepadaku untuk menenangkan diri. "Tenang Din, sebentar lagi kamu akan terbiasa kok "katanya. Pelan-pelan Dino mengocokkontolnya di nonokku. Masih terasa perih sedikit kocokkan Dino semakin kencang Aneh, perih itu sudah tidak terasa lagi, yang ada hanya rasa nikmat nikmat sekali "Terus Din Terus ahhhh ah .enak ."kataku. Sempat kulirik Agus dan Anggi masih terus bersodomi. Gimana rasanya disodomi ya, pikirku Agus semakin menggencarkan kocokkanyya Aku semakin menggelinjang .ah ternyata ngentot itu nikmat .surga dunia coba dari dulu.. kataku dalam hati ."Din ah.ah .aku aku ."entah apa yang aku ingin ucapkan. Ada sesuatu yang ingin kukeluarkan dari nonokku entah apa "Keluarkan saja sayang kamu mau keluar ."kata Dino. "Ahh iya Din aku mau keluar .."tak lama kemudian terasa cairan hangat dari nonokku .<br />
<br />
<br />
<br />
Dino terus mengocok kontolnya kuat juga pacarku ini, pikirku. "Satu nol, sayang"kata Dino tersenyum. Dino mencopot kontolnya, aku sedikit kecewa "Kenapa dicopot Din.."tanyaku. "Kita coba doggy style, sayang "jawabnya sambil membimbingku berposisi seperti anjing. Dino menusukan kontolnya lagi sekarang badanku terguncang-guncang keras terdengar erangankeras dari Anggi dan Agus, mereka ternyata telah mencapai puncaknya kulihat peluh bercucuran dari kedua tubuh mereka, dan akhirnya mereka terkapar kenikmatan tampak wajah puas dari mereka berdua Aku sudah hampir tiga kali keluar Dino tampak belum apa-apa dia terus mengocok kontolnya di memekku. Sudah hampir ¾ jam aku dientot Dino, tapi tampaknya Dino belum menunjukkan akan selesai. Kuat juga aku lemes sekali lalu Dino mencopot lagi kontolnya dan mengambil baby oil yang tersedia dekat kakinya. Aku ingat baby oil itudipakai untuk melumuri pantat Anggi ketika mau disodomi .eh apakah aku mau disodomi Dino? "Mau ngapain Din "tanyaku penasaran ."Seperti Anggi dan Agus lakukan, Rima aku ingin menyodomimu sayang "jawabnya. Sebenarnya aku takut, tapi terdorong rasa gairahku yang melonjak-lonjak dan keingin tahuanku rasanya disodomi, maka aku mendiamkannya ketika Dino mulai mengolesi lubang pantatku dengan baby oil. Tak lama kemudian, kontol Dino yang masih keras itu diarahkan ke pantatku meleset dicoba lagi kepala kontol Dino tampak mulai merayapi lubang pantatku "Aduuuh sakit Din "kataku ketika kontol itu mulai masuk pantatku. "Tenang sayang nanti juga enggak sakit "jawab Dino sambil melesakkan bagian kontolnya kepalanya sudah seluruhnya masuk ke pantatku "Aduuuhh sakiiiitt "kataku lagi. "Tenang Rim, nanti enak deh..aku jadi ketagihan sekarang "kata Anggi sambil mengelus rambutku dan menenangkanku. "Kamu sudah sering disodomi, Nggi?"tanyaku. "Wah bukan sering lagi hampir tiap hari kadang aku yang minta abis enak sih udah tenang saja ayo Dino coba lagi nanti pacarmu pasti ketagihan ayo.."kata Anggi sambil menyuruh Dino mencoba lagi.<br />
<br />
<br />
<br />
Dino mendesakkan lagi kontolnya sehingga seluruhnya amblas ke pantatku. Terasa perih di pantatku ."Tuuh kan sudah masuk tuh enak kan nanti pantatmu juga terbiasa kok kayak pantatku ini enak kan jadi enggak ada hari libur, kalo lagi mens-pun tetap bisa dientot hi hihi "kata Anggi. Aku diam saja. Ternyata sakit kalo disodomi .Dino mulai mengocok kontolnya di pantatku. "Pelan-pelan, Din masih sakit "pintaku pada Dino. "Iya sayang enak nih sempit"katanya. Anggi ke belakang pantatku dan mengucek-ucek nonokku dengan tangannya aku semakin menggelinjang nikmat "Anggi ah .enak "kataku. "Ayo Din, kocok terus, biar aku mengucek nonoknya, biar rasa sakit itu bercampur rasa nikmat"kata Anggi pada Dino. Benarsekarang rasa sakit itu tidak muncul lagi hanya nikmat ."Hai sayang ini ada lobang nganggur mau pake? Boleh kan Dino? Lubang yang satu ini dipake pacarku Agus "kata Anggi. "Tanya Rima saja deh, aku lagi asyik nih"jawab Agus sambil terus mengocok kontolnya di pantatku. "Gimana Rima? Bolehkan? Enak lo di dobelin aku sering kok "pinta Anggi. "Ah..jangan deh "kataku."Sudahlah Rima, kasih saja aku rela kok"kata Dino. Tiba-tiba Agus merayap di bawahku dan menciumi tetekku. Kontolnya dipegang oleh Anggi dan diarahkan ke nonokku. Dengan sekali hentakan, kontol itu masuk ke nonokku. "Jaang "kataku hendak berteriak jangan tetapi terlambat, kontol itu sudah masuk ke nonokku. Jadilah aku dientot dan disodomi . ½ jam Agus dan Dino mengocok kontolku. Aku lemes sekali baru sekali dientot sudah diduain tanganku sudah tidak kuat menopang badanku. Kakiku lemes sekali. Kenikmatan itu sendiri tidak adaduanya .aku sebenarnya jadi senang dientot berdua begini tapi mungkin kali ini kurang siap.<br />
<br />
<br />
<br />
Aku keluar 2 kali sebelum Agus mencopot kontolnya dan memasukkan kontolnya ke mulut Anggi. Anggi menghirup peju yang keluar dari kontol Agus dengan nikmat. Kemudian Dino melakukan hal yang sama, tadinya aku ragu untuk menghirupnya, tapi lagi-lagi rasa penarasan pada diriku membuatku ingin rasanya menikmati pejunya Dino. Dino memuntahkan pejunya dimulutku akupun menelannya. Ah..rasanya asin dan agak amis setelah kontolnya bersih, Dino mencopot kontolnya dan menciumku yang sudah KO di kasur. "Terima kasih sayang aku puas dan sayang sama kamu "katanya lembut. Aku diam saja sambil merasakan kenikmatan yang baru pertama kali aku rasakan. Badanku lemes sekali Kulihat di seprai ada bercak merah..darah keperawananku dan mungkin bercampur dengan sedikit darah dari pantatku yang mungkin juga sobek karena dirasuki kontol Dino. Aku mencoba duduk, ah masih terasa sakit di kedua lubangku itu, lalu aku menangis di pelukan Dino ."Din, aku sudah enggak perawan lagi sekarang jangan tinggalkan aku yaa ."kataku pada Dino. Kulihat Anggi dan Agus sudah tidur berpelukan dalam keadaan telanjang bulat.<br />
<br />
<br />
<br />
"Iya sayang aku makin cinta sama kamu aku janji enggak akan meninggalkanmu tapi kamu harus janji yaa "katanya. "Bener Din? Kamu enggak ninggalin aku? Tapi janji apa ?"kataku balik bertanya. "Janji, kita akan mengulangi ini lagi aku bener-bener ketagihan sekarang sama nonokmu dan juga pantatmu, sayang "kata Dino sambil mengelus rambutku. Aku diam saja, aku juga ingin lagi..aku juga ketagihan kataku dalam hati. "Janji ya sayang "katanya lagi mendesakku. Aku hanya mengangguk. "Sudah jangan nangis sekarang kamu mau langsung pulang atau mau istirahat dulu?"tawar Dino. Aku pilih istirahat dulu lalu akupun tertidur berpelukan dengan Dino. Hari ini baru pertama kali aku berkenalan dengan sex. Ternyata enak dan nikmat.</div><div><br />
</div></div></td></tr>
</tbody></table>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-34667794994361119022011-09-14T21:30:00.001-07:002011-09-14T21:30:45.958-07:00Perawanku direnggut kak Agung<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><tbody>
<tr><td style="color: black; font: normal normal normal 9pt/normal verdana, arial, san-serif;"><div class="content"><div class="KonaBody">Perawan gadis ini direnggut saat dia masih kelas 2 SMP. Darah Perawannya mengalir, membasahi sprei. Namun semua telah terjadi, tak bisa disesali lagi.<br />
<blockquote>Aku menjerit, “Jangan…, jangan…”, aku berusaha menarik diri. Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di “milikku”. Aku menggelinjang dan menahan napas, “Kak Agun…, ohh.., oh…”, aku benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku. Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun dilanjutkan lagi</blockquote><br />
<span class="fullpost"><br />
Sebenarnya aku dilahirkan menjadi anak yang beruntung. Papa punya kedudukan di kantor dan Mama seorang juru rias / ahli kecantikan terkenal. Sering jadi pembicara dimana-mana bahkan sering menjadi perias pengantin orang-orang beken di kotaku. Sayangnga mereka semua orang-orang sibuk. Kakakku, Kak Luna, usianya terpaut jauh diatasku 5 tahun. Hanya dialah tempatku sering mengadu. Semenjak dia punya pacar, rasanya semakin jarang aku dan kakakku saling berbagi cerita.<br />
<br />
Saat itu aku masih SMP kelas 2, Kak Luna sudah di SMA kelas 2. Banyak teman-temanku maupun teman kakakku naksir kepadaku. Kata mereka sih aku cantik. Walaupun aku merasa biasa-biasa saja (Tapi dalam hati bangga lho.., he.., he..) Aku punya body bongsor dengan kulit putih bersih. Rambut hitam lurus, mata bulat dan bibir seksi (katanya sich he.., he..). Saat itu aku merasa bahwa payudaraku lebih besar dibandingkan teman-temanku, kadang-kadang suka malu saat olah raga, nampak payudaraku bergoyang-goyang. Padahal sebenarnya hanya berukuran 34B saja. Salah seorang teman kakakku, Kak Agun namanya, sering sekali main ke rumah. Bahkan kadang-kadang ikutan tidur siang segala. Cuma seringnya tidur di ruang baca, karena sofa di situ besar dan empuk. Ruangannya ber AC, full music. Kak Agun bahkan dianggap seperti saudara sendiri. Mama dan orang tuanya sudah kenal cukup lama.<br />
<br />
Saat itu hari Minggu, Mama, Papa, dan Kak Luna pergi ke luar kota. Mak Yam pembantuku pulang kampung, Pak Rebo tukang kebun sedang ke tempat saudaranya. Praktis aku sendirian di rumah. Aku sebenarnya diajak Mama tapi aku menolak karena PR bahasa Inggrisku menumpuk.<br />
<br />
Tiba-tiba aku mendengar bunyi derit rem. Aku melihat Kak Agun berdiri sambil menyandarkan sepeda sportnya ke garasi. Tubuhnya yang dibalut kaos ketat nampak basah keringat.<br />
“Barusan olah raga…, muter-muter, terus mampir…, Mana Kak Luna?”, tanyanya. Aku lalu cerita bahwa semua orang rumah pergi keluar kota. Aku dan Kak Agun ngobrol di ruang baca sambil nonton TV. Hanya kadang-kadang dia suka iseng, menggodaku. Tangannya seringkali menggelitik pinggangku sehingga aku kegelian.<br />
Aku protes, “Datang-datang…, bikin repot. Mending bantuin aku ngerjain PR”. Eh…, Kak Agun ternyata nggak nolak, dengan seriusnya dia mengajariku, satu persatu aku selesaikan PR-ku.<br />
“Yess! Rampung!”, aku menjerit kegirangan. Aku melompat dan memeluk Kak Agun, “Ma kasih Kak Agun”. Nampaknya Kak Agun kaget juga, dia bahkan nyaris terjatuh di sofa.<br />
“Nah…, karena kamu sudah menyelesaikan PR-mu, aku kasih hadiah” kata Kak Agun.<br />
“Apa itu? Coklat?”, kataku.<br />
“Bukan, tapi tutup mata dulu”, kata dia. Aku agak heran tapi mungkin akan surprise terpaksa aku menutup mata.<br />
<br />
Tiba-tiba aku merasa kaget, karena bibirku rasanya seperti dilumat dan tubuhku terasa dipeluk erat-erat.<br />
“Ugh…, ugh…”, kataku sambil berusaha menekan balik tubuh Kak Agun.<br />
“Alit…, nggak apa-apa, hadiah ini karena Kak Agun sayang Alit”.<br />
Rasanya aku tiba-tiba lemas sekali, belum sempat menjawab bibirku dilumat lagi. Kini aku diam saja, aku berusaha rileks, dan lama-lama aku mulai menikmatinya. Ciuman Kak Agun begitu lincah di bibirku membuat aku merasa terayun-ayun. Tangannya mulai memainkan rambutku, diusap lembut dan menggelitik kupingku. Aku jadi geli, tapi yang jelas saat itu aku merasa beda. Rasanya hati ini ada yang lain. Kembali Kak Agun mencium pipiku, kedua mataku, keningku dan berputar-putar di sekujur wajahku. Aku hanya bisa diam dan menikmati. Rasanya saat itu aku sudah mulai lain. Napasku satu persatu mulai memburu seiring detak jantungku yang terpacu. Kemudian aku diangkat dan aku sempat kaget!<br />
“Kak Agun…, kuat juga”. Dia hanya tersenyum dan membopongku ke kamarku. Direbahkannya aku di atas ranjang dan Kak Agun mulai lagi menciumku. Saat itu perasaanku tidak karuan antara kepingin dan takut. Antara malu dan ragu. Ciuman Kak Agun terus menjalar hingga leherku. Tangannya mulai memainkan payudaraku. “Jangan…, jangan…, acch…, acch…”, aku berusaha menolak namun tak kuasa. Tangannya mulai menyingkap menembus ke kaos Snoopy yang kupakai. Jari-jemarinya menari-nari di atas perut, dan meluncur ke BH. Terampil jemarinya menerobos sela-sela BH dan menggelitik putingku. Saat itu aku benar-benar panas dingin, napasku memburu, suaraku rasanya hanya bisa berucap dan mendesis-desis “ss…, ss…”,. Tarian jemarinya membuatku terasa limbung, ketika dia memaksaku melepas baju, aku pun tak kuasa. Nyaris tubuhku kini tanpa busana. Hanya CD saja yang masih terpasang rapi. Kak Agun kembali beraksi, ciumannya semakin liar, dan jemarinya, telapak tangannya mengguncang-guncang payudaraku, aku benar-benar sudah hanyut. Aku mendesis-desis merasakan sesuatu yang nikmat. Aku mulai berani menjepit badannya dengan kakiku. Namun malahan membuatnya semakin liar. Tangan Kak Agun menelusup ke CD-ku.<br />
Aku menjerit, “Jangan…, jangan…”, aku berusaha menarik diri. Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di “milikku”. Aku menggelinjang dan menahan napas, “Kak Agun…, ohh.., oh…”, aku benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku. Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun dilanjutkan lagi, saat itu aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi, aku pasrah saja, aku benar-benar tidak membalas namun aku menikmatinya. Aku memang belum pernah merasakannya walau sebenarnya takut dan malu.<br />
<br />
Tiba-tiba aku kaget ketika ada “sesuatu” yang mengganjal menusuk-nusuk milikku, “Uch…, uch…”, aku menjerit.<br />
“Kak Agun, Jangan…, ach…, ch…, ss…, jangan”.<br />
Ketika dia membuka lebar-lebar kakiku dia memaksakan miliknya dimasukkan. “Auuchh…”, aku menjerit.<br />
“Achh!”, Terasa dunia ini berputar saking sakitnya. Aku benar-benar sakit, dan aku bisa merasakan ada sesuatu di dalam. Sesaat diam dan ketika mulai dinaik-turunkan aku menjerit lagi, “Auchh…, auchh…”. Walaupun rasanya (katanya) nikmat saat itu aku merasa sakit sekali. Kak Agun secara perlahan menarik “miliknya” keluar. Kemudian dia mengocok dan memuntahkan cairan putih.<br />
<br />
Saat itu aku hanya terdiam dan termangu, setelah menikmati cumbuan aku merasakan sakit yang luar biasa. Betapa kagetnya aku ketika aku melihat sprei terbercak darah. Aku meringis dan menangis sesenggukan. Saat itu Kak Agun memelukku dan menghiburku, “Sudahlah Alit jangan menangis, hadiah ini akan menjadi kenang-kenangan buat kamu. Sebenarnya aku sayang sama kamu”.<br />
<br />
Saat itu aku memang masih polos, masih SMP, namun pengetahuan seksku masih minim. Aku menikmati saja tapi ketika melihat darah kegadisanku di atas sprei, aku jadi bingung, takut, malu dan sedih. Aku sebenarnya sayang sama Kak Agun tapi…, (Ternyata akhirnya dia kawin dengan cewek lain karena “kecelakaan”). Sejak itu aku jadi benci…, benci…, bencii…, sama dia.<br />
Cerita Dewasa 17 tahun, kumpulan cerita dewasa, cerita panas</span></div></div></td></tr>
</tbody></table>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-49928346481677719082011-09-14T21:29:00.001-07:002011-09-14T21:29:56.633-07:00Perkasanya Pak RT<blockquote style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya.</blockquote><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku tinggal di kompleks perumahan BTN di Jakarta. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk. Sebagai arsitek swasta, tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Walaupun dia sangat mencintaiku, bahkan mungkin memujaku, aku sering kesepian. Aku sering sendirian dan banyak melamun membayangkan betapa hangatnya dalam sepi itu Mas Adit, begitu nama suamiku, ngeloni aku. Saat-saat seperti itu membuat libidoku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah seksualku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur. Aku melakukan masturbasi membayangkan dientot oleh seorang lelaki, yang tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru Pak Parno, Pak RT di kompleks itu. Walaupun usianya sudah di atas 55 tahun, 20 tahun di atas suamiku dan 27 tahun di atas umurku, kalau membayangkan Pak Parno ini, aku bisa cepat meraih orgasmeku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan Mas Aditpun, tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak Parnolah yang sedang menggeluti aku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui, selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gedee banget. Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana. Dari tampilan tubuhnya yang tetap kekar dan kokoh walaupun tua, aku bayangkan kontol Pak Parno juga kekar dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya. Ooohh.., betapa nikmatnya dientot kontol macam itu ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang 28 tahun, tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal banget. Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang cukup besar membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan, menyunatkan anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami se-RT rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya. Aku biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas dengan hasil karyaku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya aku beli di Pasar Senen. Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Surti, yang punya hajatan, untuk membeli kekurangan itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kebetulan Bu Mar, tuh Pak Parno mau ke Senen, mbonceng saja sama dia', Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Pak Parno yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Emangnya Pak Parno mau cari apaan?, aku nanya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya', Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti'. Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir disitu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana jeans dan blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi Pak Parno yang nyopirin Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Parno nyaman banget sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan Pak Parno yang sering hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak menggunung. Aku nggak tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan panjang.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat aku menelan ludahku membayangkan apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan Pak Parno nyelonong menepuk pahaku. 'Dik Marini mau beli apaan? Di Senen sebelah mana?', sambil dia sertai pertanyaan ini dengan nada ke-bapak-an.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak ngomong.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..', walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik, 'Ooo, yyaa.. aku tahu ..', tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang sangat, aku merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku. Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih ke atas menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah menurunkan kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia ulangi lagi dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkan, bukan menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pak Parno mengalah. Tetapi bukan mengalah bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia rubah. Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergap aku. Aku mendesah tertahan. Aku lemes, tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Parno meremas pahaku. 'Dik Maarr..', dia berbisik sambil menengok ke aku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tiba-tiba di depan melintas bajaj, memotong jalan. Pak Parno sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas. Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan. Selepas itu tangan Pak Parno dikonsentrasikan pada kemudi. Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kemudi. Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi. Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku menjadi penuh disesaki dengan birahi. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Benar. Sesudah jalanan agak lancar, tangan Pak Parno kembali ke pahaku. Aku benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan birahi. Langsung tangan Pak Parno meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku. Tanganku menahan tangannya. Eeeii malahan ditangkapnya dan diremasinya. Dan aku pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Pak Parno. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sekali aku nyeletuk,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'N'tar dilihat orang Pak',</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam', aku percaya dia.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?', dia berbisik ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kemana..?', pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Terserah Pak Parno.., Tapinya n'tar ditungguin orang-orang .., n'tar orang-orang curiga .. lho'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Iyaa, jangan khawatirr.., paling lama sejamlah.', sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain 'sejam'??</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Persis di bawah jembatan penyeberangan dekat daerah Galur, Pak Parno membalikkan mobilnya kembali menuju arah Cempaka Putih. Ah.. Pak Parno ini pasti sudah biasa begini. Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran. Dengan penuh gelora dan deg-degan jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan menit, akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan. Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini.., apa kekurangan Mas Adit, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak Parno ini. Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat Pak Parno. Pasti dia akan menjagaku, melindungiku. Pasti dia akan mengahadpi aku dengan halus dan lembut. Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami yang selama ini selalu mengayomi warganya. Pasti dia nggak akan merusak citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka. Dan rasanya aku ingin banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Agu gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan 'jalan-jalan dulu' Pak Parno ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tiba-tiba mobil terasa membelok ke sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri penuh pepohonan. Di depan mobil nampak seorang petugas berlarian menuntun Pak Parno menuju ke sebuah garasi yang terbuka. Dia acungkan tangannya agar Pak Parno langsung memasuki garasi berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah yakin berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup. Woo.. aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Pak Parno mematikan mesin mobilnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Nyampai Dik Mar ..',</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Di mana ini Pak ..?', terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis 'motel' yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku. Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sambil melumat, tangan-tangan Pak Parno juga merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku. Uuiihh .. tak tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann .. aku digeluti Pak RT ku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Bibir Pak Parno melumatku, dan aku menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku. Ohh .. Pak Parnoo .. Tolongin akuu Pakee .. Puaskanlah menikmati tubuhkuu ..Paak, .. semua ini untuk kamu Paak .. Aku hauss .. Paak .. Tulungi akuu Paakk.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kita turun yok Dik Mar .., kita masuk dulu ..', Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu. Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet pengin kencing.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah melihat sosok tubuh Pak Parno itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian memanggil, 'Sini Dik Mar .. ', uh uh .. Omongan seperti itu .. masuk ketelingaku pada saat macam begini ..aku merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku, hari ini dengan edannya berada di kamar motel dengan seseorang, yaitu Pak Parno, yang Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri. Dan panggilanya yang ..'Sini Dik Mar', itu .. terasa sangat erotis di telingaku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini. Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya. Uhh .. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar .. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng pemula macam aku ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Mar .. Aku sudah lama merindukan Dik Mar ini. Setiap kali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari yang sangat mirip Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar .. Kapann aku bisa merangkul Dik Mar macam ini ..'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo ..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dia langsung melahap mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini. Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku ..Pakee ..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tangannya yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jeansku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu merogoh celana dalamku. Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku ..aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi. Kenikmatan .. sejuta kenikmatan .. ah .. Selaksa juta kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Jari-jari itu juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu. Dengan bibir yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku ..Ohh.. kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas Adit .. maafkanlah akuu .. Ampunilahh .. istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak bertara ini .. ampunilah Mas Adit .. aku telah menyelewengg .. aku nggak mampuu maass ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Yang semula satu jari, kini disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah. Pak Parno tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali disentuh lelaki yang bukan suamiku, Pak Parno berhasil membuatku orgasme.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat orgasme itu datang, kurangsek balik Pak Parno. Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno. Pahaku menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat. Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan spermaku. "Sperma" perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluannya. Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, kebibirku. Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber AC ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat telah reda, kurasakan tangan Pak Parno mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang. Uh .. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat dulu yaa..?!, Saya ambilkan minum dulu yaahh ..', suara Pak Parno itu terasa menimbulkan rasa yang teduh. Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar motel ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku untuk disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno, Pak RT kampungku, yang bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang. Mas Adit .. Ooohh .. maass ..maafkanlah aakuu .. maass..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sementara aku masih terlena di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Parno terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku. Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Adit sedang sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan salah tarik.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Pak Parno barusan, hanya dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang menari-nari di kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku. Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku segalanya berjalan terlampau cepat, seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian cepat.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sementara saat nafsuku tiba dengan menggelegak, Mas Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau si anu besok mau pergi dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Menunggu Mas Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu Godotku .., menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Marni capek ya ..', bisikkan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Nggak Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..', aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki lain telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pada usianya yang lebih dari 55 tahun itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita yang memandangnya. Bahunya bidang. Lengannya kekar, dengan otot-otot yang kokoh. Perutnya nggak nampak membesar, rata dengan otot-otot perut yang kencang, seperti papan penggilasan. Bukit dadanya yang kokoh, dengan dua putting susu besar kecoklatan, sangat menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya yang kekar dan macho ini, aku lihat Pak Parno adalah sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot di tubuhnya menunjukkan dia sukses berolahraga selama ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pandanganku terus meluncur ke bawah. Dan yang paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya .. Aku belum pernah melihat kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno sungguh-sungguh merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku saat ini. Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya berkilatan dan sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara Nazi, sungguh merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang. Dengan sobekan lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu mulut atau kemaluan para perempuan yang ingin melahapnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sesudah telanjang Pak Parno juga menarik pakaianku, celana jeansku yang sedari tadi masih di separoh kakiku, kemudian blus serta kutangku dilepasnya. Kini aku dan Pak Parno sama-sama telanjang bulat. Pak Parno rebah di antara pahaku. Dia langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya menjilati kemaluanku. Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini nggak pernah aku dapatkan dari Mas Aditt ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Lidah kasar Pak Parno menusuk dan menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya berusaha menembusi lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku terpancing kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku merasakan kegatalan yang hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang makin dilanda kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tak lama kemudian, Pak Parno memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya. Posisi seperti itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Parno maupun bagi aku. Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Parno, dan sebaliknya Pak Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi kemaluanku. Terdengar suara kecipak mulut Pak yang beradu dengan bibir kemaluanku. Dan desahan Pak Parno dalam merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga hingga membuat aku menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Parno sibuk memegang erat-erat kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari pegangannya. Dan sampai pada akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga tidak tahan. Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku merangsang nafsu birahi Pak Parno tidak bisa terbendung.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sesudah menurunkan kakiku, Pak Parno langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik dimana bagiku untuk pertama kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku merambah dan menembus memekku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar .. menunggu kontol Pak Parno menembus kemaluanku .. Aku hanya bisa pasrah .. Aku nggak mampu lagi menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku menjerit kecil saat kepala tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku. Rasa kejut saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu menegang dan membuat lubang vaginaku menjadi menyempit. Dan akibatnya seakan tidak mengijinkan kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan itu membuat aku penasaran,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Santai saja Mar, biar lemesan..', terdengar samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Pakee .. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya Pakee .. Puas-puasin ya Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee ..', kedengerannya aku mengemis minta dikasihani.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..', suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Kepala helm tentara itu akhirnya berhasil menguak gerbangnya. Bibir vaginaku menyerah dan merekah. Menyilahkan kontol Pak Parno menembusnya. Bahkan kini vaginakulah yang aktif menyedotnya, agar seluruh batang kontol gede itu bisa dilahapnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Uuhh .. aku merasakan nikmat desakan batang yang hangat panas memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk. Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di mulut rahimku. Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku ngrasain disentuh kontol Mas Adit. Dengan sisa ruang yang longgar, kontol suamiku itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya saja. Saat dia tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau penuh seperti sesak dan penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga vaginaku saat ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Kemudian Pak Parno mulai melakukan pemompaan. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan frekewnsi yang makin sering dan makin cepat. Dan aku mengimbangi secara reflek. Pantatku langsung pintar. Saat Pak Parno menarik kontolnya, pantatku juga menarik kecil sambil sedikit ngebor. Dan saat Pak Parno menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai goyangan igelnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Demikian secara beruntun, semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat, cepat, cepat, cepaatt ..ceppaatt. Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringat Pak Parno mengalir dan berjatuhan di tubuh masing-masing, mataku dan mata Pak Parno sama-sama melihat keatas dengan menyisakan sedikit putih matanya. Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang kokoh itu ikut berderak-derak. Lampu-lampu nampak bergoyang, semakin kabur, kabur, kabur. Sementara rasa nikmat semakin dominan. Seluruh gerak, suara, nafas, bunyi, desah dan rintih hanyalah nikmat saja isinya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Mirnaa .. Ayyoo.. Enakk nggak kontol padee Mirr, enak yaa.. enak Mirr .. ayyoo bilangg enak mana sama kontol si Adit .. Ayoo Mirr enak mana sama kontol suamimu ayoo bilangg ayyoo enakan manaa ..', Pak Parno meracau.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee .. Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee.. Enakan kontol Pak Parnoo ..'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Posisi nikmat ini berlangsung bermenit-menit. Tanpa terasa pergumulan birahi ini sudah berjalan lebih dari 1 jam. Suasana erotis tampak sangat indah dan menonjol. Erangan dan desahan erotik keluar bersahut-sahutan dar mulut kami. Kulihat tubuh kekar Pak Parno tampak berkilatan karena keringatnya. Dan hal itu membuat Pak Parno jauh terlihat seksi di mataku. Kulihat keringatnya mengalir dari lehernya, terus ke dada bidangnya, dan akhirnya ke tonjolan otot di perutnya. Dengan gemas kupermainkan putting susunya yang bekilatan itu. Kugigiti, kujilati, kuremas-remas. Dan Pak Parno yang merasakan itu, tambah buas gerakannya. Sodokan kontolnya tambah kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya yang kasar merambahi payudaraku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pada akhirnya, setelah hampir 2 jam kami bercinta, aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut. Itu yang ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn .. hanya dari Pak Parno aku bisa meraih multi orgasmeku inii .. Oohh Pak Parnoo.. terima kasihh .. Pak Parno mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo .. Pakee biar aku yang memuaskan kamuu .. 10 menit kemudian…</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Uhh .. Aku jadi lemess bangett .. Nggak pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat tubuhku serasa di lolosi. Dengan telanjang bulat kami sama telentang di ranjang motel ini. Di sinilah akhirnya terjadi untuk pertama kalinya aku serahkan nonokku beserta seluruh tubuhku kepada lelaki bukan suamiku, Pak Parno. Dan aku heran .. pada akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku pada Mas Adit. Aku sangat ikhlaskan apa yang telah aku serahkan pada Pak Parno tadi. Dan dalam kenyataan aku mendapatkan imbalan kepuasan dari Pak Parno yang sangat hebat.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Di motel ini aku mengalami 3 kali orgasme. Dua kali beruntun aku mengalami orgasme dalam satu kali persetubuhan dan yang pertama sebelumnya, yang hanya dengan gumulan, ciuman dan jilatan Pak Parno di ketiakku sembari tangannya ngobok-obok kemaluanku aku bisa mendapatkan orgasme yang sangat memberikan kepuasan pada libidoku. Hal itu mungkin disebabkan karena adanya sensasi-sensasi yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru sekali ini aku lakukan. Yaa.. pada akirnya aku toh berhak mendapatkannya .. tanpa menunggu Mas Adit yang sangat egois.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih lama lagi di tempat birahi ini, namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu bernikmat-nikmat yang pertama kali kami lakukan ini sudah cukup lama. Pak Parno khawatir orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya. Pak Parno mengajak selekasnya kami meninggalkan tempat ini dan kembali menyelesaikan pekerjaan yang telah kami sanggupi pada Mbak Surti dalam rangka membantu hajatannya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Setelah kami mandi dan membersihkan tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan, kami kembali ke jalanan. Ternyata kemacetan jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari ini. Dengan adanya pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di Galur, antrean mobil macet sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih. Mobil Pak Parno serasa merangkak. Untung AC mobilnya cukup dingin sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami rasakan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu kembali pada peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Parno tadi. Lelaki tua ini memang hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman menguasai perempuan. Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan seksual. Paduan kesabaran, tampilan ototnya yang kekar, postur tegap tubuhnya, serta kontol gedenya yang indah membuat aku langsung takluk secara iklas padanya. Aku telah serahkan seluruh tubuhku padanya. Dan Pak Parno tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual yang sebenar-benarnya adalah apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya bisa mendapatkan kepuasannya secara adil dan setara. Dan aku merasakannya .. tapi .. Benar adilkah ..?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Ah .. pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi, aku berhasil merasakan orgasmeku hingga 3 kali. Sementara Pak Parno hanya mengeluarkan spermanya sekali saja. Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh ..adakah hal ini menjadi masalah untuk hubunganku dengan Pak Parno selanjutnya ..? Kenapa dia banyak diam sejak keluar dari motel tadi ..?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..??</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Pak, tadi puas nggak Pak..?', aku memberanikan diri untuk bertanya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas', begitu jawabnya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap 'gentlemen'. Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya. Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng. Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih pengin yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??', sambil tanganku terus memijiti gundukkan itu. Dan terbukti semakin membesar dan mengeras.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr yaa..'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Biarlah, biarlah aku akan selalu memberikan yang aku bisa. Dengan berbagai style, tanganku terus meremasi dan mijit gundukkan kontol itu. Tetapi lama kelamaan justru tanganku sendiri makin menikmati kenikmatan memijit-mijit itu. Dan semakin lama justru aku yang nyata semakin kelimpungan. Aku kenang kembali kontol gede ini yang 40 menit yang lalu masih menyesaki kemaluanku. Yang tanpa meninggalkan celah sedikitpun memenuhi rongga vaginaku. Dan ujungnya ini yang untuk pertama kalinya bisa mentok ke dinding rahimku.. ah nikmatnya ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Pakee.. Aku pengin lagii ..', aku berbisik dengan setengah merintih.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kita cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak ..', sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno melihat reaksinya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Boleehh ..', dia jawab tanpa melihat ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tanganku sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat pinggangnya. Kemudian kubuka kancing utamanya. Selanjutnya kuraih resluitingnya hingga nampak celana dalamya yang kebiruan. Di belakang celana dalam itu membayang alur daging sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini kali yang namanya stir kanan.. Kalau stir kiri, mengarahnya kekiri tentunya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Parno dari sarangnya. Melalui pinggiran kanan celana dalamnya, kontol Pak Parno mencuat keluar. Gede, panjang, kepalanya yang bulat berkilatan. Dan pada ujung kepala itu ada secercah titik bening. Oooww ..baru sekarang aku berkesempatan memperhatikan kontol ini dari jarak yang sangat dekat, bahkan dalam genggamanku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Rupanya precum Pak Parno telah terbit di ujung kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya. Uuuhh .. indahnyaa .. bisakah aku nggak bisa menahan diri ..??</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Pak Parno pengin khan..??', kembali aku berbisik.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??', jawaban yang disertai pertanyaan balik.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari tempat lagii .. Hayoo..', jawabanku enteng.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet nih jalanan. Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah nggak kalau aku bilang ini ..??'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Ooo.. Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum pernah Pak.., kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu ..'.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Kalau lihat punya saya inii.?', dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Masalahnya aku dihadapkan pada sesuatu hal yang bener-bener belum pernah aku lakukan, bahkan pun dalam khayalan seksualku. Pasti yang Pak Parno inginkan adalah aku mau mengisep-isep kontolnya itu, yaa khan? Tapi aku juga berpikir cepat .. Tadi sewaktu di motel, Pak Parno membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih. Kemudian dijilatinya vaginaku, kelentitku, lubang kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan birahiku. Aku jadi ingat prinsip adil dan setara yang aku sebutkan di atas tadi.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu untuk berlaku mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya. Dia telah menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati jilatan dahsyatnya. Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku. Bisakah aku bertindak adil dan setara juga pada dia. Aku membayangkan kontol itu di mulutku ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Mar, sperma itu sehat lhoo, bersih, steril.. dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong. Cobalah, kontol Pak Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya.. ', aku sepertinya mendengar sebuah permohonan.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku kasihan juga pada Pak Parno. Mungkin dia sudah mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi. Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu. Dan kini saat aku sudah berada disampingnya harapan itu nggak terkabul. Ah, aku jadi iba .. Kulihat kembali kontol indah Pak Parno. Yaa.. benar-benar indah..apa artinya indah itu .. Kalau memang itu indah ..sudah semestinya kalau aku menyukainya ..dan kalau aku menyukainya .. mestinya aku nggak jijik ataupun geli .. Dan lihat precum itu.. Juga indah khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi ..dan asin .. Dan.. Banyak lho yang sangat menyukainya .., menjilatinya, meminumnya ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tahu-tahu aku sudah merunduk, mendekatkan wajahku, mendekatkan bibirku ke kontol Pak Parno yang indah itu. Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah mengambil keputusan .. Ah,.. ujung lidahku kini menyentuh, menjilat dan merasakan lendir lembut dan bening milik Pak Parno. Yaahh .. asinnya yang begitu lembutt..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..', kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Parno sedikit memundurkan tempat duduknya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu pinter banget siihh .. uuhh Dik Marr..', aku terus memompa dengan lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya itu .. kujilati habis-habisan ..</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">'Marr.. enak bangett .. akau mau keluar nihh Dik Marr .. Aku mau keluar nihh ..', aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Tetapi apa yang terjadi padaku kini sudah langsung berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang merindukannya. Dan aku memang merindukannya. Aku pengin banget merasakan sperma seorang lelaki langsung tumpah dari kontolnya langsung ke mulutku. Dan lelaki itu adalah Pak Parno, yang bukan suamiku sendiri. Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya, pangkalnya, pelernya, sejauh bisa bibir atau lidahku meraihnya, disebabkan tempat yang sempit ini, semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Dan pengalaman pertama itu akhirnya hadir. Saat mulutku mengkulum batangan gede panjang milik Pak Parno itu, aku rasakan kembali ada kedutan besar dan kuat. Kedutan itu kemudian disusul dengan kedutan-kedutan berikutnya. Kalau yang aku rasakan di motel tadi kedutan-kedutan kontol Pak Parno dalam lubang vaginaku, sekarang hal itu aku rasakan di rongga mulutku. Kontol Pak Parno memuntahkan laharnya. Cairan, atau tepatnya lendir yang hangat panas nyemprot langit-langit rongga mulutku. Sperma Pak Parno tumpah memenuhi mulutku. Entah berapa kali kedutan tadi. Tetapi sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya karena saking banyaknya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sperma Pak Parno berleleran di pipiku, daguku, bahkan juga ke kening dan rambut panjangku. Kontol Pak Parno masih berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku. Dan aku raih kembali untuk kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar. Mulutku langsung menyedotinya. Sekali lagi, pengalaman pertama nyeleweng ini benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat sensasional bagiku. Dan aku makin merasa pasti, hal-hal itu nggak mungkin aku dapatkan dari Mas Adit, suamiku tercinta.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Sesuai rencana, aku diturunkan di Pasar Senen oleh Pak Parno. Sungguh aku keberatan untuk perpisahan ini. Kugenggam tangannya erat-erat, untuk menunjukkan betapa besarnya arti Pak Parno bagiku. Aku berjalan dengan gontai saat menuju toko kertas dekorasi itu.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Saat aku turun dari taksi sesampai di rumah, Mbak Surti nampak cemberut. Aku biarkan. Pada temen yang lain aku bilang banyak bahan yang aku cari stoknya habis sehingga aku menunggu cukup lama. Di ujung jalan sana kulihat mobil Kijang Pak Parno. Mungkin sudah lama lebih dahulu nyampai di kompleks. Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah mulai melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;">Aku pamit pulang sebentar, untuk menengok rumah. Mas Adit belum pulang. Aku mandi lagi sambil mengenang peristiwa indah yang kualami sekitar 2,5 jam yang lalu. Saat sabunku menyentuh kemaluanku, masih tersisa rasa pedih pada bibirnya. Mungkin jembut Pak Parno tersangkut saat kontolnya keluar masuk menembus memekku. Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil yang terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, arial, san-serif; font-size: 12px;"> </span>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-50408063862408807592011-09-14T21:26:00.000-07:002011-09-14T21:26:26.364-07:00Mamaku Pemuasku<span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Namaku Ata, umurku 16 tahun, aku tinggal bersama Mamaku (42 tahun), bersama papa dan adik perempuanku yang duduk di bangku SMP.<br />
<br />
Suatu siang aku berada di rumah hanya berdua dengan Mama. Mama sedang berbaring di dalam kamarnya, ia mengenakkan daster yang sangat tipis. Aku masuk kedalam kamar, Mama tersenyum kepadaku. Aku duduk ditepi ranjang, batang penisku mulai tegang melihat pakaian Mama yang sangat seksi. Aku memeberanikan diri menyentuh pahanya, lalu aku mengelus paha itu. Ohh.. betapa mulusnya, aku membatin dalam hati.<br />
<br />
Mama masih membiarkan tanganku berada dipahanya. Lalu aku berbaring disampingnya. Tanganku membelai wajahnya yang cantik. "Mama cantik sekali..". kataku memuji. "Terimakasih, sayang.." Balas Mama. Aku lalu menangkap bukit kembarnya yang hampir menyembul dari balik daster. Mama terkejut, "Apa yang kamu lakukan, sayaang?" Tanya Mama. Aku masih diam, tanganku terus meremas-remas buah dadanya. Mama memejamkan mata merasakan sensasi yang aku berikan. Lalu aku dekatkan bibirku ke bibirnya, kemudian kulumat. Mama membalas dengan penuh nafsu. Mama memasukkan lidahnya kedalam rongga mulutku, air liurku ditelan tanpa ragu-ragu. Kemudian kepalaku bergerak kearah buah dadanya yang menjulang tanpa penghalang. Puting susunya kujilat dan kugigit dengan lembut. "Ssshh.. oohh.." Mama mendesis kekenakan.<br />
<br />
"Ooohh.. teruss, Ataa.. sshh". Tanganku menjelajahi daerah selangkangannya yang masih tertutup CD dan agak basah. Lalu aku bangkit dan duduk didepan selangkangannya. Mama berbaring terlentang. CD nya kubuka, tampaklah olehku sebuah belahan yang dipenuhi oleh rerumputan hitam. Aku langsung menjilati permukaan vaginanya, lidahku menari-nari di klitorisnya. Mama semakin mendesis tak karuan merasakan kenikmatan yang diberikan oleh anaknya. "Ooohh.. sshh.. teerruss sayaanngg.. sshh". Pantatnya bergerak kesana kemari. Lidahku kumasukkan kedalam liang senggamanya. Mama semakin menjadi-jadi.<br />
<br />
Aku lalu bangkit berdiri diatas ranjang, batang penisku sudah sangat tegang mengacung-acung, Mama berlutut didepanku, kontolku dikocok-kocok dan kemudian dimasukkannya kedalam mulutnya. Mama terus mengulum batang penisku, kadang lidahnya menari-nari diseluruh permukaan penisku.<br />
<br />
Kemudian Mama berbaring terentang diatas ranjang, kakinya dikangkangkan dengan lebar, aku berlutut didepan selangkangannya, batang penisku kutempelkan dilubang senggamanya. Pinggulku kutekan kedepan, "bless", seluruh batang penisku masuk ke dalam vagina Mama. Ohh, ..Yeesshh.. aaghh," Mama mendesah keenakan. aku mulai mempercepat goyanganku,"ceek, ceek ceek," bunyi selangkangan kami beradu. "SShh.. Ataa.. kamu hebat sayaang..".<br />
<br />
10 menit kemudian kami bertukar posisi, Mama dalam posisi nungging sekarang, aku berlutut dibelakangnya. Memek Mama terlihat begitu indah dari belakang. Aku memasukkan kontolku, dan mulai mengocoknya. Dinding liang senggamanya begitu lembut. "OOohh Mamaa.. memek Mama enak sekali.. oohh".<br />
<br />
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang akan keluar dari dalam penisku, aku berkata kepadanya, "Maa.. Ata mau keluar nih maa..". "Cabut kontol kamu, sayaang..". aku segera mencabut kontolku dan Mama segera menangkapnya. Penisku dihisap hisap dan dijilati. Tak lama "Crroott.. croott.. crott", cairan putih kental memancar dari penisku, Mama meminum semuanya, oohh..<br />
<br />
"Ma, dilanjutkan lagi ya..?" "Iya donk, Mama belum keluar nih..!" Aku mengambil posisi berbaring terlentang, Mama menaiki tubuhku, badannya menghadap kearah ku. Kemudian Mama mulai memompa, memutar pinggulnya. "OOohh, ..sshh.. Mamaa". Mama terus memompa dengan gaya yang sungguh erotis.<br />
<br />
"Ata, ..kita doggystyle lagi yuk, Mama lebih suka gaya itu", kata Mama. Kami pun langsung mengubah posisi ke doggystyle. aku mengentotnya dengan cepat. Mama mendesah desah keenakan. Ketika melihat lubang pantat Mama, aku jadi ingin mencobanya. Lalu aku mencabut kontolku dari memeknya. "Kenapa dicabut sayang..? kamu mau keluar lagi?". Tanpa banyak bicara aku langsung memasukkan batang penisku kenalam anus Mama, "OOhh.. aapa yang kau lakukan, sayaangg?". "Mama nikmati aja..". ternyata lubang pantatnya masih sangat sempit, aku terus mengenjotnya. "Uuuhh.. uuhh.. yyeess..", Desah Mama.<br />
<br />
Tak lama kemudian, Mama mencapai orgasme, "Ata.. Mama mau keluar niih.." Aku langsung mencabut kontolku dan membungkuk ke arah memeknya. Cairan putih segar mengalir dari dalam liang vaginanya. Aku menjilat dan menelan cairan itu. Sambil menikmati cairan memeknya kontolku yang masih tegang aku kocok dan aku masih menginginkan jepitan memek Mama yang nikmat dan lembut.<br />
<br />
Setelah Mama merasakan dan menikmati orgasme nya, aku baringkan tubuh Mama lagi di ranjang, Mama tersenyum melihat kontolku masih tegang dan keras, sambil tersenyum Mama bilang "Kamu masih kuat sayang, ayo masukin lagi aja ke memek Mama.." belum selesai dia bicara aku langsung melumat bibir Mama dan menciumnya dengan sangat nafsu begitu juga Mama yang langsung membalas ciumanku, tangan Mama mengocok kontolku yang tegang dan licin karena cairan dari memek Mama.<br />
<br />
Dengan posisi aku di atas dan Mama terbaring dengan posisi menyamping dengan posisi kaki berlipat ke arah samping perlahan aku tusuk kembali memek Mama perlahan, dan karena memek Mama sudah basah dan kontolku juga, jadi tusukan kali ini lancar dan terasa nikmat, bless.. kontolku pun kembali masuk ke dalam memek Mamaku yang nikmat. Aku menggoyang dari atas menyodok memek Mama. Mama tampak sangat menikmatinya dan kontolku terasa sangat di jepit oleh daging lembut yang hangat dan berlendir itu.<br />
<br />
Beberapa saat kamu menikmati posisi itu hingga aku minta ganti posisi, aku cabut kontolku dari memek Mama. aku minta Mama telentang seperti posisi pertama kami bersebadan, Mama mengerti lalu membuka kakinya lebar-lebar hingga memek Mama terlihat merekah dan seperti siap untuk kembali menelan semua kontolku. kubuka kedua pahanya, dan aku masuk di antaranya, kontolku yg tegang dan <span class="IL_AD" id="IL_AD1" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(0, 128, 128) !important; border-bottom-style: solid !important; border-bottom-width: 1px !important; color: rgb(0, 128, 128) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; font-style: normal !important; font-weight: normal !important; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: underline !important;">besar</span> itu aku genggam, Mama memalingkan muka ketika melihat kontolku, lalu kontol itu aku arahkan ke memeknya yg ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat. Aku <span class="IL_AD" id="IL_AD3" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(0, 128, 128) !important; border-bottom-style: solid !important; border-bottom-width: 1px !important; color: rgb(0, 128, 128) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; font-style: normal !important; font-weight: normal !important; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: underline !important;">tekan</span> di lubang senggamanya, Mama menahan nafas dan menggigit bibir ketika kontolku pelan-pelan masuk ke dalam memeknya. Aku mendesah pelan dan meringis menahan nikmat. Jepitan dinding memek Mama terasa ketat dan berdenyut-denyut hangat. Dan dengan sekali tekan amblas sudah kontolku di dalam memeknya, kami sama-sama berpelukan dan berciuman lagi. Kontolku serasa dipijat dan disedot-sedot lembut di dalam memeknya. Kemudian aku mulai memompanya, Mama mendesah lagi dan pelan-pelan menggoyangkan pinggulnya seirama dengan kocokan kontolku mencari kenikmatan.<br />
<br />
Aku sangat menikmati posisi ini sambil terus menggoyang. Mama tepejam menikmati ulahku, anaknya yg sedang menyetubuhinya. Tangannya memegang pinggangku, kakinya menekuk menerima tubuhku yg menyodok memeknya dengan kontolku. Payudaranya bergoncang-goncang lembut. "Sssh.. Maa.. enak banget lubangnya.." kataku seenaknya, Mama senyum dan mencubitku<br />
<br />
Duh.. ssh.. enak bener Maa.. diapain sihh..", tanyaku penasaran. Mama nyengir.., "Ra.. ha.. si.. aa..", katanya nakal. Aku merengut manja dan terus memompa. Keringat membasahi punggungku. Aku benar-benar keenakan, dadaku makin berdebar dan pertahananku hampir jebol oleh kenikmatan lubang vagina Mamaku, sementara Mama pelan-pelan ikut menggoyang pinggul dan memainkan otot vaginanya sambil terpejam-pejam dan merintih keenakan. Dan memang, aku sudah tidak tahan lagi, dan gerakanku makin cepat, nafas makin memburu dan dengan mengerang parau, muncratlah spermaku di dalam vaginanya, crot.. crot.. crott.., dan Mama yang juga kelihatannya sudah mulai mencapai orgasme yang kedua, mengetahui aku sudah keluar, ia memutar-mutar pinggulnya kesana kemari membuat penisku ngilu dan seperti diputar-putar. Dan kemudian ia memekik tertahan sambil melentingkan tubuhnya dan terkulai lemas<br />
<br />
Setelah itu kami berdua berbaring sambil tetap berpelukan di atas ranjang. "Kamu hebat, Ta," puji Mama. "Terima kasih Mama, kapan-kapan boleh diulang lagi ya?" "Boleh sayang, asal jangan sampai ketahuan siapa-siapa". Kami berbaring sambil saling memegang kemaluan masing-masing dengan mesra.<br />
<br />
Esok harinya pada waktu yang sama, dimana hanya aku dan Mama yang ada di rumah. Mama sedang berada di dapur, dia sedang melap piring-piring dan gelas yang habis dicuci. Ia menggunakan daster tipis dan sangat pendek, buah dadanya menonjol dari balik daster itu, nampaknya Mama tidak memakai BH. Aku memeluknya dari belakang. Tengkuknya kucium sambil kujilat-jilat kecil sampai telingannya. "Shhttss..", Mama mendesis keenakan. "Mama cantik sekali", kataku memuji. Dia berbalik ke arahku sambil berkata, "Ata mau apa sayang..?". "Ata pingin ngerasain ngentot ama Mama lagi, seperti kemarin." Mama lalu mencium bibirku, dia melumat perlahan-lahan, semakin lama semakin bernafsu. Lidahnya dijulurkan kedalam rongga mulutku, aku mengisapnya dengan rakus. Kemudian bergantian lagi, lidahku kumasukkan ke dalam rongga mulutnya, Mama mengulum lidahku dengan penuh nafsu. Tanganku bergerak melepaskan ritsluiting dasternya, seketika itu daster itu sudah merosot kebawah. Tubuh bagian atas Mama polos, dia memang tidak menggunakan BH sehingga buah dadanya yang bulat indah itu menggantung dengan bebas.<br />
<br />
Tanganku meremas buah dada kenyal itu, Mama mendesis perlahan. Lalu aku mengulum puting susunya, desahan Mama makin menjadi, "Ssshh.. uuhh.. terus sayang..". Lidahku menari-nari di puting susunya yang merah kehitaman dan sudah menegang.<br />
<br />
Mama lalu melepaskan pakaianku, kemudian ia jongkok di hadapanku, batang penisku yang sudah menegang diusapnya dengan perlahan-lahan. Lidah Mama terjulur kearah lubang kecil yang ada di kepala kontolku. Mama memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya, kemudian Mama mengulumnya. Nikmat sekali kuluman Mama, batang penisku jadi kelihatan mengkilap karenanya.<br />
<br />
Setelah itu, Mama duduk di atas meja dapur, kakinya dibukanya lebar-lebar, lubang memeknya sangat jelas kelihatan. Aku langsung menjilati memek yang mulai lembab itu. Mama mendesah tertahan.<br />
<br />
Lalu Mama turun dari atas meja, ia membungkukkan badannya, kedua tanggannya bertumpu di atas meja, sedangkan aku berada di belakang pantatnya. Pelan-pelan kumasukkan batang penisku ke dalam liang senggamanya, lalu aku mulai memompanya maju mundur. Mama sangat menyukai posisi ini, tak henti-hentinya mulutnya mendesah sambil menyebut namaku. Tanganku memegang pinggulnya yang kemudian aku pindahkan ke payudaranya. Walau pun sudah agak turun namun payudara Mama masih tergolong kencang dan kenyal. Sambil meremas, payudaranya kupilin dan kumainkan puting susu Mama hingga Mama makin terasa kenikmatan dengan goyangan yang makin kencang dan tubuh Mama yang bergetar bergidik saat puting payudara Mama aku pilin.<br />
<br />
Kami tidak mengubah posisi kami sampai mencapai orgasme. Mama yang mengalami orgasme duluan, batang penisku serasa sangat basah oleh air vagina Mama, aku tidak peduli, terus kuentot liang senggamanya. Tak lama kemudian aku sampai juga. Mama langsung jongkok di hadapanku, batang penisku dikocok dan dikulumnya. Akhirnya menyemburlah spermaku kedalam mulut Mama, crot.. crot.. crot.. "Akh.. ma.. ma.. eemm.." erangku kenikmatan. Mama menelan semuanya tanpa sisa, bibit-bibit cucunya, kemudian aku menarik tubuhnya bangkit, kami saling kulum di bibir. "Ata, kamu sangat hebat, nak, sperma kamu sangat lezat." kata Mama memujiku. "Mama juga hebat, liang memek Mama sangat nikmat dan sempit." lalu kami berciuman lagi.<br />
<br />
Saat ini aku masih rutin menyetubuhi Mama, siang kalau Papa belum pulang dan adikku juga sedang keluar, dan pembantu biasanya aku suruh belanja, atau pun malam dan tidur seranjang jika Papa pergi keluar kota. Mama sangat menikmati perlakuan anak laki-lakinya. Tak jarang kami melakukannya di mobil, baik di garasi atau di jalan di luar kota, di hotel atau bahkan kami pernah menyewa villa dan selama kami di sana kami bertelanjang ria siang dan malam dan bercinta terus, kami hanya bercinta, tidur, makan dan bercinta terus. Dan yang paling berkesan adalah saat kami bercinta di dalam kolam air hangat di luar ruangan villa dengan pemandangan langit malam dan bintang dan kami teruskan bercinta di halaman villa di atas rumput yang rapi. Mama memang sangat memuaskanku..</span>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-32595398083597576512011-09-14T21:22:00.000-07:002011-09-14T21:22:01.180-07:00Ibu Tiriku<div align="left" style="font-family: Tahoma;">Hari Minggu itu sebenarnya Azis sedikit malas dengan permintaan ayahnya agar Azis mengantar Bu Yuli, ibu tirinya, istri ketiga ayahnya, kondangan ke kampung sebelah. Karena Bu Yuli, orangnya sangat judes.<br />
Bu Yuli, wanita muda yang sebenarnya lebih tepat menjadi kakaknya, karena usianya hanya setahun lebih tua dari Azis, tidak begitu akrab dengan Azis.<br />
<br />
Tapi karena menghormati ayahnya, Azis melangkahkan juga kakinya ke rumah ibu tirinya, yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Sampai dirumah Bu Yuli, Azis mendapati rumah dalam keadaan sepi, dia nyelonong aja masuk dan duduk di ruang tamu yang berdekatan dengan kamar Bu Yuli.<br />
<br />
Sekitar tiga puluh menit menunggu, Bu Yuli keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kamarnya, hanya mengenakan selembar handuk yang dililitkan ditubuhnya. Sehingga Azis sekilas dapat melihat paha mulus Ibu Tirinya.<br />
<br />
Sebagai laki-laki normal dan sudah biasa bersetubuh dengan wanita, nafsu birahi Azis bergejolak disuguhi pemandangan seperti itu. Tanpa berpikir panjang lagi Azis mengikuti langkah ibu tirinya ke kamar.<br />
<br />
Bu Yuli yang sedang berdiri sambil melepaskan handuk yang melilit ditubuhnya sama sekali tak menyangka kalau Azis ikut masuk ke kamarnya. Bu Yuli sangat terkejut saat Azis memeluk dengan kuat tubuhnya yang telanjang bulat sambil menciumi lehernya dari belakang. Bu Yuli berteriak keras, tetapi dengan cekatan tangan Azis yang kuat membekap mulutnya.<br />
<br />
Azis mendorong tubuh ibu tirinya keranjang hingga jatuh dan terlentang lalu menindihnya. Bu Yuli memberontak tapi sia-sia, Azis terlalu kuat baginya. Dengan mudah Azis meringkusnya. Azis menyumpal mulut Bu Yuli dengan handuk yang tadi dikenakannya. Azis menelikung kedua tangan Bu Yuli kebelakang dan menahan dengan kuat kedua kaki Bu Yuli dengan kakinya.<br />
<br />
Bu Yuli mulai putus asa dan menangis. Azis tahu kalau Bu Yuli sudah kehabisan tenaga, dengan santai Azis melepaskan seluruh pakaiannya. Kemudian Azis mulai menciumi dan menjilati kedua buah dada Bu Yuli, secara bergantian.<br />
<br />
Cukup lama Azis menjilati kedua buah dada ibu tirinya, kini wajahnya merangkaki perut Bu Yuli, dengan mulut yang terus menjilati, tangannya meraba-raba selangkangan dan mencucuk-cucuk lubang vagina Bu Yuli yang menggunduk. Sesaat kemudian Azis memindahkan jilatannya keselangkangan Bu Yuli. Kedua tangannya membuka lebar-lebar kedua paha Bu Yuli.<br />
<br />
Bu Yuli hanya pasrah saat Azis menjilati pangkal pahanya. Bahkan Bu Yuli yang sangat jarang disentuh suaminya, ayah Azis, mulai terangsang dan mendesah-desah, saat lidah Azis menyapu dan menjilati bibir vagina yang merah merekah dan berbulu lebat. Perlahan Bu Yuli merasakan lubang vaginanya mulai basah. Azis yang tahu kalau Bu Yuli sudah terangsang, semakin bersemangat menjilati dan menyedot-nyedot klitoris Bu Yuli.<br />
<br />
Nafas Bu Yuli ngos-ngosan menahan nafsu birahinya. Azis sangat lihai merangsang Bu Yuli. Membuat suasana menjadi terbalik. Kini Bu Yuli sudah tak sabar lagi menunggu Azis untuk segera menyetubuhinya.<br />
<br />
Beberapa saat kemudian Azis menyudahi jilatannya pada vagina Bu Yuli. Dia kemudian berjongkok diselangkangan Bu Yuli. Bu Yuli yang sudah tak sabar lagi meraih dan mengocok-ngocok penis Azis, kemudian Bu Yuli mengarahkan penis Azis ke lubang vaginanya.<br />
<br />
Bu Yuli menjerit saat merasakan kepala penis Azis mendesak gerbang vaginanya. Azis semakin keras mendorong pantatnya hingga seluruh batang penisnya yang besar dan panjang masuk ke lubang vagina Bu Yuli. Bu Yuli menjerit dan mendesah-desah saat penis Azis menggesek-gesek lubang vaginanya.<br />
Bu Yuli menyodok-nyodokkan dan meliuk-liukkan pantatnya menyambut gerakkan naik turun pantat Azis.<br />
<br />
Sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya, azis melepaskan handuk yang menyumpal mulut Bu Yuli. Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke mulut Bu Yuli dan melumat mulut Bu Yuli. Bu yuli menyambut lumatan Azis dengan pagutan-pagutan yang tak kalah hebatnya. “Oohh… Ziss… teruss… genjott… akuu,” desah Bu Yuli tanpa malu-malu. Bu Yuli semakin cepat menyodok-nyodokkan dan meliuk-liukkan pantatnya, saat dia merasakan seluruh otot-otot tubuhnya menegang.<br />
<br />
Dan merasakan sesuatu yang mendesak-desak ingin keluar dari lubang vaginanya. Tangannya mencengkeram kuat pinggang Azis saat saat orgasmenya datang. Cairan hangat merembesi dinding-dinding vaginanya. Beberapa saat kemudian Azis merasakan hal yang sama, dia seperti orang gila, tubuhnya bergerak liar dan dia semakin cepat menyodok-nyodok lubang vagina Bu Yuli. Mulutnya meracau, mengeluarkan kata-kata kotor.<br />
<br />
Azis menekan dada Bu Yuli dengan kuat dan menyusul menyemprotkan spermanya ke dalam lubang vagina Bu Yuli. Kemudian tubuh Azis terkulai lemas, menindih tubuh Bu Yuli.<br />
<br />
Setelah beristirahat sekitar tiga puluh menit, Bu Yuli merasakan nafsu birahinya bangkit lagi. Bu Yuli mendorong tubuh Azis yang menindihnya hingga terlentang diranjang. Kemudian Bu Yuli duduk di samping Azis yang masih tertidur pulas. Tangannya meraba-raba selangkangan Azis dan mengelus-elus penis Azis. Perlahan penis Azis mulai menegang. Tanpa melepaskan penis Azis dari genggamannya, Bu Yuli menundukkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya keselangkangan Azis.<br />
<br />
Mulut Bu Yuli terbuka dan mulai menjilati dan mengulum batang penis Azis. Dari kepala hingga pangkal penis Azis dijilati dan dikulumnya. Buah pelir Azis juga diseruputnya. Azis terbangun dari tidurnya dan tersenyum ke arah Bu Yuli yang sedang asyik mengulum penisnya. Sesaat kemudian Bu Yuli menyudahi kulumannya pada penis Azis.<br />
<br />
Kemudian Dia berjongkok di selangkangan Azis, diraihnya penis Azis dan ditempelkannya kebibir vaginanya. Sedikit demi sedikit Bu Yuli menurunkan pantatnya. Hingga seluruh batang penis Azis amblas tertelan lubang vaginanya. Azis mendesah-desah penuh nikmat saat Bu Yuli mulai menggerakkan pantatnya naik turun diselingi gerakkan berputar.<br />
<br />
Keadaan sudah sangat terbalik, Bu Yuli yang tadi menolak disetubuhi kini lebih agresif. Dan Bu Yuli semakin cepat menggoyang pantatnya saat dia merasakan puncak kenikmatan benar-benar sudah dekat. Dibarengi teriakkan panjang Bu Yuli mencapai orgasmenya.<br />
<br />
Bu Yuli sebenarnya sudah sangat lelah saat Azis menyuruhnya berdiri menghadap ke dinding kamar. Tapi karena tidak mau membuat Azis kecewa dan marah, maka Bu Yuli menuruti permintaan Azis. Azis kemudian mendekat ke arah Bu Yuli yang sedang berdiri lalu berjongkok dibelakang Bu Yuli. Azis meraba-raba dan meremas-remas pantat Bu Yuli yang padat dan kenyal. Kemudian Azis memasukkan jari telunjuknya ke lubang anus Bu Yuli. Bu Yuli mendesah saat Azis menciumi dan menjilati lubang anusnya.<br />
<br />
Jilatan lidah Azis pada lubang anusnya, membuat Bu Yuli merasa geli dan perlahan nafsu birahinya bangkit lagi. Bu Yuli menggelinjang saat lidah Azis mencucuk-cucuk lubang anusnya. Puas menjilati lubang anus Bu Yuli, Azis kemudian berdiri sambil mengarahkan penisnya ke lubang anus Bu Yuli. Bu Yuli menjerit keras saat penis Azis memaksa menembusi lubang pantatnya. Bu Yuli merasakan bibir dan dinding anusnya panas dan perih.<br />
<br />
Bu Yuli melolong lebih keras saat Azis mendorong dan menarik pantatnya, membuat penis Azis keluar masuk dari lubang anusnya. Azis sangat menikmati sempitnya lubang anus Bu Yuli yang memang belum pernah disodomi. Dengan memegang erat pinggang Bu Yuli, Azis semakin cepat mendorong-dorong pantatnya saat dirasakannya orgasme sudah dekat. penis Azis berkedut-kedut, otot-otot tobuhnya menegang, nafasnya memburu. Dan Azis menjerit keras dan panjang saat mencapai orgasme.<br />
<br />
Dia menyemprotkan sperma yang sangat banyak dilubang anus Bu Yuli. Sambil mencabut penisnya dari lubang anus Bu Yuli, Azis menyuruh Bu Yuli berjongkok di depannya. Azis mendekatkan penisnya kewajah Bu Yuli. Bu Yuli mengeleng-gelengkan kepala, menolak permintaan Azis, untuk menjilati sisa-sisa spermanya. Azis tak kehilangan akal. Azis mencekek leher Bu Yuli dan memencet hidungnya.<br />
<br />
Saat Bu Yuli yang kesulitan bernafas terpaksa membuka mulutnya, Azis langsung menyodokkan penisnya dan menjejalkannya ke mulut Bu Yuli.<br />
Bu Yuli merasa mual dan mau muntah tetapi dia tak berani menolak permintaan Azis.<br />
<br />
Bu Yuli menggerakkan bibirnya dan menjilati sisa-sisa sperma Azis sampai bersih tak tersisa. Azis tersenyum bangga bisa menundukkan Bu Yuli, ibu tirinya yang selama ini kurang menyukainya dan sangat Judes.<br />
<br />
Dan sejak saat itu Bu Yuli sangat baik padanya. Bu Yuli tak pernah menolak apapun yang diinginkan Azis termasuk kalau Azis ingin menikmati kemolekan tubuhnya. Bahkan Bu Yuli yang seringkali merayu agar Azis mau menyetubuhinya. Kehebatan Azis memuaskannya di atas ranjang, membuat Bu Yuli betul-betul ketagihan merasakan nikmatnya sodokkan penis Azis yang besar dan panjang.<br />
<br />
Bersama Azis, anak tirinya, Bu Yuli betul-betul menemukan dan merasakan kenikmatan yang sangat jarang dia dapatkan dari Pak Broto, suaminya yang juga ayah Azis. Azis membuatnya tergila-gila dan dia mau melakukan apa saja yang Azis inginkan.<br />
<br />
Jika nafsu birahi sedang memuncak, Bu Yuli tak segan-segan datang kerumah Azis untuk meminta Azis menyetubuhinya. Dia sudah tak perduli lagi kalau Azis adalah anak tirinya. Bahkan sebulan kemudian dengan alasan suasana kampung yang semakin rawan, Bu Yuli meminta kepada Pak Broto agar mengijinkan Azis tinggal bersamanya. Tujuan sebenarnya tak lain, agar dia bisa lebih sering bisa mereguk kenikmatan bersama Azis.<br />
<br />
Dan tanpa curiga sedikitpun Pak Broto meluluskan keinginan istri termudanya. Pak Broto sama sekali tidak tahu kalau istri mudanya disetubuhi anak kandungnya. Diusianya yang sudah tua, dia tidak mampu lagi memuaskan nafsu istri mudanya yang sedang meledak-ledak. Demikianlah kisah Azis si Pejantan Kampung, yang benar-benar perkasa dan berhasil menyetubuhi wanita-wanita dikampungnya, terutama istri-istri yang kesepian.</div>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-546852994499687599.post-55703006612509782482011-09-14T21:09:00.000-07:002011-09-14T21:09:07.053-07:00Heru Selingkuhanku<h3 class="post-title entry-title" style="font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, Verdana, sans-serif; font-size: 18px; font-weight: normal; line-height: 1.4em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0.25em; padding-bottom: 4px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 13px; line-height: 20px;">Heru untuk beberapa saat menjadi teman <a href="http://ceritamesumdewasa.blogspot.com/" style="text-decoration: none;">mesum</a>ku. Ia adalah teman sekantor suamiku yang sebaya dengannya sedangkan aku berumur 28 th. Mereka sering bermain tenis bersama, entah mengapa setiap Heru datang kerumah menjemput suamiku ia selalu menyapaku dengan senyumnya yang khas, sorotan matanya yang dalam selalu memandangi diriku sedemikian rupa apalagi sewaktu aku memakai daster yang agak menerawang tatapannya seakan menembus menjelajahi seluruh tubuhku. </span></h3><div class="post-body entry-content" style="font-family: 'Trebuchet MS', Trebuchet, Verdana, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.75em; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
Aku benar benar dibuat risih oleh perlakuannya, sejujurnya aku merasakansesuatu yang aneh pada diriku, walaupun aku telah menikah 2 tahun yang lalu dengan suamiku, aku merasakan ada suatu getaran dilubuk hatiku ditatap sedemikian rupa oleh Heru. Suatu hari suamiku pergi keluar kota selama 4 hari. Pas di hari minggu Heru datang kerumah maksud hati ingin mengajak suamiku bermain tenis, pada waktu itu aku sedang olahraga dirumah dengan memakai hot pant ketat dan kaos diatas perut.<br />
<br />
<br />
Ketika kubuka pintu untuknya ia terpana melihat liku liku tubuhku yang seksi tercetak jelas di kaos dan celana pendekku yang serba ketat itu. Darahku berdesir merasakan tatapannya yang tajam itu. Kukatakan padanya suamiku keluar kota sejak 2 hari lalu, dia hanya diam terpaku dengan senyumannya yang khas tidak terlihat adanya kekecewaan diraut mukanya, tiba-tiba ia berkata "..Hesty mau tidak gantiin suamimu, main tenis dengan saya.." Giliran aku yang terpana selama menikah belum pernah aku pergi keluar dengan laki laki selain suamiku tetapi terus terang aku senang mendengar ajakannya, dimataku Heru merupakan figure yang cukup 'gentleman'.<br />
<br />
<br />
Sementara aku masih ragu-ragu tiba tiba dengan yakin ia berkata "..Cepet ganti pakaian aku tunggu disini.." Entah apa yang mendorongku untuk menerima ajakannya aku langsung mengangguk sambil berlari kekamarku untuk mengganti pakaian. Dikamar Aku termangu hatiku dagdigdug seperti anak SMU sedang berpacaran lalu aku melihat diriku dicermin kupilih baju baju tenisku lalu ketemukan rok tenis putihku yang supermini lalu kupakai dengan blous 'you can see' setelah itu kupakai lagi sweater, wouw.. cukup seksi juga aku ini.., setelah itu aku pakai sepatu olahragaku lalu cepat cepat aku temui Heru didepan pintu "..Ayo Her aku sudah siap.." Heru hanya melongo melihat pakaianku. Jakunnya terlihat naik turun.<br />
<br />
<br />
Singkat kata aku bermain tenis dengannya dengan penuh ceria, kukejar bola yang dipukulnya, rok miniku berkibar, tanpa sungkan aku biarkan matanya menatap celana dalamku, ada perasaan bangga dan gairah setiap matanya menatap pantatku yang padat bulat ini.<br />
<br />
<br />
Saking hotnya aku mengejar bola tanpa kuduga aku jatuh terkilir, Heru menghampiriku lalu mengajakku pulang. Setiba di rumah, kuajak Heru untuk mampir dan ia menerimanya dengan senang hati. Heru memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, Heru mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas sweater dan sedang memijat betisku sendiri. Ia agak tersentak melihatku, karena aku telah menanggalkan sweaterku sekarang tinggal memakai blous "you can see" longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokmini olahragaku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya.<br />
<br />
<br />
Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang "gentleman" pria ini. penampilannya agak kaku tetapi disertai sikap yang lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang mendorongku untuk melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang wanita yang sudah bersuami. Aku menggeser posisiku mendekatinya, lalu kucium pipinya sebagai ucapan terimakasihku. Heru terkejut, namun tak berusaha menghindar bahkan ia menggerakan wajahnya sehingga bibirku beradu dengan bibirnya. Kewanitaanku bangkit walaupun aku tahu ini adalah salah tetapi tanpa kusadari ia mencium bibirku beberapa saat sebelum akhirnya aku merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahnya yang basah.<br />
<br />
<br />
Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya aku yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami. "Her.." kataku ragu. Kami saling menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberijawaban dan keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Heru saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah.<br />
<br />
<br />
Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tangan Heru mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam. Entah bagaimana pria bukan suamiku ini bisa menyentuh ragaku selembut ini, semakin kupejamkan mataku semakin melayang perasaanku, dan menikmati kelembutan yang memancing gairah ini. Kembali Heru yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi duduk tak kuasa melawan dan akupun terbaring pasrah menikmati belaiannya, sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku.<br />
<br />
<br />
Heru mengambil inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, membelai barang milikku yang paling sensitif yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun pasti.<br />
<br />
<br />
"Mmhh.. Heruu..sudah terlalu jauh Her.." desahku di sela-sela ciuman panas kami. Aku agak lega saat tangan kekarnya meninggalkan selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dadaku yang montok dan puting susuku membayang menggoda dari BH-ku yang tipis dan seksi, membuatnya semakin penasaran. Ia kembali mencium bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku, untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku.<br />
<br />
<br />
Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatku terpancing menjadi semakin bergairah, sampai akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah tegak mengacung. Tanpa kusadari aku mulai memainkan kaos bajunya, dan setelah bajunya kusingkap terlihat tampilan otot di tubuhnya. Aku melihat dada bidang dan kekar, serta perut sixpacknya di depan mataku. Tak lama ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan bibirnya ke buah dadaku yang masih terbalut BHku.<br />
<br />
<br />
Diciumi buah dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait BH-ku. Sama sekali tidak ada protes dariku iapun melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. "Ooohh.. sshh.. aachh.. Heruu.." desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar menggesek putingku yang terasa sangat peka.<br />
<br />
<br />
Heru menjilati dan menghisap dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini, "..Oooh Heru suuddhaah.. Herr.. stoop..!!" tetapi Heru terus saja merangsangku bahkan tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar telanjang bulat. Penisnya yang besar dan berotot mengacung tegang, karuan aku terbelalak melihatnya, besar dan perkasa lebih perkasa dari penis suamiku, vaginaku tiba tiba berdenyut tak karuan. Oh..tak kupikirkan akibat dari keisenganku tadi yang hanya ingin mencium pipinya saja sekarang sudah berlanjut sedemikian jauh.<br />
<br />
<br />
Heru melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Ia menarik rokku dan membungkukkan badannya menciumi pahaku. Kembali bibirnya yang basah dan lidahnya yang kasar menghantarkan rangsangan hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi ketika lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran CD ku, semili lagi menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak birahi, rasa penasaranku menginginkan lebih dari itu tapi akal sehatku masih menyatakan bahwa ini perbuatan yang salah.<br />
<br />
<br />
Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku, Heru mengalihkan jilatannya kerambut kemaluanku yang telah begitu basah penuh lendir birahi. "ggaahh.. Heeruu..stoop..ohh.." bagaikan terkena setrum rintihanku langsung menyertai ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Heru melalap vaginaku dari bawah sampai ke atas, menyentuh klitorisku.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar berotot Heru berlutut di depanku. Lobang vaginaku terasa panas, basah dan berdenyut-denyut melihat batang penisnya yang tegang besar kekar berotot berbeda dengan punya suamiku yang lebih kecil. Oohh..betul betul luar biasa napsu birahiku makin mengebu gebu. Entah mengapa aku begitu terangsang melihat batang kemaluan yang bukan punya suamiku.Oooh begitu besar dan perkasa, pikiranku bimbang karena aku tahu sebentar lagi aku akan disetubuhi oleh sahabat suamiku, anehnya gelora napsu birahiku terus mengelegak.<br />
<br />
<br />
Kupasrahkan diriku ketika Heru membuka kakiku hingga mengangkang lebar lebar, lalu Heru menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir vaginaku. Kerongkonganku tercekat saat kepala penis Heru menembus vaginaku."Hngk! Besaar..sekalii..Heer.." Walau telah basah berlendir, tak urung penisnya yang demikian besar kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah merasakan sebesar ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit rasa sakit.<br />
<br />
<br />
Tanpa terburu-buru, Heru kembali menjilati dan menghisap putingku yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut menembus vaginaku. Ia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis berotot ini ke dalam liang kenikmatanku tahap demi tahap.<br />
<br />
<br />
Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan yang semakin bergairah. Akhirnya napsu birahikulah yang menang laki laki perkasa ini benar benar telah menyeretku kepusaran kenikmatan menghisap seluruh pikiran jernihku dan yang timbul adalah rangsangan dahsyat yang membuatku ingin mengarungi permainan seks dengan sahabat suamiku ini lebih dalam.<br />
<br />
<br />
"Ouuch.. sshh.. aachh.. teruuss.. heeruu.. masukin penismu yang dalaam..!! oouch.. niikmaat.. heerr..!! Baru kali ini lobang vaginaku merasakan ukuran dan bentuk penis yang bukan milik suamiku, yang sama sekali baru ..besaar dan perkasaa.., aku merasakan suatu rangsangan yang hebat didalam diriku. Seluruh rongga vaginaku terasa penuuh, kurasakan begitu nikmatnya dinding vaginaku digesek batang penisnya yang keras dan besaar..!<br />
<br />
<br />
Akhirnya seluruh batang kemaluannya yang kekar besar itu tertelan kedalam lorong kenikmatanku, memberiku kenikmatan hebat, seakan bibir vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Heru mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, "..oouch.. niikmaat.. heeruu..!!" aku pun tak kuasa lagi untuk tidak merespon kenikmatan ini dengan membalas menggerakan pantatku maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, dan akhirnya napasku semakin tersengal-sengal diselingi desah desah penuh kenikmatan.<br />
<br />
<br />
"hh.. sshh.. hh.. Heerruu.. oohh ..suungguuhh.. niikmmaat sahyangghh.." Heru membalas dengan pertanyaan "Ohh.. Hestyy nikmatan mana dengan penis suamimu..?" otakku benar benar terhipnotis oleh kenikmatan yang luar biasa..! jawabanku benar benar diluar kesadaranku "Ohh ssh Heruu. penismu besaar sekalii..! jauh lebih nikmaat ..!! Heru makin gencar melontarkan pertanyaan aneh aneh, "..hh..Hesty lagi diapain memekmu sama kontolnya Heru..?" aku bingung menjawabnya, "Bilang lagi dientot..!" Heru memaksaku untuk mengulangnya, tapi dasar aku lagi terombang ambing oleh buaian birahi akupun tidak malu malu lagi mengulangnya "hh.. hh.. sshh.. mmhh..lagi dientot sayaang.."<br />
<br />
<br />
Terus menerus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Heru kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku benar benar menikmati permainannya sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat makin menjadi jadi merebak berpusat dari vagina dan putingku, keseluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu dahsyat sehingga terasa seakan tubuhku melayang. Penisnya yang dahsyat semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat.<br />
<br />
<br />
Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu. Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya terus bertambah seakan tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku bergelinjang liar tanpa bisa kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku. Desahanku sudah berganti dengan erangan erangan liar kata kataku semakin vulgar. "Ahh.. Ouchh.. entootin terus sayaang.. genjoott.. habis memekku..!! genjoott.. kontolmu sampe mentok..!!" Ooohh.. Herruu.. bukan maiin.. eennaaknyaa.. ngeentoot denganmu..!!" mendengar celotehanku, Heru yang kalem berubah menjadi semakin beringas seperti banteng ketaton dan yang membuat aku benar benar takluk adalah staminanya yang bukan maiin perkasaa.., tidak pernah kudapatkan seperti ini dari suamiku.<br />
<br />
<br />
Aku benar benar sudah lupa siapa diriku yang sudah bersuami ini, yang aku rasakan sekarang adalah perasaan yang melambung tinggi sekali yang ingin kunikmati sepuas puasnya yang belum pernah kurasakan dengan suamiku. Heru mengombang ambingkan diriku di lautan kenikmatan yang maha luas, seakan akan tiada tepinya.<br />
<br />
<br />
Akhirnya aku tidak bisa lagi menahan gelombang kenikmatan melanda seluruh tubuhku yang begitu dahsyatnya menggulung diriku "Ngghh.. nghh .. nghh.. Heruu.. Akku mau keluaar..!!" pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku sambil memeluk erat tubuhnya mencoba menahan kenikmatan dalam tubuhku, Heru mengendalikan gerakannya yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan sambil menekan batang kemaluannya dalam dalam dengan memutar mutar keras sekalii.. Clitorisku yang sudah begitu mengeras habis digencetnya. "..aacchh.. Heruu.. niikmaat.. tekeen.. teruuss.. itilkuu..!!"<br />
<br />
<br />
Ledakan kenikmatan orgasmeku terasa seperti 'forever' menyemburkan lendir orgasme dalam vaginaku, kupeluk tubuh Heru erat sekali wajahnya kuciumi sambil mengerang mengerang dikupingnya sementara Heru terus menggerakkan sambil menekan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penisnya menggesek dinding vaginaku menghasilkan suatu kenikmatan yang luar biasa yang kurasakan dalam tubuhku yang tidak bisa kulontarkan dengan kata kata.<br />
<br />
<br />
Beberapa detik kenikmatan yang terasa seperti 'forever' itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai lemas dengan penis Heru masih di dalam vaginaku yang masih berdenyut-denyut di luar kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Heru mengecup bibir, pipi dan leherku dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan merasa sangat disayangi. Ia sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.<br />
<br />
<br />
Setelah aku kembali "sadar" dari ledakan kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciumannya, memancing Heru untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap bibir dan lidahku semakin liar. Sekarang aku tidak canggung lagi bersetubuh dengan teman suamiku ini. Gairahku yang sempat menurun tampak semakin terpancing dan aku mulai kembali menggerak-gerakkan pantatku perlahan-lahan, menggesekkan penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar dan aku semakin berani melayani gairahnya yang memang tampaknya makin liar saja.<br />
<br />
<br />
Genjotan penisnya pada vaginaku mulai cepat, kasar dan liar. Aku benar-benar tidak menyangka bisa terangsang lagi, biasanya setelah bersetubuh dengan suamiku setelah klimax rasanya malas sekali untuk bercumbu lagi tapi kali ini Heru memberiku pengalaman baru walau sudah mengalami klimax yang maha dahsyat tadi tapi aku bisa menikmati rangsangannya lagi oleh genjotan penisnya yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar, hingga akhirnya ledakan lendir birahiku menetes lagi bertubi-tubi dari dalam vaginaku.<br />
<br />
<br />
Lalu Heru memintaku untuk berbalik, ooh ini gaya yang paling kusenangi "doggy style" dengan gaya nungging aku bisa merasakan seluruh alur alur batang kemaluan suamiku dan sekarang aku akan merasakan batang yang lebih besar lebih perkasa oohh..! dengan cepat aku berbalik sambil merangkak dan menungging kubuka kakiku lebar, kutatap mukanya sayu sambil memelas "..Yeess..Herr..masukin kontol gedemu dari belakang kelobang memekku.." Heru pun menatap liar dan yang ditatap adalah bokongku yang sungguh seksi dimatanya, bongkahan pantatku yang bulat keras membelah ditengah dimana bibir vaginaku sudah begitu merekah basah dibagian labia dalamku memerah mengkilat berlumuran lendir birahiku mengintip liang kenikmatanku yang sudah tidak sabar ingin melahap batang kemaluannya yang sungguh luar biasa itu.<br />
<br />
<br />
Sambil memegang batang penisnya disodokannya ketempat yang dituju ”Bleess.." ..Ooohh.. Heruu.. teruss.. Herr.. yang.. dalaam..!! mataku mendelik merasakan betapa besaar dan panjaang batang penisnya menyodok liang kenikmatanku, urat urat kemaluannya terasa sekali menggesek rongga vaginaku yang menyempit karena tertekuk tubuhku yang sedang menungging ini. Hambatan yang selalu kuhadapi dengan suamiku didalam gaya 'doggy style' ini adalah pada waktu aku masih dalam tahap 'menanjak' suamiku sudah terlalu cepat keluar, suamiku hanya bisa bertahan kurang dari dua menit.<br />
<br />
<br />
Tetapi Heru sudah lebih dari 15 menit menggarapku dengan gaya 'doggy style' ini tanpa ada tanda tanda mengendur. Oh bukan maiin..! bagai kesurupan aku menggeleng gelengkan kepalaku, aku benar benar dalamkeadaan ekstasi, eranganku sudah berubah menjadi pekikan pekikan kenikmatan, tubuhku kuayun ayunkan maju mundur, ketika kebelakang kusentakan keras sekali menyambut sodokannya sehingga batang penis yang besaar dan panjaang itu lenyap tertelan oleh kerakusan lobang vaginaku. kenikmatanku bukan lagi pada tahap "menanjak" tapi sudah berada di awang-awang di puncak gunung kenikmatan yang tertinggi.<br />
<br />
<br />
"Hngk.. ngghh..Heruu..akuu mau keluaar lagii.. aargghh..!!" aku melenguh panjang menyertai klimaksku yang kedua yang kubuat semakin nikmat dengan mendorong pantatku ke belakang keras sekali menancapkan penisnya yang besar sedalam-dalamnya di dalam vaginaku, sambil kukempot kempotkan vaginaku serasa ingin memeras batang kemaluannya untuk mendapatkan seluruh kenikmatan semaksimum mungkin.<br />
<br />
<br />
Setelah mengejang beberapa detik diterjang gelombang kenikmatan, tubuhku melemas dipelukan Heru yang menindih tubuhku dari belakang. Berat memang tubuhnya, namun Heru menyadari itu dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Tubuhku yang telanjang bulat bermandikan keringat terbaring pasrah di ranjang, penuh dengan rasa kepuasan yang maha nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya dengan suamiku.<br />
<br />
<br />
Heru memeluk tubuhku dan mengecup pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas. "Hesty aku belum keluar sayang..! tolongin aku isepin kontolku sayaang..!" Aku benar benar terkejut aku sudah dua kali klimaks tapi Heru belum juga keluar, bukan main perkasanya. biasanya malah suamiku lebih dulu dari aku klimaksnya kadang kadang aku malah tidak bisa klimaks dengan suamiku karena suamiku suka terburu buru.<br />
<br />
<br />
Merasa aku telah diberi kepuasan yang luar biasa darinya maka tanpa sungkan lagi kuselomot batang kemaluannya kujilat jilat buah zakarnya bahkan selangkangannya ketika kulihat Heru menggeliat geliat kenikmatan, "..Ohh yess Hes.. nikmat sekalii.. teruss hes.. lumat kontolku iseep yang daleemm.. ohh.. heestyy.. saayaangg..!!" Heru mengerang penuh semangat membuatku semakin gairah saja menyelomot batang kemaluannya yang besar, untuk makin merangsang dirinya aku merangkak dihadapannya tanpa melepaskan batang kemaluannya dari mulutku, kutunggingkan pantatku kuputar putar sambil kuhentak hentakan kebelakang, benar saja melihat gerakan erotisku Heru makin mendengus dengus bagai kuda jantan liar, dan tidak kuperkirakan yang tadinya aku hanya ingin merangsang Heru untuk bisa cepat ejakulasinya malah aku merasakan birahiku bangkit lagi vaginaku terasa berdenyut denyut clitorisku mengeras lagi.<br />
<br />
<br />
Ohh.. beginikah multiple orgasme yang banyak dibicarakan teman temanku? Selomotanku makin beringas, batang yang besar itu yang menyumpal mulutku tak kupedulikan lagi kepalaku naik turun cepat sekali, Heru menggelinjang hebat, akhirnya kurasakan vaginaku ingin melahap kembali batang kemaluannya yang masih perkasa ini, dengan cepat aku lepas penisnya dari mulutku langsung aku merangkak ke atas tubuhnya kuraih batang kemaluannya lalu kududuki sembari ku tuju ke vaginaku yang masih lapar itu. Bleess.. aachh..aku merasakan bintang bintang di langit kembali bermunculan.<br />
<br />
<br />
"..Ooohh..Hesty..kau sungguuh seksxyy.. masuukin kontolku..!!" Heru memujiku setinggi langit melihat begitu antutiasnya aku meladeninya bahkan bisa kukatakan baru pertama kali inilah aku begitu antusias, begitu beringas bagai kuda betina liar melayani kuda jantan yang sangat perkasa ini. "..Yess.. Heruu.. yeess.. kumasukkan kontolmu yang perkasa ini..!" kuputar-putar pinggulku dengan cepatnya sekali kali kuangkat pantatku lalu kujatuhkan dengan derass sehingga batang penis yang besar itu melesak dalaam sekali..<br />
<br />
<br />
"..aachh.. Heestyy.. putaar.. habiisiin kontoolku.. eennakk.. sekaallii..!!" giliran Heru merintih mengerang bahkan mengejang-ngejangkan tubuhnya, tidak bisa kulukiskan betapa nikmatnya perasaanku, tubuhku terasa seringan kapas jiwaku serasa diombang ambing di dalam lautan kenikmatan yang maha luas kucurahkan seluruh tenagaku dengan memutar menggenjot bahkan menekan keras sekali pantatku, kali ini aku yang berubah menjadi ganas dan jalang, bagaikan kuda betina liar aku putar pinggulku dan bagai penari perut meliuk meliuk begitu cepat.<br />
<br />
<br />
Batang kemaluannya kugenjot dan kupelintir habiss.. bahkan kukontraksikan otot-otot vaginaku sehingga penis yang besar itu terasa bagai dalam vacum cleaner terhisap dan terkenyot didalam liang vaginaku. Dan yang terjadi adalah benar benar membuatku bangga sekali, Heru bagai Layang-layang putus menggelinjang habis kadang mengejangkan tubuhnya sambil meremas pantatku keras sekali, sekali-kali ingin melepaskan tubuhku darinya tapi tidak kuberikan kesempatan itu bahkan kutekan lagi pantatku lebih keras, batang penisnya melesak seluruhnya bahkan rambut kemaluannya sudah menyatu dengan rambut kemaluanku, clitorisku yang lapar akan birahi sudah mengacung keras makin merah membara tergencet batang kemaluannya. Badanku sedikit kumiringkan ke belakang, buah zakarnya kuraih dan kuremas-remas, "..Ooohh.. aachh.. yeess.. Heess.. yeess..!!"<br />
Heru membelalakan matanya sama sekali tidak menyangka aku menjadi begitu beringass..begitu liaar.. menunggangi tubuhnya, lalu Heru bangkit, dengan posisi duduk ia menylomot buah dadaku... aachh tubuhku semakin panaas.. kubusungkan kedua buah dadaku. "..selomot.. pentilku.. dua. duanya.. Herr..yeess..!! ...sshh.. ...oohh..!! mataku menjadi berkunang kunang, "..Ooohh.. Hestyy.. nikmatnya bukan main posisi ini..! batang kontolku melesak dalam sekali menembus memekmu..!" Heru mendengus-dengus kurasakan batang penisnya mengembung pertanda spermanya setiap saat akan meletup, "..Ohh.. sshh..aahh.. Heruu ..keluaar.. bareeng..sayaannghh..!! jiwaku terasa berputar putar..! "..yess..Hess..aku… keluarkan diluar apa didalam..?". "..Ohh.. Heru kontoolmu.. jaangaahhn..dicabuut..keluarin.. didalaam..!!<br />
<br />
Tiba tiba bagaikan disetrum jutaan volt kenikmatan tubuhku bergetar hebat sekalii..! dan tubuhku mengejang ketika kurasakan semburan dahsyat di dalam rahimku, "..aachh. jepiit kontoolku.. yeess.. sshh.. oohh.. nikmaatnya.. memekmu Hestyy..!!" Heru memuncratkan air maninya di dalam rongga vaginaku, terasa kental dan banyak sekali. Akupun mengelinjang hebat sampai lupa daratan "..Nggkkh.. sshh.. uugghh.. Heerru.. teekeen kontoolmu.. sampe mentookkhh.. sayaahng.. aarrgghh..!! gelombang demi gelombang kenikmatan menggulung jiwaku, ooh benar benar tak kusangka makin sering klimaks makin luar biaasaa rasa nikmatnya jiwaku serasa terbetot keluar terombang ambing dalam lautan kenikmatan yang maha luas. Kutekan kujepit kekepit seluruh tubuhnya mulai batang penisnya pantatnya pinggangnya bahkan dadanya yang kekar kupeluk erat sekali.<br />
<br />
<br />
Seluruh tetes air maninya kuperas dari batang kemaluannya yang sedang terjepit menyatu di dalam liang vaginaku. aarrgghh.. Nikmatnya sungguh luar biaasaa!! Oohh Heru aku kuatir akan ketagihan dengan batang penismu yang maha dahsyat ini!! Akhirnya perlahan lahan kesadaranku pulih kembali, klimaks yang ketiga ini membuat tubuhku terasa lemas sekali, Heru sadar akan keterbatasan tenagaku, akhirnya ia membaringkan tubuhku di dadanya yang kekar, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, kepuasanku terasa sangat dihargainya. Tiga kali klimaks bukanlah hal yang mudah bagiku untuk mendapatkannya didalam satu kali permainan seks.<br />
<br />
<br />
Heru telah menaklukan diriku luaar.. dalaam..!! akan kukenang kejadian ini selama hidupku. Tiba tiba Heru melihat jam lalu dengan muka sedih ia mengatakan kepadaku bahwa ia harus menemui seseorang 10 menit lagi, akupun tak kuasa menahannya, aku hanya mengangguk tak berdaya.<br />
<br />
<br />
Sepeninggal Heru dari rumah, aku termenung sendirian di ranjang. Suatu kejadian yang sama sekali tak terpikir olehku mulai merebak dalam kesadaranku. Aku telah menikmati perbuatan seks dengan sahabat suamiku bahkan harus kuakui, aku betul betul menikmati kedahsyatan permainan seks dengan sahabat suamiku itu. Tetapi aku telah mengkhianati suamiku. Aku mulai merasakan sesuatu yang salah, sementara di lain pihak, aku sangat menikmatinya dan sangat mengharapkan Heru melakukannya lagi terhadapku.<br />
<br />
<br />
Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung. Akhirnya kuputuskan untuk mencoba melupakan Heru. Setelah beberapa minggu dalam kondisi seperti ini, hatiku makin tidak menentu, makin kucoba melupakannya makin terbayang seluruh kejadian hari itu, aku masih merasakan tubuhnya yang kekar berkeringat napasnya yang mendengus dengus terngiang sayup sayup terdengar suaranya memanggilku 'sayang'. Heru berhenti bertugas di kantor suamiku. Entah itu keinginannya sendiri atau memang ia dialih tugaskan, aku tidak tahu.<br />
<br />
Namun hingga kini, pergumulan batin dalam diriku masih terus berlangsung. Di lain pihak aku tetap ingin mencintai suamiku, walaupun ia tak bisa memberikan apa yang telah diberikan Heru padaku. Aku masih merindukan dan menginginkan sentuhan tangan kekar Heru, dimanakah kau berada Heru..?</div>Primbonhttp://www.blogger.com/profile/04185325175632280924noreply@blogger.com0